Berita Surabaya
Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Mampu Dorong Pertumbuhan Kredit Nasional
Bank Indonesia (BI) menerapkan sejumlah kebijakan makroprudensial yang terbukti mampu menjaga semangat penyaluran kredit secara nasional.
Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: irwan sy
SURYA.co.id | SURABAYA - Bank Indonesia (BI) menerapkan sejumlah kebijakan makroprudensial yang terbukti mampu menjaga semangat penyaluran kredit secara nasional.
"Data BI menunjukkan, hingga Juni 2024, tercatat pertumbuhan penyaluran kredit secara nasional mencapai 12,3 persen. Melebihi target BI tahun 2024 sebesar 10 persen hingga 12 persen," kata Nugroho Joko Prastowo, Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia saat kegiatan Capacity Building dan Media Gathering BI Jatim.
Sementara di tahun 2025 target penyaluran kredit nasional diperkirakan akan semakin naik di level 11-13 persen.
Kebijakan makroprudensial dirancang tidak hanya untuk memberikan kemanfaatan di pusat tetapi juga untuk daerah.
"Walaupun kebijakan ini ditujukan untuk bank yang sebagian besar berkantor pusat di Jakarta, tetapi penyaluran kredit bank tersebut juga ada di daerah. Sehingga semangat dari bank yang memperoleh insentif tadi manfaatnya juga akan dirasakan oleh daerah," jelas Nugroho.
Selain itu, berbagai proyek yang dikerjakan juga banyak yang ada di daerah, seperti proyek pertambangan dan hilirisasi, misal proyek pertambangan nikel di Sulawesi proyek pangan untuk sawit di Sumatra, juga hilirisasi smelter yang ada di Gresik Jatim.
"Itu semua mendapatkan insentif. Jadi rembesan kebijakan ini manfaatnya juga akan dirasakan daerah," ungkapnya.
Sejumlah kebijakan makroprudensial yang telah dilaksanakan diantaranya adalah Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang ditujukan untuk mengoptimalkan ruang likuiditas perbankan dalam rangka mendorong pertumbuhan kredit dengan tetap menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK).
Manfaat penerapan KLM ini salah satunya dengan mendapatkan likuiditas melalui penurunan dari Giro Wajib Minimum (GWM) maksimal sebesar 4 persen.
Saat ini, lanjutnya, rasio GWM mencapai 9 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK), dengan adanya penurunan sebesar 4 persen, maka kewajiban bank untuk menyetorkan GWM ke BI hanya sekitar 5 persen.
"Tambahan likuiditas ini akan menambahkan amunisi bagi bank yang menyalurkan kredit sehingga bank tidak perlu berkompetisi mendapatkan tambahan dana dari pihak ketiga karena ada tambahan dari bank Indonesia," beber Nugroho.
Data BI menunjukkan, penguatan KLM telah menambah likuiditas perbankan hingga sebesar Rp 256 triliun pada saat penerapan awal dan diperkirakan menjadi Rp 280 triliun pada akhir tahun.
Kemudian juga bagi ekonominya, dengan adanya kebijakan ini akan akan mampu mempertahankan penyaluran kredit yang tinggi.
Langkah ini penting dilakukan karena saat ini ada banyak tantangan, baik dari global yang merembet kepada Indonesia, mulai dari tingginya inflasi hingga kenaikan suku bunga acuan sehingga hal ini mengurangi semangat penyaluran kredit dan permintaan kredit.
"Dan insentif ini mampu menjaga pertumbuhan ekonominya," terangnya.
| Berita Surabaya Hari Ini: Peluncuran Koperasi Digital, Jadwal Commuter Line yang Baru |
|
|---|
| Berita Surabaya Hari Ini: Golkar Buat Lomba Cipta Oleh-oleh, Investasi Mulai Naik, Prestasi Pelajar |
|
|---|
| 8 Landmark dan Ikon Budaya Kota Surabaya, Daya Tarik Wisata Ibu Kota Jawa Timur |
|
|---|
| Rute dan Lokasi Parkir Parade Surabaya Vaganza, Hari Ini 25 Mei 2025 Mulai Pukul 13.00 WIB |
|
|---|
| Patuhi Larangan Wisuda SMA/SMK di Jatim, Ini Cara Sederhana SMAN 2 Surabaya Rayakan Kelulusan Siswa |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/Nugroho-Joko-Prastowo-Direktur-Departemen-Kebijakan-Makroprudensial-Bank-Indonesia.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.