Berita Kota Surabaya

Bersaksi di Sidang Korupsi DAK Dispendik Jatim Rp 8,2 Miliar, Kadisbudpar Jatim Sering Mengaku Lupa

Hudiyono kembali menjawab bahwa kendala yang dialami pihaknya kala itu karena belum lengkapnya berkas keuangan

Penulis: Fikri Firmansyah | Editor: Deddy Humana
surya/fikri firmansyah (fikri)
Mantan Kadispendik Jatim, Syaiful Rachman dan mantan kepala SMK swasta di Jember, Eny Rustiana menjalani sidang lanjutan dugaan kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan (Dispendik) Jatim tahun 2018, di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (24/10/2023). 

SURYA.CO.ID, KOTA SURABAYA - Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jatim, Hudiyono kembali dihadirkan dalam sidang dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018.

Dalam sidang kasus yang merugikan negara Rp 8,2 miliar itu, dihadirkan pula terdakwa yaitu eks Kadispendik Jatim, Syaiful Rachman dan eks kepala SMK swasta di Jember, Eny Rustiana, di Ruang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (24/10/2023).

Pada sidang beberapa pekan lalu, rencana pemeriksaan Hudiyono sebagai saksi kerap menemui kendala hingga terpaksa persidangan ditunda. Mulai penundaan akibat saksi mengeluh mengalami kelelahan selama menanti jalannya sidang yang tak kunjung dimulai sejak pagi, hingga ketua majelis hakim meminta penundaan sidang karena berhalangan hadir dalam pelaksanaan sidang.

Diketahui, saksi Hudiyono pernah menjadi Biro Kesra Setdaprov Jatim, Plt Kadispendik Jatim, dan kini sebagai Kadisbudpar Jatim. Ia akhirnya dimintai keterangan sebagai saksi persidangan kasus tersebut, karena pada pertengahan tahun 2018, ia sempat menjabat sebagai Kabid SMK Dispendik Jatim.

Selama menjabat sebagai kepala bidang tersebut, ia membawakan tiga divisi yakni sarana prasarana, kurikulum, dan manajemen. Hudiyono bahkan masih ingat dan secara runtut menjelaskan apa tugasnya saat itu.

"Kami sudah teliti dan tanda tangani (surat BAP). Saya menjabat sebagai KPA; kuasa pengguna anggaran. Iya tahun 2017-2018. Selain KPA pengadaan bangunan fisik, saya juga kepala bidang SMK. SK sebagai KPA dari Kadis Pak Saiful Rachman," ujar saksi Hudiyono, di hadapan majelis hakim.

Tetapi anehnya, selama dicecar oleh perangkat persidangan, Ketua Majelis Hakim Arwana, JPU Kejari Surabaya, dan Penasehat Hukum (PH) kedua terdakwa, Hudiyono sering menjawab lupa dan tidak tahu.

Pada menit-menit awal, Hudiyono sempat membuat pernyataan yang terkesan blunder dan cenderung fatal. Ia nyaris membatalkan atau mungkin dapat mencabut pernyataan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik kepolisian bernomor 31.

BAP tersebut menyebutkan, Hudiyono semula tidak mengetahui kalau kegiatan proyek itu dilaksanakan secara swakelola atau tidak. Namun ternyata Hudiyono mendengar keterangan sejumlah kepala sekolah (kepsek) bahwa sekolah diminta menyetor uang ke seseorang bernama Bu Eni.

Mendengarkan keterangan BAP yang dibacakan oleh JPU Kejari Surabaya Nur Rochmansyah, Hudiyono mengaku, tidak mengetahui hal tersebut. "Saya enggak tahu," jawabnya.

Namun saat Hakim Ketua Arwana mencecar balik bahwa keterangan dalam BAP merupakan hasil keterangan yang disampaikan seorang saksi di depan penyidik kepolisian, Hudiyono langsung membenarkannya. Dan menarik pernyataan baru yang baru saja dilontarkannya.

"Iya betul (membenarkan isi dalam BAP usai dicecar hakim). Bulannya saya lupa. Sebelum jauh dari itu ada penyampaian (Bu Eny konsultasi ke saya)," tambahnya.

Dalam sidang kali ini, perangkat persidangan berupaya membuktikan dakwaan atas dugaan korupsi yang dilakukan kedua terdakwa, melalui perspektif saksi yang sempat menjadi bawahan dari salah seorang terdakwa; Saiful Rachman.

Namun untuk menemukan fakta persidangan tersebut, JPU berupaya sekuat mungkin merunut bagaimana terdakwa Eny yang cuma kepsek biasa, bisa terlibat dalam proyek bernilai miliaran rupiah milik Dispendik Jatim.

Saksi Hudiyono mengaku mengenal sosok Eny sebagai kepala sekolah SMK Baiturrohmah Jember, setelah diperkenalkan oleh Saiful Rachman, Kadispendik Jatim pada tahun 2017.

Ia bersama Saiful Rachman pernah berkunjung ke sekolah yang dipimpin Eny tersebut, untuk meninjau program SMK mini yang dicanangkan oleh Soekarwo atau Pakde Karwo, Gubernur Jatim kala itu. "(Soal pertemuan dengan Bu Eny), lupa ketemu bu Eny sebelum atau sesudah bimtek. Swakelola itu, sekolah menunjukkan tim seperti komiter. Tim dari sekolah," ujarnya.

Mengenai pembahasan proyek tersebut, Hudiyono mengaku, pernah bertemu dengan Eny sebelum adanya pelaksanaan proyek pada 2018. Dalam pertemuan tersebut, Eny berupaya merayu Hudiyono agar pelaksanaan proyek tersebut dapat dilaksanakan oleh Eny.

Namun Hudiyono mengaku sudah berupaya menegur Eny untuk tidak melakukan hal tersebut. Karena sesuai aturannya, dana tersebut harus diolah dan dikelola oleh pihak sekolah secara swakelola.

Anehnya, lanjut Hudiyono, setelah dari pertemuan tersebut ia malah mendapati adanya laporan dari beberapa kolega kepsek bahwa proses pembangunan sekolah tersebut ditangani oleh Eny.

"Eny kan kepsek, bagaimana kalau itu dikerjakan oleh saya. Tetapi saya bilang; itu gak boleh ibu. Setelah itu gak ada lagi percakapan. Setelah itu saya enggak tahu Bu Eny pergi ke siapa. Tapi tiba-tiba saya dengar dari sebuah sekolah bahwa proyek itu dikerjakan Eny," ungkapnya.

Selain itu, Hudiyono pernah masuk ke ruangan kerja Saiful Rachman, dan sempat diajak berbincang mengenai proyek tersebut. Selama bertemu dengan atasannya itu, Hudiyono mengaku pernah mendengar bahwa pelaksanaan proyek pembangunan fisik bangunan sekolah tersebut dapat dilaksanakan oleh Eny.

Menurut Hudiyono, Saiful Rachman sempat memuji sosok Eny yang mampu melaksanakan proyek pembangunan fisik bangunan infrastruktur.

Kepada majelis hakim, Hudiyono mengatakan sempat berupaya menganulir rencana dari atasannya itu. Karena sifat pendanaan pembangunan tersebut, dilaksanakan secara swakelola. "Kepada atasan saya (kadispendik), saya enggak melaporkan (pertemuan dengan Bu Eny). Saya saat ketemu oleh kadispendik; dikatakan meskipun Bu Eny kepsek, punya keterampilan membuat fisik. Soal pertemuan Bu Eny dengan kadispendik, saya enggak tahu," terangnya.

Hudiyono mengungkapkan, dalam pengadaan proyek DAK tersebut, ia hanya bertindak sebagai pihak penyusun sekaligus melakukan sosialisasi kepada sekolah-sekolah yang terverifikasi menerima dana tersebut.

Namun mengenai proses pencairan anggarannya, ia tidak mengetahui pasti karena masa jabatannya sebagai Kabid SMK Dispendik Jatim, cuma selama Maret hingga Agustus 2018. "Saya belum pernah mengajukan ke bagian keuangan. Karena saya menjabat sampai Agustus. (Yang mengajukan pembayaran bidang siapa) tugas kami," jelasnya.

"Pada waktu itu kenapa kami tidak mengajukan ke keuangan, karena menunggu berkas ini lengkap. Karena bagian keuangan tidak menyetujui kalau tidak lengkap," tambahnya.

Jawaban normatif yang terkesan logis itu, terus menerus disampaikan Hudiyono. Namun pada penghujung sesi pemeriksaan, majelis hakim masih belum 'ngeh' dan paham; bagaimana proses penurunan dana tak kunjung cair pada Agustus 2018, silam.

Hakim Ketua Arwana kembali mencecar Hudiyono agar mengatakan sejujurnya mengenai penyebab pasti dana tersebut tak kunjung cair pada Agustus 2018. "Kendalanya apa di dinas. Atau masing-masing gak tanggung jawab, paling tidak dirapatkan. Apakah keuangan gak ada uang. Anda seharusnya PPK, masa gak ada tindakan," tegas hakim.

Kemudian Hudiyono kembali menjawab bahwa kendala yang dialami pihaknya kala itu karena belum lengkapnya berkas keuangan yang harus dikerjakan oleh pihak sekolah.

Bahkan ia juga berdalih bahwa lambatnya pencairan dana disebabkan adanya peraturan Kementerian Pendidikan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri yang muncul pada tahun itu.

"Semua kembali pada kelengkapan instrumen keuangan. DAK ada Permendik, Permenkeu, Permendagri. Mungkin ada peraturan dibuat kementerian itu sehingga gak bisa dicairkan dengan cepat," jelasnya.

Sekadar diketahui, terungkap modus mantan Kadispendik Jatim, Syaiful Rachman dan mantan kepala SMK swasta di Jember, Eny Rustiana, dalam menyunat dana renovasi pembangunan atap dan pembelian mebeler seluruh SMK se-Jatim.

Nilai kerugian negara akibat praktik dugaan korupsi yang dilakukan kedua tersangka itu sekitar Rp 8,2 miliar. Uang tersebut bersumber dari DAK Dispendik Jatim tahun 2018, dengan nilai keseluruhan Rp 63 miliar.

Seharusnya uang tersebut dialokasikan kepada 60 SMK; 43 SMK negeri dan 17 SMK swasta, untuk pembangunan ruang praktik siswa (RPS), pembangunan rangka atap rangka berbahan Besi WF (Wide Flange Iron), beserta pembelian perabotan mebeler, secara swakelola.

Panit Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Jatim, Ipda Aan Dwi Satrio Yudho menerangkan, dalam proses pencairan dana tersebut disunat oleh kedua tersangka. Modusnya, ada beberapa prosedur pembelian bahan material pembangunan dan perabotan mebeler, diwajibkan melalui mekanisme akal-akalan yang ditetapkan kedua tersangka.

Cara kerjanya, khusus untuk pengadaan perabotan mebeler dan atap rangka berbahan besi WF, diwajibkan melalui mekanisme pencairan dana yang dikelola melalui kedua tersangka.

Kedua tersangka menginstruksikan kepada semua kepsek SMK swasta dan negeri untuk memberikan sebagian dari dana alokasi tersebut dengan beragam nilai nominal, kepada para tersangka.

Agar siasat dan akal-akalan para tersangka berjalan mulus, Syaiful Rachman mengumpulkan semua kepala SMK negeri dan swasta di sebuah tempat pertemuan untuk melakukan rapat internal.

Di dalam ruang rapat tersebut, para kepala SMK dilarang membawa ponsel. Artinya ia menginstruksikan para peserta rapat untuk meletakkan atau menyimpan ponsel miliknya di luar ruangan.

Selama berlangsungnya rapat, tersangka Syaiful Rachman memberikan instruksi khusus agar proses pembelian rangka atap dan mebeler dapat dilakukan secara kolektif kepada tersangka Eny Rustiana.

"Dalam acara tersebut, para kepala sekolah dikumpulkan oleh kepala dinas, yang pada waktu saat itu. Diiimbau oleh kadis HP untuk dikeluarkan atau tidak dimasukkan ke dalam ruang rapat tersebut. Kadis menyampaikan terkait pengadaan atap dan mebeler, nanti dikelola oleh saudara ER," kata Aan dalam jumpa pers di Ruang Pertemuan Gedung Ditreskrimsus Mapolda Jatim, Kamis (3/8/2023) silam.

Kemudian, kedua terdakwa, Syaiful Rachman dan Eny Rustiana, dikenakan dakwaan sesuai Pasal 2, subsidair Pasal 3 juncto pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. ****

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved