Tragedi Arema vs Persebaya Surabaya

TERKUAK Gas Air Mata Kadaluarsa di Tragedi Kanjuruhan, Polisi Bantah Fatal, TGIPF: Justru Mematikan

TERUNGKAP ada gas air mata kadaluarsa di tragedi Kanjuruhan. Polisi membantah berdampak fatal, tapi justru TGIPF menyebut sifatnya mematikan.

Editor: Musahadah
kolase surya/purwanto/tribunnews
Polri mengaku tembakkan beberapa gas air mata kadaluarsa di tragedi Kanjuruhan, namun bantah berdampak fatal. Sementara TGIPF menyebut justru mematikan. 

“Jadi (gas air mata) bukan senjata untuk mematikan, tapi senjata untuk melumpuhkan supaya tidak menimbulkan agresivitas,” ujarnya.

“Yang terjadi (di Kanjuruhan) adalah justru mematikan. Jadi ini tentu harus diperbaiki,” tutur dia.

Pihak Polri telah mengakui bahwa gas air mata yang ditembakkan personel kepolisian di Stadion Kanjuruhan sudah kedaluwarsa.

Terkait hal itu, Rhenald Kasali menegaskan Polri melakukan penyimpangan dan pelanggaran karena menembakkan gas air mata yang kedaluwarsa.

Untuk itu, Rhenald mengingatkan bahwa posisi kepolisian saat ini bukanlah sebagai kepolisian yang berbasis militer, tetapi berbasiskan kepolisian sipil.

“Karena gas air mata itu, ingat ini adalah kalau kepolisian itu adalah sekarang ini bukan military police, bukan polisi yang berbasis militer, tapi ini adalah civilian police. Nah, maka polisi itu ditangankanani oleh kitab HAM,” imbuh dia.

Temuan Komnas HAM 

Sebelumnya, komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, informasi bahwa gas air mata di tragedi Kanjuruhan kadaluwarsa itu didapatkan setelah pihaknya terjun ke lapangan.

"Tapi memang perlu pendalaman," kata Anam saat dihubungi Tribunnews.com pada Senin (10/10/2022).

Di sisi lain menurutnya yang juga penting dilihat adalah dinamika di lapangan saat peristiwa terjadi.

Baca juga: SISA PENDERITAAN Korban Tragedi Kanjuruhan, Bocah SMP ini Bolak-balik ke RS karena Mata Belum Normal

Menurutnya pemicu utama eskalasi kerusuhan tersebut adalah gas air mata yang menimbulkan kepanikan.

Gas air mata tersebut, kata Anam, membuat banyak suporter atau Aremania berebut untuk masuk ke pintu keluar dan berdesak-desakan dengan mata yang sakit, dada yang sesak, susah nafas, dan kondisi lainnya.

Terlebih, kata dia, pintu yang terbuka saat itu kecil sehingga mereka berhimpit-himpitan.

Ia mengatakan kondisi seperti itulah yang mengakibatkan kematian. 

"Jadi eskalasi yang harusnya sudah terkendali kalau kita lihat dengan cermat itukan terkendali sebenarnya, itu terkendali tapi semakin memanas ketika ada gas air mata," kata Anam.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved