Berita Situbondo

Gawat, Ada Dugaan Penyimpangan DD/ADD di Puluhan Desa di Situbondo, DPMD Diminta Lakukan Pembinaan

BPMD sudah melakukan pembinaan ke pihak desa, namun tidak bisa mengendalikan perbuatan orang atau oknum di desa.

Penulis: Izi Hartono | Editor: Deddy Humana
surya/izi hartono
Pertemuan anggota Komisi I DPRD Situbondo dengan perwakilan DPMD di gedung dewan setempat, Jumat (6/1/2023). 

SURYA.CO.ID, SITUBONDO - Komisi I DPRD Situbondo meminta dinas terkait di Pemkab Situbondo memberi pembinaan sekaligus investigasi lebih mendalam terhadap pemakaian Dana Desa dan Alokasi Dana Desa (DD/ADD) tahun 2021. Itu setelah pihak Inspektorat menemukan dugaan penyimpangan penggunaan DD/ADD yang tanpa pertanggungjawaban.

Yang mengejutkan, temuan dugaan penyimpangan DD/ADD itu terjadi di puluhan desa, dan selama setahun juga tidak ada surat pertanggungjawaban (SPJ) dari masing-masing desa.

Atas temuan tersebut Komisi I memanggil dinas terkait yaitu Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Pemkab Situbondo, Jumat (6/1/2023). Dari data yang didapatkan Komisi I, ada 58 desa dari tujuh kecamatan yang diduga tidak menggunakan DD/ADD sesuai mekanisme.

Kepala DPMD, Suyatno yang memenuhi panggilan Komisi I di ruang komisi DPRD Situbondo, membenarkan bahwa ada 58 desa yang menggunakan DD/ADD tidak sesuai prosedur dari temuan inspektorat.

"Karena itu menjadi domainnya Inspektorat, kami tinggal berkoordinasi sejauh mana penyelesaian masalah di desa-desa itu," ujar Suyatno usai hearing di gedung dewan kepada SURYA.

Sayangnya, Suyatno tidak menjelaskan berapa jumlah DD/ADD dari desa-desa yang didapatkan inspektorat itu. "Saya tidak tahu, karena itu masih ranah inspektorat," kilah Suyatno.

Menurutnya, pihaknya akan selalu berkoordinasi dengan inspektorat sebelum menindaklanjuti temuan itu. "Semua desa-desa itu binaan kita, dan apa yang ditemukan bisa menjadi acuan agar tidak terulang lagi kasus seperti di 58 desa itu," kata Suyatno.

Sesuai tupoksinya, BPMD sudah melakukan pembinaan ke pihak desa, namun tidak bisa mengendalikan perbuatan orang atau oknum di desa. "Apa yang terjadi itu tergantung dari kepala desanya," ucapnya.

Tidak hanya itu, sambung Suyatno, pihaknya juga belum mengetahui 58 desa yang diselidiki Inspektorat itu, dan belum bisa memastikan apakah dugaan penyimpangan itu termasuk tindak pidana korupsi atau tidak.

Sementara Ketua Komisi I, Hadi Priyanto mengatakan, berdasarkan temuan Inspektorat ada 58 desa yang harus ditindaklanjuti. Namun ia yakin bahwa sudah ada pihak yang harus yang menyelesaikan temuan tersebut.

"Inspektorat memberikan batas akhir penyelesaian sampai 31 Januari 2023 ini, tetapi kalau tidak diselesaikan, maka itu menjadi kewenangan aparat penegak hukum ( APH)," kata politisi Partai Demokrat ini.

Pria asal Kapongan ini mengatakan, pihaknya masih menelaah data yang disampaikan DPMD. "Tadi juga dijelaskan ada lima desa yang tidak menyerap anggaran selama tahun 2022," ungkap Hadi.

Lima desa yang tidak bisa menyerap anggaran DD/ADD termin ketiga di antaranya Desa Sumberanyar, Kecamatan Mlandingan; Desa Pesanggrahan dan Desa Curah Kalak, Kecamatan Jangkar; Desa Banyuglugur dan Desa Kalianget, Kecamatan Banyuglugur.

"Persoalannya macam-macam, ada pergantian kepala desa (kades), dan terbelit kasus hukum. Kami juga dilakukan investigasi terhadap penyerapan DD/ADD," tegasnya.

Dengan temuan ini, Hadi menegaskan bahwa DPMD bersama Inspektorat harus memberikan pembinaan 58 desa yang bermasalah itu. "Kalau ada pihak desa yang masih mokong (membandel), itu bukan lagi pembinaan. Tetapi sudah menjadi tanggung jawab penegak hukum," pungkasnya. ****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved