Kasus Gratifikasi Saiful Ilah

Terdakwa Kasus Gratifikasi Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Menolak Hasil Vonis Hakim

Mendengar putusan hakim tersebut, Saiful Ilah yang semula terkantuk-kantuk saat duduk di kursi pesakitan, mendadak tercengang

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Luhur Pambudi
Penasehat hukum Saiful Ilah, Mustofa Abidin saat diwawancarai awak media di depan Ruang Sidang Candra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (11/12/2023). 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Mantan Bupati Sidoarjo dua periode Saiful Ilah (74), terdakwa kasus dugaan gratifikasi sebesar Rp 44 miliar tak menerima dan merasa keberatan atas hasil vonis majelis hakim.

Saiful Ilah dipidana penjara 5,3 tahun dan didenda setengah miliar rupiah saat menjalani sidang di Ruang Sidang Candra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (11/12/2023).

Keberatan tersebut, disampaikan langsung oleh Saiful Ilah kepada majelis hakim dan mengajukan banding atas hasil vonis.

Selain itu, Saiful Ilah juga diharuskan membayar uang pengganti Rp 44 miliar dan larangan berpolitik.

Penasehat hukum terdakwa, Mustofa Abidin mengatakan, keberatan yang dialami oleh pihaknya didasari oleh sejumlah faktor.

Pertama, pihak JPU KPK selama bergulirnya proses persidangan tidak pernah membahas secara rinci fakta-fakta atas pemberian yang diterima oleh Saiful Ilah.

Kedua, pihak majelis hakim tak memasukkan penjelasan temuan fakta yang disodorkan oleh penasehat hukum seperti dalam agenda eksepsi dan pleidoi, beberapa kesempatan lalu.

Menurutnya, terdapat banyak fakta yang ditunjukkan satu per satu selama persidangan, bahwa terdakwa bisa membuktikan pemberian tersebut bukan bagian dari gratifikasi.

"Namun, apa yang kita dengar tadi di persidangan, pembacaan putusan, satu pun tidak ada yang disinggung dengan fakta-fakta persidangan tersebut. Ini yang membuat terdakwa menyatakan tidak terima dengan putusan ini," kata Mustofa Abidin kepada awak media seusai sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Apalagi, lanjutnya, banyak barang bukti yang sebenarnya bukan berkaitan dengan perkara terdakwa. Seperti rumah utama yang sempat disebutkan oleh kliennya merupakan rumah keluarga besar.

Namun, rumah tersebut akhirnya turut disita untuk membayar biaya pengganti atas kasus gratifikasi Saiful Ilah.

"Namun, dalam putusannya tidak ada yang disinggung, terkait dengan rumah. Itu rumah bukan hasil gratifikasi, rumah bukan dibeli dan dibayar pakai hasil gratifikasi, itu rumah induk. Itu bukan rumah untuk melakukan kejahatan," jelas Mustofa.

Kemudian, disinggung mengenai Saiful Ilah selama ini tidak pernah melaporkan setiap penerimaan dari pihak lain kepada KPK.

Mustofa Abidin menjelaskan, berdasarkan pemaparan ahli yang sempat dihadirkannya sebagai saksi a de charge, bahwa tidak semua pemberian yang diterima oleh Saiful Ilah dapat digeneralisasi sebagai gratifikasi.

"Itu kan sudah disampaikan oleh ahli yang kami hadirkan. Bahwa itu dugaan, kalau tidak melaporkan ada kemungkinan dugaan gratifikasi. Namun, dalam persidangan ini harus dibuktikan dugaan gratifikasi itu benar atau tidak. Tidak serta merta orang tidak melaporkan itu adalah gratifikasi," pungkasnya.

Sebelumnya, diberitakan Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah (74) divonis majelis hakim dengan pidana penjara 5,3 tahun dan membayar denda sebesar setengah miliar rupiah.

Ketua Majelis Hakim, I Ketut Suarta dalam membacakan amar putusannya, menyebutkan terdakwa Saiful Ilah secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12B UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 Tentang Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Karena menerima sejumlah gratifikasi baik dari organisasi perangkat daerah (OPD) dilingkungan Pemda Sidoarjo, Direksi BUMD hingga pengusaha, senilai sekitar Rp 44 miliar.

Gratifikasi itu diberikan dalam bentuk uang rupiah, dolar, maupun barang berharga seperti logam mulia, jam tangan, tas dan ponsel.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Saiful Ilah oleh karena itu dengan pidana penjara selama lima tahun, denda Rp 500 juta, subsider tiga bulan. Menetapkan terdawa tetap ditahan," ujar Hakim I Ketut Suartaa saat membacakan amar putusan.

Selain itu, lanjut I Ketut Suarta, juga menjatuhi terdakwa Saiful Ilah dengan pidana tambahan untuk mengembalikan biaya pengganti uang sekitar Rp 44 miliar.

"Pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp 44 miliar, apabila dalam satu bulan uang pengganti tersebut tidak dibayarkan, maka memerintahkan Penuntut Umum untuk menyita harta kekayaan. Apabila tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana selama 3 tahun," jelasnya.

Tak berhenti di situ, tambah I Ketut Suarta, hak berpolitik Saiful Ilah juga dicabut untuk menduduki jabatan publik.

"Tidak diperkenankan untuk mengikuti politik selama tiga tahun, setelah terdakwa selesai mengikuti pidana pokoknya," ujarnya, kemudian melanjutkan pembacaan amar putusan mengenai barang bukti.

Vonis yang disampaikan oleh Majelis Hakim dalam amar putusannya itu, sesuai dengan tuntutan yang disampaikan oleh JPU KPK pada sidang beberapa pekan lalu.

Menurut Hakim Ketua I Ketut Suarta, hal yang memberatkan vonis tersebut, didasari oleh pertimbangan bahwa terdakwa Saiful Ilah yang kala itu sebagai kepala daerah atau Bupati Sidoarjo dua periode tidak berperan aktif dalam pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

"Namun tidak dilakukan, justru terdakwa ikut terlibat dalam melakukan praktik korupsi. Perbuatan terdakwa telah menyebabkan kerugian negara," terang Hakim Ketua I Ketut Suarta.

Mendengar putusan tersebut, Saiful Ilah yang semula terkantuk-kantuk hingga tubuhnya setengah membungkuk saat duduk di kursi pesakitan, mendadak tercengang.

Tubuh terdakwa Saiful Ilah berupaya dibusungkan seperti berupaya tegar meratapi hasil putusan sidang kasus hukumnya yang kedua kali ini.

Namun, langkah kakinya tampak lunglai saat berjalan menuju kursi deretan penasehat hukumnya di sisi kanan ruang sidang.

Setelah berkoordinasi secara berbisik dengan ketua tim penasehat hukumnya, ia kembali duduk ke kursinya semula.

Terdakwa Saiful Ilah, secara tegas dengan suaranya yang berat dan kencang itumenghendaki untuk mengajukan banding.

"Saya mau banding Yang Mulia," tegas aiful Ilah.

Dan seusai menjalani sidang kali ini, ia tak mamu melayani sesi tanya jawab dengan awak media dan memilih memberikan kuasa kepada penasehat hukumnya.

"Tanya aja dengan penasehat hukum saya," respons ketus Saiful Ilah seraya berjalan menyusuri lorong menuju tempat tahanan sementara.

Selama berlangsungnya sesi wawancara dengan tim penasehat hukumnya di depan ruang sidang, sempat terdengar sayup-sayup suara Saiful Ilah seperti meracau di dalam ruang tahanan merutuki hasil vonis.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved