Kasus Gratifikasi Saiful Ilah

Eks Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Dituntut 5 Tahun Penjara dan Pencabutan Hak Politik

Usai menjalani sidang tuntutan, Saiful Ilah mendadak berteriak ke arah belasan awak media yang berjejal menunggunya di area duduk audiens ruang sidang

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Luhur Pambudi
Mantan Bupati Sidoarjo dua periode Saiful Ilah (74), terdakwa atas dugaan kasus gratifikasi sebesar Rp 44 miliar saat keluar dari Ruang Sidang Candra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (30/11/2023). 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Geleng-geleng kepala seraya merapalkan bacaan wirid, mantan Bupati Sidoarjo dua periode Saiful Ilah (74) terdakwa atas dugaan kasus gratifikasi sebesar Rp 44 miliar, mendengarkan tuntutan yang dibacakan JPU KPK di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (30/11/2023) sekitar pukul 15.30 WIB.

"Menjatuhkan terdakwa Saiful Ilah dengan pidana penjara selama 5 tahun 3 bulan, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan. Dengan denda sebesar Rp 1 miliar, subsider dengan kurungan selama 6 bulan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan," ujar JPU KPK Arif Suhermanto.

Tak cuma itu, pihaknya menghendaki pula majelis hakim memberikan pidana tambahan dengan mengembalikan biaya pengganti uang sekitar Rp 44 miliar.

Jika, selama sebulan setelah putuskan majelis hakim berkekuatan tetap, biaya pengganti tersebut tak dapat dibayar oleh terdakwa, mak harta benda terdakwa bakal dilakukan penyitaan oleh pihak Jaksa KPK untuk dilakukan pelelangan guna membayar biaya pengganti tersebut.

"Jika terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi membayar biaya pengganti, maka dipidana penjara selama 4 tahun," terang Arif Suhermanto.

Bahkan, lanjut Arif, JPU KPK juga menuntut majelis hakim persidangan juga memberikan sanksi pencabutan hak berpolitik untuk menduduki jabatan publik setelah menjalani proses hukum pidana penjara.

"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap terdakwa Saiful ilah untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun, terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan," pungkasnya.

Setelah JPU KPK rampung membacakan draft tuntutan, giliran Hakim Ketua I Ketut Suarta memberikan kesempatan kepada terdakwa Saiful Ilah memberikan respons mengenai rencana pembacaan pleidoi.

"Saya nanti buat untuk dibacakan penasehat hukum," kata Saiful Ilah.

Kemudian, hal senada juga disampaikan oleh Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Mustofa Abidin, bahwa pada sidang pekan depan, proses pembacaan pembelaan akan dilakukan dua sesi. Yakni sesi pembacaan oleh PH dan sesi khusus untuk terdakwa Saiful Ilah.

"Ada yang kami bacakan dan ada yang terdakwa atau klien kami bacakan, untuk pekan depan kami butuh waktu Yang Mulia," ujar Mustofa Abidin.

Sementara itu, seusai tiga ketukan palu hakim ketua menandai rampungnya agenda sidang kali ini, semua pihak perangkat persidangan dalam keluar dari ruang sidang.

Terdakwa Saiful Ilah tampak mulai mengekspresikan kekecewaannya, Saiful Ilah mendadak berteriak ke arah belasan awak media yang berjejal menunggunya di area duduk audiens ruang sidang.

Entah apa maksudnya, Saiful Ilah mendadak menghalau upaya awak media memotret dirinya yang sedang berjalan keluar dari ruang sidang.

Ia menyebutkan, bahwa semua dakwaan dan tuntutan yang diarahkan kepada dirinya merupakan kebohongan.

Terutama soal penyitaan sejumlah harta benda tak bergerak seperti rumah. Saiful Ilah mengklaim, rumah yang disita itu merupakan rumah milik keluarga besarnya, dan termasuk rumah peninggalan orang tua atau anggota keluarga besarnya terdahulu.

"Gak usah difoto percuma bohong kabeh. Respons opo, tadi kan sudah saya jawab. (Banyak disita) uang saya sendiri itu. Itu rumah nenek moyang," ujar Saiful Ilah seraya menenteng rompi tahanan warna oranye, map dan masker pada dekapan lengan tangan kirinya, lalu berjalan menyibak kerumunan awak media di depannya.

Selain itu, Saiful Ilah mengaku sepanjang jalannya persidangan kali ini dirinya tak henti-hentinya merapalkan doa dan wirid.

Tak pelak, sepanjang pengamatan SURYA.CO.ID selama persidangan yang dimulai sekitar pukul 13.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB, kepala Saiful Ilah tampak menunduk sesekali menggeleng-geleng pelan.

Kendati demikian, rasa kecewanya atas hasil sidang tuntutan kali ini tak dapat ia sembunyikan.

Saiful Ilah terus menerus meracau mengumpat hasil sidang tersebut sepanjang berjalan pelan menyusuri lorong ruang sidang hingga menuju ke ruang tahanan sementara, di sisi selatan utara bangunan utama gedung.

"Wirid terus, minta sama Allah, ya mau minta siapa lagi, bohong itu, sudahlah pasti. Tadi lihat saja, Allah yang kasih tahu. Enggeh harus sehat," pungkasnya.

Sekadar diketahui, terdakwa Saiful Ilah didakwa oleh JPU KPK dengan Pasal 12B UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 Tentang Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Saiful Ilah didakwa menerima sejumlah gratifikasi baik dari organisasi perangkat daerah (OPD) dilingkungan Pemda Sidoarjo, Direksi BUMD hingga pengusaha, senilai sekitar Rp 44 miliar.

Gratifikasi itu diberikan dalam bentuk uang rupiah, dolar, maupun barang berharga seperti logam mulia, jam tangan, tas dan ponsel.

Perkara gratifikasi itu diduga dilakukan terdakwa selama menjabat sebagai Bupati Sidoarjo dua periode, periode 2010-2015 dan 2016-2021.

Saiful Ilah sebelumnya juga diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya pada 2022 silam, dalam perkara suap proyek infrastruktur senilai Rp 600 juta.

Saiful Ilah dinyatakan terbukti melanggar Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan divonis tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta pada Oktober 2020.

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved