Mahfud MD Jawab Tegas Tuntutan KKB Papua, Singgung Provokator Negara Lain, Berikut 4 Pernyataannya
Menko Polhukam Mahfud MD memberikan jawaban tergas terkait tuntutan KKB Papua. Singgung adanya provokator dari negara lain.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
Menurut Paulus, keinginan merdeka yang disampaikan KKB Papua merupakan kedok agar terhindar dari tuduhan kriminal.
"Saat mereka ingin makan mereka datang dan memintanya ke masyarakat, kadang mereka minta uang.
Masyarakat takut karena mereka bawa senjata, jadi memang mereka pelaku kriminal, tapi saat mau ditangkap bahasa yang keluar adalah mereka kelompok yang mau merdeka," jelas Paulus.
3. KKB Papua sebagai alat

Paulus menambahkan, seiring masuknya pembangunan, ada segelintir pihak yang lebih berpendidikan dan memiliki dana di Papua.
Mereka melihat KKB Papua sebagai alat untuk mendapatkan sesuatu.
Bahkan, menurut Paulus, ada beberapa KKB Papua di daerah tertentu yang diduga sengaja digerakkan untuk meraih kekuasaan politik.
Meski begitu, Paulus menolak menyebutkan nama daerah itu.
"Ada juga yang terindikasi dalam rangka pilkada, awal mula yang saya pahami dari hasil ungkapan yang lalu, itu memang dibentuk dalam rangka Pilkada," ujarnya.
4. Ada penyandang dana
Paulus menyebutkan, senjata api dan amunisi yang dimiliki KKB Papua sebagian besar berasal dari hasil rampasan ketika menyerang aparat keamanan yang sedang lengah.
Tetapi, tindakan perampasan itu tak lagi bisa dilakukan karena aparat keamanan meningkatkan kewaspadaan.
Sehingga, KKB Papua mencari cara lain mendapatkan pasokan amunisi.
Hal ini yang kemudian menjadi pertanyaan aparat keamanan, apakah ada pihak lain yang memasok amunisi untuk KKB Papua.
"Itu yang menjadi pertanyaan kita, berarti ada pihak yang menyandang dana dan pasti orang yang punya dana. Kalau kita lihat dari indikasinya memang ada (yang dicurigai), banyak kepentigan, ada yang terkait dengan kekuasaan di daerah tertentu," ujar Paulus.
Berdasarkan penyelidikan polisi, beberapa pihak diduga menjadi penyandang dana KKB Papua.
Namun, kata Paulus, penindakan sulit dilakukan karena diduga bakal memicu respons sejumlah pihak.
"Untuk melakukan penindakan diperlukan sebuah keputusan bersama untuk menindak itu karena itu sensitif dan harus komperhensif, kalau tidak repot," kata dia.(*)