Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal
RAME-RAME Dukung Bharada E, Pakar Hukum: Jaksa Emosional dan Egosektoral, Lempar Bola Panas ke Hakim
Sikap jaksa penuntut umum menolak replik dan tetap menuntut Bharada E hukuman 12 tahun penjara mendapat reaksi keras banyak pihak.
SURYA.co.id - Sikap jaksa penuntut umum menolak replik dan tetap menuntut Bharada E hukuman 12 tahun penjara mendapat reaksi keras banyak pihak.
Pakar hukum pidana Firman Wijaya bahkan menyebut jaksa penuntut umum (JPU) emosional dan egosektoral dalam menangani perkara Bharada E.
Menurut Firman Wijaya, sikap ini ditunjukkan jaksa ketika mereka baru mempertimbangkan rekomendasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam repliknya.
Harusnya, lanjut FIrman, pertimbangan rekomendasi LPSK ini sudah ada sejak di tuntutan.
"Karena di UU Perlindungan Saksi dan Korban sudah jelas siapa institusi yang punya peranan mengkoordianiskan perlindungan saksi dan korbanm. Kalau jaksa ada kesan mengesapingkan LPSK ini justru sikap yang tidak profesional," ujar Firman dikutip dari tayangan Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Senin (30/1/2023).
Baca juga: PERTIMBANGAN Hakim Jika Ingin Ringankan Hukuman Bharada E, JPU Ingatkan Soal Peran Eksekutor
Menurut Firman, secara teknis, hirarkis dan aspek yuridis rekomendasi LPSK ini harus sudah dipertimbangkan dari awal.
Apalagi, sudah ada surat keputusan bersama Jaksa Agung, Menteri Hukum dan HAM, Ketua MA, Ketua KPK dan LPSK terkait hal itu.
"Memang kewenangan penuntutan jaksa, tapi tidak bisa sektoral saja.
Perlindungan saksi itu program negara, buat apa ada SKB ada UU KPS," tegas Firman.
Di perkara ini, Firman melihat posisi justice collaborator Bharada E hanya dilihat dari perlindungan fisiknya saja.
"Tapi perlindungan hukumnya, dengan angka 12 tahun (penjara), apa itu disebut perlindungan.
Suatu saat JC akan sepi dukungan. apalagi ini ada ruang partsipasi publik," seru Firman dengan nada tinggi.
Firman melihat kesan jaksa sengaja melemparkan pertimbangan mengenai justice collaborator itu ke hakim.
"Bola panas dilemparkan ke hakim. Kenapa begitu? karena jaksa sudah telanjur mempertahankan dakwaan model jaring laba-laba.
Yang penting semua dijangkau, soal kebenaran itu soal belakangan," ujar Firman.