Sejarah Kelam Penjajahan Dibalik Lomba Balap Karung yang Sering Dimainkan saat 17 Agustus
Lomba balap karung, permainan tradisional Indonesia yang menyimpan banyak nilai positif ternyata sudah ada sejak masa penjajahan Belanda.
Penulis: magang5 | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Balap karung adalah salah satu permainan tradisional Indonesia yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Hari Kemerdekaan.
Dengan ciri khas peserta yang melompat-lompat dalam karung goni, lomba ini sering kali diidentikkan dengan gaya hantu pocong, menambah kesan lucu dan menyenangkan bagi para penonton.
Meski asal-usul permainan ini masih diselimuti misteri, balap karung dipercaya pertama kali dikenal di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Dikutip dari laman Kompas.com, permainan ini ternyata sudah ada sejak masa penjajahan Belanda, terutama di kalangan masyarakat Betawi.
Kala itu, balap karung kerap dimainkan oleh anak-anak usia 6-12 tahun di sekolah-sekolah Belanda, sebelum akhirnya turut dimainkan oleh orang dewasa dalam berbagai acara perayaan besar di Jakarta.
Versi lain dari sejarah balap karung menyebutkan bahwa permainan ini lahir dari rasa frustasi masyarakat yang tak mampu membeli pakaian akibat tekanan ekonomi di bawah penjajahan Belanda.
Karena keterbatasan uang, mereka menjadikan karung goni sebagai pakaian darurat dengan cara menginjak-injak karung tersebut hingga berlubang.
Kebiasaan melompat-lompat di dalam karung ini kemudian berkembang menjadi sebuah permainan yang terus dimainkan hingga kini.
Di balik kesederhanaannya, balap karung mengajarkan banyak nilai positif.
Nilai kerja keras tercermin dari usaha para peserta untuk mencapai garis finis secepat mungkin.
Nilai kerja sama hadir dalam versi tim, di mana kekompakan menjadi kunci kemenangan.
Dan tentu saja, nilai sportivitas selalu diutamakan, dengan setiap peserta diharapkan bermain jujur tanpa kecurangan.
Untuk mengikuti balap karung, peralatan yang dibutuhkan sangat sederhana, yaitu karung goni, kapur untuk menandai garis start dan finish, serta peluit dan bendera kecil sebagai penanda aba-aba.
Lomba ini biasanya dilakukan di lapangan terbuka dengan panjang lintasan sekitar 15 hingga 20 meter, dan lebar 5 hingga 6 meter.
Untuk menghindari cedera, lapangan dengan permukaan tanah atau rumput dianggap cukup aman.
Kalahkan Smamx dengan Skor Telak, Skuad Smatag Percaya Diri Hadapi Unsur di DBL Surabaya 2025! |
![]() |
---|
Antarkan Smansapa Raih Kemenangan atas Smatag, Elysa Wandani: Kuncinya Percaya Diri! |
![]() |
---|
Berangkat ke DBL Arena Pakai 9 Bus, Spartan’s Smansapa Bawa Koreo Matador dan Banteng |
![]() |
---|
Dukungan Koreo Badut Ultras Smatag Madness Antarkan Smatag Menang atas Smamio di DBL Surabaya 2025 |
![]() |
---|
Koreo 'Eling Lan Waspodo' Ultras Smatag Madness, Takhta Sang Raja Siap Bangkit di DBL Surabaya 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.