Hikmah Ramadhan

Puasa dan Kebajikan dalam Masyarakat Pluralis

Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya

Editor: Deddy Humana
istimewa
DRS H ROMADLON MM, Ketua Komisi Hubungan Ulama Umara MUI Jatim. 

Pertama, karena kondisi negara kita dewasa ini masih kurang stabil dan terus terbelit persoalan ekonomi dan politik. Sehingga pemecahannya memerlukan kerja sama dan koordinasi antara sesama anak bangsa, antarpemeluk umat beragama.

Kedua, bahwa ada potensi yang bisa digerakkan antarumat beragama dalam rangka untuk membuat kebajikan sosial bersama- sama. Misalnya untuk penanggulangan kemiskinan dan pengangguran.

Jadi pluralisme di sini tidak ada kaitannya dengan masalah akidah atau keyakinan, tetapi lebih pada aspek sosial atau muamalah.

Dalam konteks kebangsaan dan kemasyarakatan, di mana kita tak bisa terhindarkan dengan kondisi sosial yang majemuk. Maka umat Islam sebenarnya tak perlu kiranya membesar-besarkan adanya perbedaan.
Tetapi yang harus kita cari dan kita dorong sekarang ini adalah bagaimana mencari kesamaan visi dan misi terutama soal kerja sosial dan kemanusiaan.

Yang jelas dalam hal ini, Al-Quran juga memberi penegasan bahwa segala perbuatan amal saleh manusia tetap akan mendapat balasan dari Allah. Mengenai keyakinan kepercayaannya, Allah sendiri yang akan memutuskan.

Banyak hal yang bisa diperbuat di negeri ini dengan mengembangkan kerja sama dan koordinasi untuk penegakan amal sosial dan proyek-proyek kemanusiaan. Proses pemberdayaan masyarakat yang nuansanya untuk pemberdayaan kemiskinan dan pengangguran tampaknya perlu kita tingkatkan.

Namun dengan catatan, janganlah proyek seperti ini diarahkan untuk kembali membenturkan keyakinan antar umat beragama, atau untuk mengajak orang masuk ke agamanya.

Islam sangat menjunjung toleransi beragama, dan justru menghormati dan menghargai adanya perbedaan karena latar belakang sosiologis, antropologis, maupun agama.

Bahkan perintah Allah dalam Al-Quran yang mewajibkan puasa Ramadhan sebagai puasa wajib, juga menyebut tentang toleransi beragama, yaitu bahwa puasa juga telah dilakukan kaum atau umat beragama lain sebelum Islam.

Banyak ayat-ayat dalam Al-Quran yang mengakui adanya pluralitas ini, seperti firman Allah:

”Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Quran, dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu."

"Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba- lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semua, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu" (QS Al-Maidah (5): 48).

Jadi jika kita menyimak ayat di atas, jelas Allah menginginkan bahwa pluralisme itu justru bisa dijadikan ajakan untuk berlomba-lomba berbuat kebaikan. Dalam ayat tersebut sangat kontekstual dengan keberadaan bangsa Indonesia, yang sekarang harus dipacu, ber-fastabiqul khoirat dalam rangka keluar dari berbagai kekurangan dan kelemahan dan krisis.

Bahkan harus bersemangat menuju kondisi bangsa dan negara yang lebih baik, lebih maju, lebih unggul, lebih makmur dan lebih adil atau menuju bangsa dan negara yang baldatun thoyibatun warabbun ghofur. DRS H ROMADLON MM, Ketua Komisi Hubungan Ulama Umara MUI Jatim.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved