Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal

SOSOK Ahli yang Didatangkan Ferdy Sambo dalam Sidang Hari ini, Guru Besar Universitas Hasanuddin

Ferdy Sambo akan kembali menghadirkan saksi ahli dalam agenda persidangan hari ini, Selasa (3/1/2022) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Penulis: Akira Tandika Paramitaningtyas | Editor: Adrianus Adhi
Kolase Surya.co.id
Sosok M Said Karim, Guru Besar Universitas Hasanuddin yang didatangkan Ferdy Sambo sebagai saksi ahli. 

SURYA.CO.ID - Ferdy Sambo akan kembali menghadirkan saksi ahli dalam agenda persidangan hari ini, Selasa (3/1/2022) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Saksi ahli yang dihadirkan oleh Ferdy Sambo diharapkan dapat mmeberikan keterangan sesuai keilmuan serta tak lain adalah mengurangi hukuman mantan Kadiv Propam Polri tersebut.

Melansir Tribunnews, agenda sidang hari ini digelar untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto mengatakan, sidang masih beragendakan mendengar keterangan ahli meringankan dari tim kuasa hukum terdakwa.

"Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, (keterangan) saksi a de charge (meringankan)," kata Djuyamto saat dikonfirmasi.

Baca juga: PANTESAN Ferdy Sambo Cabut Gugatannya ke Jokowi dan Kapolri, Kompolnas: Argumentasi Mudah Dipatahkan

Dihubungi terpisah, kuasa hukum kedua terdakwa Febri Diansyah mengatakan, pada hari ini pihaknya hanya akan menghadirkan satu ahli hukum pidana sekaligus Guru Besar Universitas Hasanuddin.

"Sesuai jadwal yang diberikan Majelis Hakim, Hari ini Tim Kuasa Hukum Ferdy Sambo dan Putri Chandrawati akan menghadirkan satu orang Ahli, yaitu: Prof. Dr. H. M. Said Karim S.H.,M.H.,M.Si.,CLA," kata Febri.

Dirinya berharap, dengan hadirnya ahli Said Karim dapat memberikan keterangan yang sesuai dengan keilmuannya.

Tak hanya itu kata Febri, keterangan ahli juga diharapkan dapat membela sekaligus meringankan hukuman kliennya serta membuat terang perkara.

"Ahli merupakan Guru Besar dari Universitas Hasanuddin yang mengajar Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana dan Kriminologi. Ia akan memberikan keterangan sesuai keilmuan yang dimiliki dapat diharapkan semakin membuat terang perkara ini," tukas Febri.

Baca juga: Ada Brigadir J di Foto yang Diserahkan Kubu Ferdy Sambo Jadi Bukti, Kuasa Hukum Sebut soal Perilaku

Lalu siapa sosok ahli yang akan didatangkan Ferdy Sambo dalam sidang?

Melansir beberapa sumber, M Said Karim merupakan guru besar sekaligus dosen tetap di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

Dia juga mendapatkan gelar akademik hingga S3 di kampus yang sama.

Melihat data di PPDikti, banyak memberikan materi mengenai hukum pidana.

Tak hanya di Universitas Hasanuddin, M Said Karim juga mengajar sebagai dosen di Universitas Muslim Indonesia.

Kuasa hukum Putri Candrawathi, Febri Diansyah terus berusaha menggugurkan status justice collaborator Bharada E. Kali ini lewat kesaksian ahli hukum pidana.
Kuasa hukum Putri Candrawathi, Febri Diansyah terus berusaha menggugurkan status justice collaborator Bharada E. Kali ini lewat kesaksian ahli hukum pidana. (kolase kompas TV)

Baca juga: Jika JPU Gagal Ungkap Motif Ferdy Sambo Bunuh Brigadir J, Ahli Pidana Singgung Bukti Kesengajaan

Status Justice Collaborator Bharada E Coba Digugurkan

Setelah kubu Ferdy Sambo yang mencoba menggugurkan status Justice Collaborator (JC) Bharada E (Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu), kini giliran kubu Kuat Maruf yang melakukan hal serupa. 

Upaya kubu Kuat Maruf menggugurkan status Justice Collaborator Bharada E tampak saat mempertanyakan hal itu ke ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Muhammad Arif Setiawan. 

Muhammad Arif Setiawan sengaja dihadirkan sebagai saksi ahli meringankan Kuat Maruf.

Kuasa hukum Kuat Maruf mempertanyakan tentang aturan tentang justice collaborator Kuat Maruf dalam Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban.

"Jenis pidana apa saja yang bisa memungkinkan untuk menjadi justice collaborator,?" tanya kuasa hukum Kuat Maruf. 

Muhammad Arif Setiawan menjelaskan, kalau JC dipahami sebagai seorang saksi menjadi bagian dari pelaku perbuatan pidana,tapi dia mau bersaksi dengan membuka tindak piadan itu.

Dikatakan, dalam UU PSK dibatasi secara limimatif jeis-jenis tindak pidana apa saja yang bisa diberikan status JC. 

"Memang di bagian akhir itu, ada bagian yang limitatif kemudian dibuka,

Tindak pidana sudah ditentukan. Ada tindak pidana korupsi, terorisme, narkotika, perdagangan orang dan kejahatan-kejahatan yang terorganisir," terang Arif. 

Tetapi, lanjut Arif,  UU PSK itu juga membuat peluang LPSK untuk menetapkan justice collaborator di luar pidana yang dibatasi tersebut. 

Hanya, persoalannya selain jenis tindak piidana, menurut Arif, status justice collaborat juga dibatasi bahwa dia bukan pelaku utama dari pidana yang dilakukan. 

"Bukan pelaku utama, itu ketentuannya dimana?," tanya kuasa hukum KUat Maruf.

"Ada di Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban," terang Arif.

Kuasa hukum Kuat Maruf juga mempertanyakan apada di Surat Edaran Mahkamah Agung juga memberikan batasan terjadap justice collaborator.

Arif mengayakan, seingat dia hal itu juga diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)

Sebelumnya, terkait justice collaborator ini juru bicara sosialisasi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), Dr Albert Aries memberikan pandangan berbeda.  

Dr Albert Aries yang menjadi saksi ahli hukum pidana dalam sidang perkara pembunuhan Brigadir J di PN Jakarta Selatan, Rabu (28/12/2022) menilai Bharada E layak mendapat status justice collaborator. 

Penilaian Dr Albert Aries ini menjawab pertanyaan kuasa hukum Bharada E tentang kelayakan kliennya mendapatkan status JC dari LPSK.

“Ada anggapan bahwa status JC tersebut tidak bisa diterapkan kepada terdakwa. Bagaimana pendapat dari sudut pandang ahli?” tanya Rori Sagala, Penasihat Hukum Bharada E.

Merespons pertanyaan itu, Albert lantas menyinggung penjelasan Pasal 5 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Albert berpandangan, status justice collaborator dapat diberikan kepada seseorang yang terkait dalam suatu perbuatan tindak pidana yang bisa membuatnya berada di posisi terancam.

"Di sana dikatakan bahwa tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi saksi atau korban di hadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya,” papar Albert.

“Berarti ini (pemberian status JC itu) dinilai secara obyektif oleh LPSK dalam memberikan perlindungan tadi," terang dia.

Lebih jauh, Albert juga menilai dasar hukum syarat pemberian JC juga tercantum di Pasal 28 UU Perlindungan Saksi dan Korban.

Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini mengungkapkan bahwa JC bakal diberikan kepada pihak yang bukan merupakan pelaku utama dalam suatu tindak pidana.

"Poin menarik adalah di poin e, adanya ancaman nyata atau kekhawatiran mengenai kejadian, ancaman fisik atau psikis terhadap saksi pelaku atau keluarganya," kata Albert.

"Ketika memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 28 dan sesuai penjelasan Pasal 5 Ayat 2 yang ukuran objektif, perlindungan itu bisa diberikan kepada seseorang yang memang ingin mengungkap suatu kejahatan," jelasnya.

Terkait kasus ini, Richard Eliezer didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf.

Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved