Opini
Kerjasama PDIP-PPP di Pilpres 2024, Bukan Sekedar Romantisme Politik
pertemuan PDI Perjuangan dan PPP di Kantor DPP PDI Perjuangan Jalan Diponegoro 58., Minggu 30 April 2023. Para pengurus pusat Partai Persatuan Pembang
Oleh: Aryo Seno Bagaskoro
Ada yang menarik dari pertemuan PDI Perjuangan dan PPP di Kantor DPP PDI Perjuangan Jalan Diponegoro 58., Minggu 30 April 2023. Para pengurus pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) datang dengan berjalan kaki.
Secara lokasi kantor mereka memang bertetangga, hanya dipisahkan tembok. Namun dalam komunikasi politik, simbolisasi itu juga dapat dibaca sebagai kedekatan hati antara PPP dan PDIP. Satu situasi yang menjadi prakondisi latar terciptanya pertemuan hari ini.
Dua partai besar ini memang sudah lama memiliki sejarah panjang dalam politik Indonesia.
Mereka berdua sama-sama lahir di jaman rezim Orde Baru yang penuh tekanan. PPP maupun PDIP (yang saat itu masih bernama PDI) dibentuk sebagai hasil fusi berbagai kekuatan politik yang dikawinkan pada masa Orde Baru. Kekuatan Islamis dilebur di PPP, sedangkan kekuatan Nasionalis dan dua partai agama Kristen dan Katolik dijadikan satu dalam PDI.
Dua wadah ini, yang awalnya dimaksudkan untuk mengkanal kekuatan-kekuatan politik non-Golkar dan menjadi proksi Orde Baru, di kemudian hari mampu mengkonsolidasikan kekuatan sendiri.
Di tengah dorongan rakyat yang frustrasi atas tekanan ekonomi, marah pada rezim yang otoriter, dan jenuh pada politik massa mengambang Orde Baru yang kering ideologi, PDI dan PPP tampil sebagai konsolidator.
Berbagai gagasan politik dan ekonomi mengemuka, menyusul elemen-elemen pro-demokrasi seperti LSM dan mahasiswa yang mengaktifkan beragam diskursus di tengah rakyat.
Dua partai ini bergantian menjadi motor politik di daerah-daerah, menentang kekuasaan Orde Baru yang sangat dominan.
Tokoh-tokohnya menjadi sorotan, salah satunya adalah tokoh sentral PDI Megawati Soekarnoputri yang menjadi magnet massa Nasionalis-Soekarnois dan anak-anak muda.
Berkali-kali upaya Orde Baru memecah PDI dilakukan, salah satunya adalah membajak PDI dari Megawati. Semuanya gagal. Para loyalis bersama rakyat tetap solid mendukung Megawati melalui PDI Pro-Mega yang melegenda. Di sisi lain, PPP juga mendapat simpati melalui berbagai konsolidasi kekuatan yang solid.
Saking moncernya, koalisi Mega-Bintang terbentuk menyongsong Pemilu 1999. PDI Pro-Mega dan PPP makin solid. Menjadi simbol bersatunya kekuatan Nasionalis-Relijius yang terlembaga.
Satunya elan kekuatan ini tidak terpisah dari DNA masyarakat Indonesia yang Bang-Jo (Abang-Ijo), Abangan dan Santri, meminjam istilah Indonesianis Clifford Geertz.
Kerjasama Bukan Koalisi