Pembunuhan Vina Cirebon
3 Pernyataan Nyelekit Susno Duadji Soal Iptu Rudiana di Kasus Vina Cirebon, Dalih Ayah Eky Dihabisi
Mantan Kabareskrim Susno Duadji beberapa kali melontarkan pernyataan nyelekit terkait Iptu Rudiana di kasus Vina Cirebon.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
SURYA.co.id - Mantan Kabareskrim Susno Duadji beberapa kali melontarkan pernyataan nyelekit terkait Iptu Rudiana di kasus Vina Cirebon.
Yang terbaru, pernyataan Susno membantah dalih yang pernah diucapkan Iptu Rudiana.
Bahkan Susno pernah berdebat sengit dengan pengacara Iptu Rudiana, Elza Syarief.
Lantas, apa saja pernyataan nyelekit Susno terhadap Iptu Rudiana?
Baca juga: Dalih Iptu Rudiana "Dihabisi" Susno Duadji di Sidang PK Terpidana Kasus Vina, Kapolri Harus Dengar!
- Beber Pelanggaran Berat
Susno Duadji membeberka dua pelanggaran berat Iptu Rudiana di Kasus Vina Cirebon.
Susno berharap Mabes Polri segera memproses hal ini.
Menurut Susno, dosa Iptu Rudiana yang pertama adalah memberikan kesaksian bohong di depan Pengadilan dan kedua, ayah Eky tersebut melakukan penyiksaan.
“Yang jelas pertama Dia memberikan kesaksian bohong ya di depan pengadilan” ucap Susno, Dikutip Ayojakarta.com dari Youtube Nusantara TV.
“Yang kedua dia melakukan penyiksaan apalagi Indonesia sudah meratifikasi apa namanya tentang peraturan anti penyiksaan internasional ya” lanjutnya.
Dengan dua dugaan pelanggaran yang dilakukan Iptu Rudiana tersebut, menurut Susno Duadji itu merupakan pelanggaran berat dan penanganan berat.
“Ya jadi berat sekali ya itu namanya penanganan berat begitu, apalagi dilakukan di dalam jabatan jadi ya sangat-sangat berat begitu” katanya.
Baca juga: Pengakuan 2 Saksi Baru Kasus Vina Cirebon Kompak Sebut Kecelakaan, Titin: Saya Pastikan Betul
Ia juga menyampaikan bahwa semua yang melakukan penyiksaan harus dikenakan kode etik dan dipidanakan.
“Tapi terlepas daripada itu apa yang dilakukan oleh semua yang melakukan penyiksaan ini selain dia dikenakanalah kode etik tidak selesai di kode etik, Jangan hanya kode etik tetapi harus dipidanakan” ucapnya.
Susno Duadji berharap Mabes Polri tidak berlama-lama untuk memproses dan menentukan tersangkanya serta menyampaikan kepada masyarakat terkait laporan kuasa hukum 6 terpidana terkait kesaksian palsu dan penyiksaan agar penilaian masyarakat tidak negatif kepada Polri.
“Nah ini kita harap Mabes Polri tidak berlama-lama supaya masyarakat tidak memberikan penilaian negatif kepada Polri bahwa kasus yang dilaporkan oleh penasihat hukum tentang peniayaan dan tentang kesaksian palsu ini segera diproses dan segera ditentukan tersangkanya tidak berlama-lama” katanya.
“Dan juga tidak salah disampaikan kepada masyarakat atau publik supaya tidak gaduh gitu orang bisa tahu” lanjutnya.
Menurut Susno Duadji, jika Polri mempercepat penanganannya justru akan mengangkat kepercayaan masyarakat kepada Polri.
“Dan ini tidak akan mengurangi tidak akan menjatuhkan nama Polri tapi justru akan mengangkat kepercayaan masyarakat kepada Polri bahwa Polri betul adanya Ingin serius menangani kasus ini dan tidak membenarkan tindakan-tindakan penganiayaan tindakan-tindakan yang keliru” tutupnya.
2. Debat Sengit dengan Pengacara
Pengacara Elza Syarief dan mantan Kabareskrim Komjen (purn) Susno Duaji berdebat sengit soal perlunya kehadiran Iptu Rudiana dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus Vina di PN Cirebon.
Elza Syarief sebagai kuasa hukum Iptu Rudiana menilai kliennya tidak perlu hadir di sidang PK yang diajukan terpidana kasus Vina.
Baca juga: Pantesan Aep Disebut Lebih Kejam dari Binatang saat Sidang PK Terpidana Kasus Vina, Ini Tabiatnya
Elza beralasan tidak ada hukum acara yang mewajibkan Iptu Rudiana hadir di sidang PK.
Menurut Elza, hakim juga tidak bisa memanggil Iptu Rudiana karena di sidang PK hakim hanya menerima pembuktian dari pemohon (terpidana kasus Vina Cirebon).
"Ini bukan persidangan kayak tingkat pertama. Ini gaya-gayaan kayak sidang tingkat pertama," kata Elza dikutip dari tayangan Nusantara TV pada Senin (16/0/2024).
Menurut Elza, di sidang PK ini, pemohon mengajukan novum. Hakim cuma menerima dan memberikan kesimpulan, dan keputusan diserahkan ke hakim Mahkamah Agung (MA).
"Hakim (PK) ini cuma menerima, seperti admin gitu lho," kata Elza.
Elza juga membantah pendapat pakar hukum yang mengatakan bahwa hakim PK bisa memanggil Iptu Rudiana.
"Gak ada. Saya sudah 40 tahun (jadi pengacara), mungkin ahli pidana lebih muda dari saya. Itu ada hukum acaranya, saya gak main-main. Gak bisa, yang bisa memanggil di berkas perkara. Berkas perkara sudah selesai, karena sudah memiliki kekuatan hukum tetap," katanya.
"Hakim sekarang ini tidak punya kewenanagna apa-apa, cuma menerima," tegasnya.
Bagaimana kalau Iptu Rudiana mengajukan diri sebagai saksi? Dengan suara tinggi Elza menolaknya.
"Ngapaian. bukan soal itu, kita harus ada hukum acaranya. Kan lucu sekali, tiba-tiba datang rudiana, kayak orang gila," katanya.
Berbeda dengan Elza, Susno Duadji justru akan meminta Iptu Rudiana hadir seandaianya dia menjadi hakim maupun kuasa hukumnya.
Bahkan, kalau seandaianya dia menjadi Iptu Rudiana, dia akan hadir tanpa diminta.
Baca juga: Nasib Reynaldi Ngaku Tetap Disiksa Meski Tak Terlibat Kasus Vina Cirebon, Cuma Sehari Ditahan
"Kalau saya Iptu Rudiana, saya justru yang akan mengajukan minta PH nya. Tolong deh saya hadir. Ngapaian takut, kan tidak bersalah," tegas Susno.
Menurut Susno, saat ini Iptu Rudiana dalam posisi belum dinyatakan bersalah.
Sidang PK inilah forum untuk dia mengklarifikasi banyak tuduhan yang beredar di media sosial.
"Mudah-mudahan itu tidak benar, kan dia polisi, saya juga polisi. Dia dituduh merekayasa perkara, membuat laporan palsu, menyiksa. Kan berat sekali itu penyiksaan. Apalagi Indonesia sudah meratifikasi konvensi PBB tentang antipenyiksaan. Ini kesempatan dia mengklarifikasi itu di pengadilan," kata Susno.
Jawaban Susno ini dibantah Elza dengan menyebut hal itu bukan cara yang tepat.
Apalagi pencabutan keterangan yang dilakukan Liga Akbar dan Dede masih berproses.
"Itu harus diproses secara pidana oleh bareskrim. Itu kan belum diproses. Yang bisa memanggil polisi, jaksa dan pengadilan," elak Elza.
Susno kembali menimpali jika laporan terkait penyiksaan dan laporan palsu sudah diproses di Bareskrim, dan RUdiana maupun Dede sudah diperiksa.
Terbukti atau tidak, terkait penyiksaan dan keterangan palsu, itu di peradilan pidana.
Sementara, lanjut Susno, yang dipermasalahkan di sidang PK ini adalah munculnya bukti-bukti baru yang tidak dibahas di pengadilan sebelumnya. Teramsuk putusan bertentangan dan kehilafan hakim.
"Dan ini hukum acara berbeda dengan laporan palsu maupun penyiksaan itu," tegas Susno.
Penjelasan Susno ini membuat Elza berargumen lain terkait keterangan Dede pada kasus Pegi Setiawan yang dinilainya masih sama dengan saat BAP pertama tahun 2016.
Susno kembali beralasan hal itu dilakukan karena Dede belum dilaporkan para terpidana atas laporan palsu di Bareskrim.
"Pertama tidak boleh mencampuradukkan. Kita bicara PK. PK ini terkair kesaksian baru, terkait kecelakaan lalu lintas.
Lalu, proses pidana terkait kekeliruan hakim. Tidak adanya pendampingan pengacara, orang tidak disumpah, dan berita acara. Terkait penyiksaan, kesaksian palsu, prosesnya bukan polda jabar, tetapi di bareskrim. Ini sedang berjalan," tukas Susno.
3. Dalih Iptu Rudiana Dihabisi

Terbaru, dalih Iptu Rudiana dipatahkan mantan Kabareskrim Komjen (purn) Susno Duadji saat menjadi ahli di sidang Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus Vina di Pengadilan Negeri Cirebon pada Rabu (18/9/2024).
Sebelumnya, Iptu Rudiana membantah telah menangkap dan menganiaya 9 orang, delapan diantaranya menjadi terpidana kasus Vina Cirebon.
Iptu Rudiana beralasan hanya mengamankan mereka.
"Saya enggak nangkap ya, saya hanya mengamankan saja. Beda ya nangkap dan saya amankan, karena saat itu saya baru tahu mereka pelakunya," ujar Rudiana dalam konferensi pers bersama Hotman Paris beberapa waktu lalu.
Rudiana juga menegaskan bahwa tuduhan penganiayaan yang dilayangkan kepadanya tidak benar.
"Soal penganiayaan itu tidak ada. Tidak ada penganiayaan," ucapnya.
Namun, pembelaan Iptu Rudiana itu dipatahkan Susno Duadji.
Menurut Susno, dalam undang-undang acara pidana, tidak ada istilah mengamankan.
Menurutnya, membawa orang ke kantor atau ke suatu tempat tanpa ada surat penangkapan, itu namanya merampas kemerdekaan orang lain.
"Gak ada istilah mengamankan. Di KUHAP itu gak ada istilah mengamankan. Itu bukan tertangkap tangan," kata Susno.
Saat penangkapan pun, tidak semua anggota Polri diperbolehkan menangkap.
Menurut Susno, yang boleh menangkap hanya anggota polri aktif, berdinas di reserse, dan diberikan surat perintah.
"Kalau mengamankan? apanya yang diamankan. Jangan dicampuradukkan menangkap dan mengamankan. Kalau pengamanan misalnya ada keramaian atau ada sidang kayak gini, itu ada pengamanan," terang Susno.
Disinggung tentang adanya anggota polri yang menangkap lalu melakuan penyiksaan, menurut Susno anggota polri ini tak hanya bisa dikenakan kode etik namun bisa dikenakan ancaman pidana.
"Bisa (Pasal) 351 bisa 352 (KUHP). Apabila dilakukan anggota polri, itu harus diperberat. Dan ingat, Indonesia punya meratifikasi konvensi internasional tentang antipenyiksaan," ungkapnya.
Disinggung tentang tidak adanya pendampingan kuasa hukum untuk tersangka pada proses penyidikan, menurut Susno, hasil pemeriksaan itu harus dinyatakan batal demi hukum.
"Sudah banyak putusan pengadilan, membatalkan dan membebaskan terdakwa karena tindak pidana yang diancam hukuman 5 tahun ke atas dan pemeriksaan awal tidak didampingi," katanya.
Susno juga dimintai pendapatnya mengenai penanganan kasus dimana tersangka ditangkap dahulu baru dibuat laporan polisi, lalu tidak ada penyelidikan, tetapi langsung penyidikan dan ditetapkan tersangka dalam hitungan jam.
Menanggapi hal ini, Susno berkelakar semoga hal itu tidak terjadi di Indonesia, apalagi di Jawa Barat.
"Mudah-mudahan itu ilusi kasus, semoga tidak terjadi di Indonesia. Kalau ini terjadi di Indonesia, dan di Jawa Barat dan saya pernah jadi kapolda jawa barat. Saya pingsan di sini," sindirnya.
"Kalau itu benar, pak kapolri harus dengar. Pak kapolri junior saya, saya tidak pernah menjadi senior mengajarkan ini," tegasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.