Konflik Partai Demokrat

Langkah Hukum Yusril Gugat AD/ART Sebagai Terobosan Hukum, Mantan Ketua MK: Targetnya Cuma Demokrat

Langkah hukum Yusril Ihza Mahendra mewakili 4 mantan kader Partai Demokrat mengugat AD/ART sebagai terobosan hukum dikritik oleh mantan ketua MK.

Editor: Iksan Fauzi
Kompas.com
Yusril Ihza Mahendra mewakili 4 mantan kader Partai Demokrat pecatan menggugat AD/ART Demokrat ke MA. 

SURYA.co.id | JAKARTA - Langkah hukum Yusril Ihza Mahendra mewakili 4 mantan kader Partai Demokrat mengugat AD/ART sebagai terobosan hukum dikritik oleh mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva.

Hamdan Zoelva sekaligus pengacara Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menilai, cara Yusril menggugat AD/ART Demokrat bukan terobosan hukum, melainkan ada unsur politis.

Hamdan menilai, terobosan hukum bisa dilakukan jika yang digugat AD/ART banyak partai, bukan hanya Partai Demokrat saja. Apa yang dilakukan Yusril terdapat unsur politis.

Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra mengajukan judicial review gugatan AD/ART Demokrat ke Mahkamah Agung (MA) beberapa waktu lalu. Yusril juga tidak memasukkan Partai Demokrat kubu AHY sebagai termohon.

Hamdan Zoelva pun melihat, adanya unsur politis karena hanya Partai Demokrat yang menjadi target sasaran. "Kalau ditembak ke seluruh partai politik itu oke-oke saja."

"Tapi kalau ditembak ke satu partai, itu namanya politik," kata Hamdan saat wawancara khusus dengan Tribunnetwork, Selasa (19/10/2021).

Selain itu, Hamdan tak setuju anggapan terobosan hukum itu bertujuan agar memandang persoalan hukum tak jumud atau hanya sekadar tekstual.

Ia menilai, gugatan AD/ART Demokrat itu harus melihat peraturan perundang-undangan yang menaunginya. Sebab, AD/ART Demokrat itu telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, dan sah secara hukum.

Atas dasar itu, jika dianggap jumud, Hamdan mengajak untuk mengubah paradigma negara memandang partai politik.

"Oleh karena itu untuk tidak jumud, saya katakan ayo kita berpikir tentang Undang-undang Partai Politik, jadi bukan di situ caranya," ujarnya.

Hamdan menjelaskan, dalam tataran filosofis, negara membebaskan rakyat membuat partai politik, termasuk menyusun AD/ART partai.

Negara juga seminimal mungkin mencampuri aturan internal partai politik, kecuali dalam hal fundamental. Misalnya, dalam UU Partai Politik tak mengatur aturan pembatasan masa jabatan ketua umum parpol.

"Kini aturan internal partai politik adalah otonomi rakyat, kecuali kita ganti prinsip, itu beda."

"Karena itu kalau mengganti prinsip itu, maka dibuatlah sedemikian rupa, misalnya di undang-undang, seorang ketua tidak boleh lebih dari dua kali, cara kongres harus begini-begini, dibuat secara lengkap," tuturnya.

Halaman
1234
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved