Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal

UPDATE Kondisi Bharada E yang Sulit Tidur Jelang Vonis: Tertekan karena Jaksa, Hal Ini Penghiburnya

Ini lah kabar terbaru kondisi Bharada E (Richard Eliezer Pudihang Lumiu) menjelang vonis perkara pembunuhan BRigadir J yang akan diputuskan tanggal 15

Editor: Musahadah
kolase kompas TV
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi membeber kondisi Bharada E menjelang vonis hakim di perkara pembunuhan Brigadir J. 

SURYA.co.id - Ini lah kabar terbaru kondisi Bharada E (Richard Eliezer Pudihang Lumiu) menjelang vonis perkara pembunuhan BRigadir J yang akan diputuskan tanggal 15 Februari 2023 mendatang. 

Ternyata, menjelang vonis, Bharada E justru kesulitan tidur pada malam hari. 

Kondisi ini mulai dirasakan BHarada E sejak dia mendapat tuntutan 12 penjara dari jaksa penuntut umum. 

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi mengungkapkan, tuntutan 12 tahun menjadi pukulan berat dan tidak mudah bagi Bharada E

"Eliezer memang mengalami perubahan pola tdur sejak mendengarkan tuntutan jaksa. Saat ini dia kalau malam sulit tidur, pagi baru berubah mengantuknya," kata Edwin dikutip dari tayangan Kompas Petang pada Minggu (5/2/2023). 

Baca juga: SURAT HARU untuk Bharada E Dibocorkan LPSK Selain Hadiah Ini, Mantan Hakim Sebut Vonis 1 Tahun Cukup

Kondisi ini juga disaksikan Edwin saat dia datang ke sel pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sesaat sebelum Eliezer disidang minggu lalu.

Dia mendapati Bharada E tertidur di dalam selnya karena pada malam harinya tidak bisa tidur. 

Diakui Edwin, kondisi psikologi Bharada E memang tertekan akibat tuntutan 12 tahun penjara karena sebelumnya, dari pengamatan LPSK, siklus tidurnya termasuk normal. 

Meski secara psikologis tertekan, namun BHarada E tidak menunjukkan reaksi yang berlebihan dari tuntutan jaksa.

Hal ini menunjukkan bahwa Bharada E orang cukup matang, tenang dan dewasa. 

"Ini bisa kita lihat ketika dia membacakan pleidoi," ungkap Edwin.

Diungkapkan Edwin, Bharada E sangat berharap vonis terhadap dirinya jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa sesuai dengan aturan Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban, dimana dia sudah ditetapkan sebagai justice collaborator. 

Di sisi lain, bukan soal JC saja Bharada harus divonis ringan.

Jauh lebih penting dari itu adalah kejujurannya yang membuat dia lepas dari skenario Sambo.

Saat ini, BHarada E masih dalam pengawasan ketat LPSK. 

Bahkan, ada sejumlah petugas yang menemani BHarada E di rutan untuk memastikan kondisinya baik-baik saja. 

"Setiap hari 24 jam, ada petugas LPSK yang bersama Eliezer. Untuk memastikan keamanan eliezer kami tempatkan orang di dalam rutan.
Kalau jumlahnya saya tidak bisa menyebutkan," katanya.

Tak hanya perlindungan fisik, LPSK juga memberikan pendampingan selama proses hukumnya, serta memantau kondisi psikisnya termasuk memfasilitasi rohaniawan. 

"Selama di tahanan hanya makan makanan yang disediakan LPSK, yang lainnya tidak boleh," tegas Edwin. 

Diakui Edwin, dukungan terhadap Bharada E kini semakin banyak menjelang putusan hakim. 

Diantaranya dari emak-emak atau eliezer's angel hingga teman-teman satu leing Bharada E di Brimob.   

Menurut Edwin, dukungan Itu semacam vitamin dan nutrisi bagi Bharada E,

"Bahwa dia tidak sendiri. Bahwa kejujurannya membuahkan dukungan pubik yang cukup meluas. Sesuatu hal yang menghiburnya dan salah satu doa. Karena dukungan disampaikan banyak kalangan, baik kejadiran fisik maupun nonfisik dan di sosial media," kata Edwin yang mengaku mengumpulkan banyak hadiah dari pendukungan untuk Bharada E

Terakhir, Edwin berharap majelis hakim bisa mempertimbangkan suara dari masyarakat ini.

"Hakim tentu tidak berdiri di ruangan terpisah dengan pihak dan masyarakat. Hakim juga hidup bermasayakat, secara umum mengetahui harapan publik terhadap Richard. Harapna publik juga yang tercantum di undang-undang bahwa  hakim dalam memberikan putusannya mempertimbangkan keadilan hukum di masayrakat," tukasnya. 

Lihat video selengkapnya: 

Surat Haru Pendukung Bharada E 

Ungkapan simpati kepada Bharada E (Richard Eliezer Pudihang Lumiu) terus berdatangan yang belum lama ini dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa. 

Rasa simpati pendukung Bharada E sebagian diwujudkan dengan mengirimkan surat dan hadiah-hadiah untuk sang pembuka kotak pandora pembunuhan Brigadir J

Lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) membeber surat dan hadiah-hadiah untuk bharada E itu dalam acara The Prime Show yang tayang di INews TV, Rabu (1/2/2023). 

Hadiah-hadiah seperti surat, sepatu hingga kaus itu dikirimkan pendukung Bharada E yang hadir di persidangan PN Jakarta Selatan. 

Sebelum diberikan ke Bharada E, barang-barang itu lebih dahulu diperiksa oleh tim LPSK. 

Baca juga: RAME-RAME Dukung Bharada E, Pakar Hukum: Jaksa Emosional dan Egosektoral, Lempar Bola Panas ke Hakim

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengungkapkan, pemeriksaan itu perlu dilakukan untuk memastikan keamanannya. 

Selama ini, LPSK belum mendeteksi adanya barang mencurigakan yang dikirimkan untuk Bharada E.

Namun, ada kiriman yang dipastikan tidak akan diberikan ke Bharada E

"Kalau makanan jelas tidak bakal sampai ke Richard.
Karena makanan kan hanya dari LPSK. Tidak ada pihak di luar LPSK yang boleh memberi makanan," sebut Edwin Partogi

Salah satu hadiah untuk Bharada E itu adalah surat berikut daftar komenan netizen berikut ini: 

"Doa buat Icad dari keluarga online

We love you Icad

Torang deng Icad.

Dear Icad, ini adalah sebagian doa-doa yang dikirimkan oleh orang-orang yang sayang sama Icad. Mereka komen di video tiktok yang aku upload. Mereka ingin Icad tahu bahwa banyak yang sayang sama Icad.  Icad gak sendirian. Ada kami yang berjuang bersama dalam doa. Kami percaya Tuhan menjawab doa ketika kami bersepakat meminta hal yang sama. Tetap semangat ya dek,
jaga kesehatan. Tuhan memberkati"

Ramainya dukungan untuk Bharada E ini ditanggapi mantan hakim Maruarat Siahaan. 

Menurut Maruarar, simpati masyarakat ini menunjukkan kepercayaan yang sangat tinggi terhadap eliezer yang telah mampu menembus skenario yang disusun Ferdy Sambo,

Menurut Maruarar, sesungguhnya posisi Bharada E sebagai justice collaborator ini bisa mengungkap kebuntuan ketika menghadapi tindak pidana yang memiliki tingkat kesulitan tertentu karena ketertutupan dan juga bisa diredam orang-orang karena kekuasaan.

"JS harus diakui, karena sebenarnya di UU Perlindungan Saksi dan Korban itu kewenangan LPSK dan rekoemnfdasi LPSK ke penuntut umum," katanya. 

Menuntut Maruarar, tuntutan 12 tahun yang diberikan jaksa terlalu tinggi kalau kalau melihat apa yang terjadi dan apa yang diberikann Bharada E untuk mengungkap kasus ini.

"Tanpa Eliezer ini tertiutup dan ada ketidakadilan dan kultur kepolisian tidak bisa dibongkar. Ini (Bharada E)  harus juga diberikan reward yang memadai," kata Maruarar. 

Lalu, berapa vonis yang ideal untuk Bharada E

Mantan hakim peradilan umum ini menyebut hukuman satu tahun penjara untuk Bharada E sudah cukup. 

"Saya kira cukup untuk merenungkan bagi Eliezer apa yang terjadi, Sudah memadai apa yang diberikan itu suatu keberanian yang luar biasa. Karena bagaimana pun di Amerika, teledor perlindungannya sudah hilang nyawanya," tukasnya. 

Sejalan dengan Maruarar, Edwin menyebut reward untuk justice collaborator sesungguhnya sudah ada sejak 2011 ketika Mahkamah Agung (MA) menerbitkan surat edaran (SEMA) tentang hal itu. 

Dan dalam SEMA itu diatur salah satu hukuman untuk JC adalah percobaan. 

"Kekeliruannya ketika tuntutan itu masih melihat penerapan pasal dan konteks perbuatan.
Tapi karena dia membantu membongkar kejahatan," tegas Edwin. 

Lihat video selengkapnya

Rame-rame Dukung Bharada E

Di bagian lain, dukungan ke Bharada E (Richard Eleizer Pudihang Lumiu) terus mengalir menjelang vonis perkara pembunuhan Brigadir J (Nofriansyah Yosua Hutabarat). 

Terbaru dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) 

Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyoroti kasus peradilan Bharada Richard Eliezer yang dituntut 12 tahun penjara, atau lebih berat daripada terdakwa lain.

Padahal, status Richard Eliezer dalam kasus ini adalah sebagai Justice Collaborator (JC).

Menurut Erasmus, ada hal lain yang juga lebih penting dari fenomena pidana ini.

Yakni bagaimana Hakim dan Jaksa bisa menyelamatkan sistem Justice Collaborator (JC) di Indonesia.

Jangan sampai, publik malas untuk menjadi JC di berbagai kasus pidana lain.

Apalagi soal kasus koruptor yang banyak terjadi dan selalu terpendam tanpa adanya pengungkapan.

Ini adalah hal sangat penting untuk disadari para penegak hukum.

Menurut Erasmus, penegak hukum tidak boleh dilema apalagi tidak konsisten terhadap sistem hukum yang ada di Indonesia.

Pasalnya mereka akan bekerja terus di bidang hukum.

"Kepentingan kami ini bukan hanya soal Bharada E, bukan hanya soal kasus ini, meskipun kasus ini juga penting."

"Tapi pesan pentingnya adalah untuk masyarakat luas  jangan takut untuk memberikan keterangan untuk membongkar suatu kasus kejahatan."

"Ini juga penting untuk Hakim dan Jaksa, karena (hakim dan jaksa bisa) mendapatkan keuntungan, kalau kita mau pakai bahasa keuntungan (untuk mengungkap kasus lebih dalam), kan pembuktiannya nanti ada di Jaksa dan di Hakim."

"Jadi kalau Jaksa dan Hakim tidak mendukung sistem JC ya nanti penegakan hukum kita tambah sulit."

"Apalagi kasus-kasus seperti kasus korupsi kasus narkotika yang sangat terorganisir yang sangat susah diungkap, peran JC jadi penting."

"Saya rasa Hakim juga sudah cerdas lah, beliau sudah tahu ya ini kan cuma masalah dukungan."

"Jadi supaya Hakim tahu bahwa Hakim tidak berjalan sendiri, tapi bahwa ada sistem besar yang harus kita selamatkan."

"Jangan sampai nanti orang bilang 'apa pentingnya jadi JC sudah capek-capek ruang sidang mengungkapkan kebenaran tuntutan atau putusannya juga masih berat'."

"Ini pentingnya si JC dalam Sistem Peradilan Pidana" jelas Erasmus dikutip dari Kompas Tv.

Apalagi, dalam hal kepangkatan Richard Eliezer dengan eks Kadiv Propan Polri Ferdy Sambo.

Tentu kepangkatan mereka terpaut jauh.

"Dalam kasus ini, posisi Bharada E dengan apa namanya pelaku lainnya, FS,  itu perbedaannya adalah 18 jenjang kepangkatan."

"Jadi ada konteks kerentanan ketika Bharada E di satu lingkungan perbuatan pidana ini."

"Sehingga kalau dibilang apakah beliau (Bharada E alias Richard Eliezer) merupakan pelaku kerja sama yang kita bisa anggap legitimate karena kerentanannya, jawabannya adalah iya," tegas Erasmus.

Sebelumnya, ICJR bersama PILNET, dan ELSAM mengirim amicus curiae kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas tuntutan pidana 12 tahun penjara terhadap Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.

Amicus curiae sendiri merupakan sebuah istilah latin yang berarti sahabat pengadilan.

Amicus curiae memiliki arti sebagai pihak yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.

"ICJR, PILNET, ELSAM akan mengirimkan amicus curiae kepada majelis hakim untuk perlindungan Bharada E sebagai justice collaborator," tulis keterangan ICJR yang diterima Tribunnews.com, Senin (30/1/2023).

Mereka berharap amicus curiae menjadi bahan pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap Bharada E atas perkara tewasnya Brigadir J.

Terlebih, Bharada E berstatus sebagai justice collaborator (JC) oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Kami memandang bahwa majelis hakim perlu mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh penjatuhan pidana untuk Bharada E yang berstatus sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau J justice collaborator," tulisnya.

>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved