Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal

EKSPRESI Bharada E Saat Tahu Ferdy Sambo Divonis Mati, LPSK Ungkap Kondisinya Sehari Sebelum Vonis

Terungkap ekspresi Bharada E saat mengetahui vonis yang dijatuhkan terhadap empat terdakwa pembunuhan Brigadir J lain yakni Ferdy Sambo, Putri Candraw

Editor: Musahadah
kolase kompas TV
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi membeber kondisi Bharada E menjelang vonis hakim di perkara pembunuhan Brigadir J. Begini ekspresi Bharada E saat tahu Ferdy Sambo divonis mati. 

SURYA.CO.ID - Terungkap ekspresi Bharada E saat mengetahui vonis yang dijatuhkan terhadap empat terdakwa pembunuhan Brigadir J lain yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf dan Bripka Ricky Rizal. 

Seperti diketahui, di persidangan sebelumnya, Ferdy Sambo divonis mati, Putri Candarwathi 20 tahun penjara, Kuat Maruf 15 tahun penjara dan Bripka Ricky Rizal 13 tahun penjara. 

Saat ditemui Wakil Ketua LPSK di tahanan pada Selasa (14/2/2023), Bharada E sempat dikonfirmasi mengenai vonis yang diterima Ferdy Sambo Cs.

Namun, bukannya bersuka cita atau bersedih, Bharada E justru tenang mendengar kabar tersebut.      

"Dia sudah tahu (vonis Ferdy Sambo Cs). Dia tidak memberikan ekspresi bersuka ria atau bersedih.
Dia siap menjalani vonis hari ini," kata Edwin dikutip dari acara Beeaking News Metro TV, Rabu (15/2/2023). 

Baca juga: VONIS Bharada E yang Layak Menurut Kubu Brigadir J dan Mantan Hakim Agung, Ini Dukungan Mahfud MD

Edwin memastikan di pertemuan itu kondisi Bharada E sehat dan tidak ada beban menjelang divonis hakim hari ini. 

"Kemarin bertemu untuk memastikan kondisi, kami ngobrol santai, tawa-tawa," kata Edwin. 

Diakui Edwin, Bharada E walaupun masih muda memiliki profil yang tenang dan cukup matang. 

Dia mengingat pertemuan pertama di rumah Saguling pada 16 Juli 2022 silam. 

"Saya gak nyangka ternyata orangnya kecil. Dia kan anggota Polri Brimob, saya pikir badannya gede, ternyata kecil," kata Edwin sambil tertawa. 

Saat itu Edwin sempat bertanya ke Bharada E, dan jawabannya cukup bagus meski belum bisa meyakinkannya. 

Terhitung ada tiga kali pertemuan dia dengan Bharada E sebelum akhirnya kasus ini terbuka lebar. 

Di sebuah pertemuan Edwin mengingatkan ke Bharada E untuk mengatakan kejujuran.

"Saya sampaikan kalau kamu ikut versi ini, kamu sebentar lagi pasti tersangka. Kalau kamu tersangka, LPSK tidak bisa melindungi kamu. LPSK bisa melindungi kalau kamu jadi JC. Syaratnya harus ada pelaku utama," kata Edwin. 

Setelah itu, Bharada  E mulai berubah. 

Dan tidak lama setelahnya dia ditetapkan sebagai tersangka, lalu membuat pengakuan lisan kemudian tertulis menganai kejadian sebenarnya.

"Sebenernya pengakuan itu sudah jauh hari ketika di Brimob. Tapi mungkin momentumnya ketika di Bareskrim," tukas Edwin. 

Di bagian lain, pakar hukum pidana Asep Iwan Iriawan, melihat sosok Bharada E yang sangat berani. 

"Saya lihat Richard, dia berani melawan penasehat hukum ketika mempertahankan BAP.
Icad melawan tapi tatapan mata tajam, kalau tidak jujur pasti plonga plongo. Icad setelah itu tenang," katanya. 

Asep melihat pemikiran Bharada E ini jauh lebih tinggi dibandingkan mahasiswa S3. 

"Icad itu orang kecil, tapi pemikirannya (luar biasa). Saya sering nguji bintang 3, sempat ketakutan sempat apa.
Tapi, bagaimana Icad tenang. Karena dia sudah lepas, artinya ada kepasrahan," katanya. 

Asep juga salut dengan pleidoi Richard yang di awal ada penagkuan dosam permohonan maag ke almarhum dan terakhir pasrah ke hakim. 

"Orang yang kecil tadi, ternyata kita belajar ada kejujuran ada keberanian. Padahal yang dilawan bukan tembok, tapi beton bertulang," tukas Asep. 

Harapan Kubu Brigadir J

Di bagian lain, kuasa hukum keluarga Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak mengatakan, jika persidangan Bharada E di tempatkan dalam agenda terakhir tentu hal ini ada kaitannya dengan statuas rekomendasi Justice Collaborator dari LPSK.  

Baca juga: DUKUNGAN Mahfud MD untuk Bharada E Jelang Vonis Pembunuhan Brigadir J, Singgung Peran Besar

Namun, jika dilihat dari persidangan-persidangan terdakwa sebelumnya yang hukumannya dinaikkan dari tuntutan jaksa, menjadi dilematis kalau nantinya Richard Eleizer mengalami hal serupa.  

"Kalau kita mengikuti apa yang diingini keluarga, Richard dihukum lebih ringan dari terdakwa lain sesuai denagn UU Perlindungan Saksi dan Korban pasal 10 a," kata Martin dikutip dari tayangan Kompas Petang, Kompas TV, Selasa (14/2/2023). 

Lalu, berapa hukuman yang layak untuk Bharada E? 

Menurut Martin, jika merujuk pada undang-undang tersebut, memang kalau hukumannya di bawah Ricky Rizal misalnya 10 tahun penjara sudah sesuai. 

Namun, bagi Martin vonis 10 tahun penjara itu masih kurang ringan. 

"Sehingga menurut pendapat saya, harapan kami dan doa kami atas jasa Richard dan permintaan maafnya dan sudah dimaafkan keluarga korban, dapat divonis lebih ringan dari 5 tahun," tegas Martin. 

Di bagian lain, mantan hakim agung Djoko Sarwoko berharap majelis hakim tetap konsisten dalam menegakkan hukum dan keadilan dan mempertimbangkan perkembangan rasa keadilan yang ada di masyarakat.

Dilihat dari statuas Bharada E sebagai justice collaborator, menurut Djoko, memang harus diberikan reward pengurangan pemidanaan dibandingkan dengan terdakwa lainnya.

"Pengurangan tidak ditentukan, tapi rasa keadilan masyarakat yang menginginkan itu mudah-mudahan ditangkap majelis hakim," kata Djoko Sarwoko tanpa mau menyebutkan berapa vonis yang layak untuk Bharada E.   

Namun, saat ditanya apakah tuntutan 12 tahun Bharada E sudah cukup, menurut Djoko itu masih berat karena dia fungsinya sebagai JC. 

Disinggung tentang dukungan masyarakat melalui amicus curiae, menurut Djoko itu kewenangan majelis hakim untuk menentukan apakah itu akan menjadi pertimbangan atau tidak.

Namun, kalau melihat pada rujukan UNdang-Undang Kekuasaan Kehakiman, dalam satu pasal mengatakan bahwa hakim dan hakim konstitusi dalam mengambil keputusan supaya memperhatikan dan mempertimbangkan perkembangan hukum di masyarakat dan rasa keadilan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.

"Dengan rasa itu dapat dipersepsikan itu merupakan kewajiban hakim," tukasnya. 

Sementara itu, kuasa hukum Bharada E, Ronny Talapessy melihat sejauh ini hakim sebagai pemegang palu keadilan sudah menunjukkan bahwa keadilan nyata.

Dia juga melihat hakim sudah mengakui status JC Bharada E dengan memberikan hak ketika dipisah persidangannya.

Meski demikian, dia tidak mau mendahului apakah nantinya vonis hakim juga akan berpihak ke Bharada E. 

"Dalam proses persidangan kamis udah melakukan pembelaan maksimal. Konstruksi hukum kami sudah bangun, bahwa ada relasi kuasa, di bawah perintah dan RIchar Eliezer patuh dan taat," katanya. 

Ronny juga mencermati pertimbangan hakim dalam memutus terdakwa lain yang banyak menggunakan keterangan dari Bharada E. 

Bahkan, bukti yang diajukan Bharada E di tengah persidangan berupa foto saat dijanjikan uang dan ponsel juga dipakai dalam pertimbangan hakim. 

"Kami hanya berharap jangan sampai vonis ini merenggut masa depan seorang pemuda yang sudah bekerja keras untuk bisa masuk polisi. Pemuda yang menjadi harapan keluarga. Jangan sampai Richard Eleizer jadi korban kedua kalinya," katanya. 

Saat ditanya apakah ada persiapan khusus menjelang vonis, Ronny memastikan saat ini pihaknya dan keluarga terus berdoa. 

"Setelah ini saya akan dampingi Richard akan berdoa bersama. Kita berdoa, Tuhan pasti akan tolong dan akan mengetuk hati hakim," tukasnya. 

Lihat video selengkapnya

Dukungan Mahfud MD

Richard Eliezer alias Bharada E (kiri) yang dapat dukungan Mahfud MD (kanan) jelang vonis pembunuhan Brigadir J
Richard Eliezer alias Bharada E (kiri) yang dapat dukungan Mahfud MD (kanan) jelang vonis pembunuhan Brigadir J (KOLASE KOMPAS TV/KOMPAS.COM)

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pun turut memberikan dukungan kepada Bharada E.

Mahfud MD berharap majelis hakim memvonis Bharada E lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Ia lantas menyinggung peran besar Richard Eliezer sebagai justice collaborator.

"Saya berharap dia turun dari 12 (tahun tuntutan). Karena begini, itu skenario awal kasus ini bahwa Eliezer menembak Yosua karena ditembak duluan, lalu terjadi tembak-menembak," kata Mahfud, dikutip dari Kompas.com.

Menurut mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) ini, skenario tembak-menembak sempat dipertahankan selama satu bulan.

Tujuan awalnya, ketika di persidangan, Richard bisa mengaku menembak karena ditembak duluan oleh Yosua.

Mahfud mengatakan, jika skenario itu terjadi, Richard sesungguhnya bisa saja bebas dan kasus ini pun ditutup.

Namun, pada akhirnya, Richard justru dengan berani mengatakan bahwa tembak menembak adalah skenario Sambo.

"(Richard) berani membuka bahwa ini skenarionya Sambo bahwa ini pembunuhan, bukan tembak-menembak," ucap Mahfud.

"Saya berpikir kalau tidak ada Eliezer yang kemudian mengubah keterangannya menjadi keterangan yang benar, kasus ini akan tertutup akan menjadi seperti dark number, kasus yang gelap, tidak bisa dibuka," kata Mahfud.

Untuk itu, Mahfud berharap Richard mendapatkan keadilan.

Tetapi, ia juga menilai Richard tetap pantas dihukum.

"Oleh sebab itu, kita tunggu. Eliezer ini ya mudah-mudahan mendapat keadilan. Tentu menurut saya sih dihukum juga karena dia pelaku. Kan tetapi tanpa dia tak akan terbuka kasus ini," imbuh Mahfud.

Selain Mahfud MD, dukungan untuk Bharada E juga datang dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).

ICJR menyarankan agar Bharada E dituntut dengan hukuman paling ringan karena sudah menjadi justice collaborator (JC).

ICJR mengatakan bahwa Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban menjamin hak bagi saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator mendapatkan keringanan hukuman yang lebih ringan dari terdakwa lainnya.

Peneliti ICJR, Iftitah Sari menyampaikan ketentuan tersebut merupakan hak yang diatur dan dijamin.

Kemudian dalam pasal lainnya kata dia, juga dijelaskan bahwa hakim diperintahkan untuk sungguh-sungguh memperhatikan rekomendasi justice collaborator yang diberikan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Dalam konteks itu dalam UU sudah jelas ada hak yang diatur dan dijamin sehingga dalam pasal yang lain pun hakim diperintahkan sungguh-sungguh memperhatikan rekomendasi yang diberikan LPSK soal JC tersebut," kata Iftitah dalam tayangan Kompas TV, Kamis (2/2/2023).

"Jenis penghargaan ini salah satu bentuknya adalah keringanan hukuman, dan dijelaskan lebih lanjut lagi bentuk keringanan hukuman itu apa saja. Dan paling relevan dalam kasus Bharada E adalah menjatuhkan pidana yang paling ringan diantara pelaku lain yang bukan JC," ungkapnya.

Diketahui dalam perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Richard Eliezer alias Bharada E dengan hukuman pidana penjara 12 tahun.

Hukuman ini lebih berat ketimbang terdakwa lainnya yakni Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Maruf yang dituntut 8 tahun penjara.

Padahal Richard Eliezer jadi satu-satunya terdakwa yang telah mendapatkan status justice collaborator dari LPSK.

Berkenaan dengan ini, ICJR bersama lembaga Public Interest Lawyer Network (PILNET) dan ELSAM mengirimkan amicus curiae untuk majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait tuntutan 12 tahun penjara terdakwa Richard Eliezer.

Dokumen amicus curiae yang dikirim tersebut berjudul 'Kejujuran Hati Harus Dihargai'.

Dalam istilah latin, amicus curiae memiliki arti 'sahabat pengadilan' atau sebagai pihak yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.

>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved