Rincian Besaran THR PNS 2020 Sudah Ditetapkan Paling Sedikit Rp 1,5 Juta, Pensiunan Juga Dapat
Para pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI-Polri, termasuk pensiunan, bisa kembali cek rincian besaran THR yang akan mereka terima.
3. Penerima pensiun.
THR yang diberikan paling banyak meliputi pensiun pokok, tunjangan keluarga, dan/atau tunjangan tambahan penghasilan
4. Penerima pensiun terusan dari pensiunan PNS, Prajurit TNI, atau Anggota Polri yang meninggal, tewas, gugur, yaitu sebesar penghasilan satu bulan gaji terusan pada dua bulan sebelum hari raya
5. Penerima pensiun dari pensiunan PNS, Prajurit TNI, atau Anggota Polri yang dinyatakan hilang, yaitu sebesar penghasilan satu bulan gaji terusan pada dua bulan sebelum bulan hari raya
6. Penerima tunjangan, THR sebesar tunjangan sesuai peraturan perundang-undangan
7. Pegawai non PNS pada LNS atau LPP, atau pegawai lainnya, sebesar lampiran PP
8. Pegawai non PNS pada BLU, sebesar komponen gaji pada remunerasi, paling tinggi sebesar THR yang diterima PNS pada jabatan yang setara
9. Calon PNS, paling banyak sebesar 80% dari gaji pokok PNS, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan/umum.
Asal mula THR
Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan resmi mengizinkan penundaan pemberian tunjangan hari raya ( THR) dari perusahaan ke pekerjanya.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Melalui SE tersebut, Ida menjabarkan opsi-opsi yang dapat ditempuh perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR kepada pekerjanya secara tepat waktu.
Perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR secara tepat waktu maka perlu melakukan dialog terlebih dahulu agar mencapai kesepakatan dengan pekerjanya.
Keputusan ini tentu mengundang reaksi kekecewaan dari para buruh.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal bahkan menolak SE dari Menaker untuk memberi kelonggaran bagi pengusaha untuk tak membayarkan THR 100 persen.
“KSPI berpendapat, THR harus dibayar 100 persen bagi buruh yang masuk bekerja, buruh yang diliburkan sementara karena covid-19, buruh yang dirumahkan karena covid-19, maupun buruh yang di PHK dalam rentang waktu H-30 dari lebaran,” kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangannya, Kamis (7/5/2020) dikutip dari Kompas.com.
THR memang menjadi salah satu hal yang ditunggu-tunggu oleh buruh di Indonesia menjelang hari raya.
Kehadirannya dinanti karena menjadi harapan untuk bertahan di saat situasi perekonomian yang sulit akibat pandemi Covid-19.
Lantas, kapan sebenarnya THR pertama kali diberikan di Indonesia dan siapa pencetus pertama kebijakan ini?
Awalnya hanya untuk PNS
Melansir bulelengkab.go.id, pembagian dan pemberian uang THR bagi para pekerja di Indonesia dimulai pertama kali pada era Kabinet Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi yang dilantik pada tahun 1951.
Soekiman Wirjosandjojo adalah Perdana Menteri sekaligus Menteri Dalam Negeri Indonesia ke-6 sekaligus pencetus kebijakan pemberian THR.
Kala itu pembagian uang THR tersebut merupakan salah satu program kerja kabinet Soekiman yang diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan para pegawai negeri sipil (PNS).
Kelompok pegawai negeri sipil terdiri dari priyayi, menak, kaum ningrat, TNI, dan sekelasnya.
Pada era Kabinet Soekiman, pembagian THR bisa berupa uang setiap bulan di akhir bulan Ramadhan.
Nilainya sebesar Rp 125 sampai Rp 200, yang sekarang setara dengan Rp 1.100.000 sampai Rp 1.750.000.
Tidak hanya itu, tunjangan juga diberikan diberikan dalam bentuk tunjangan beras.
Menuai protes dari buruh
Pada 13 Februari 1952, dimulai aksi protes dan demonstrasi dari kaum buruh terhadap pembagian THR yang diperuntukkan hanya untuk PNS saja.
Protes dilakukan lantaran buruh merasa hal tersebut tidak adil karena mereka juga merasa turut bekerja keras bagi perusahaan-perusahaan swasta dan milik negara.
Hal tersebut dapat menimbulkan kesenjangan sosial antara kaum buruh dan pegawai negeri.
Sebagai bentuk protesnya, para kaum buruh langsung menggelar mogok kerja, sembari menuntut pemerintah untuk adil dalam memberikan tunjangan kepada mereka.
Namun, tuntutan dari kaum buruh tidak dapat diterima oleh pemerintah.
Kebijakan tunjangan dari kabinet Soekiman akhirnya menjadi titik awal bagi pemerintah untuk menjadikannya sebagai anggaran rutin negara.
Baru diatur secara resmi tahun 1994
Tahun 1994 pemerintah akhirnya secara resmi mengatur perihal THR secara khusus.
Peraturan mengenai THR ini dituangkan di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.
Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa pengusaha wajib memberikan THR kepada para pekerja yang telah bekerja selama tiga bulan secara terus menerus atau lebih.
Besaran THR yang diterima pun disesuaikan masa kerja. Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih menerima sebesar satu bulan gaji.
Sementara pekerja yang mempunyai masa kerja tiga bulan secara terus menerus tapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerjanya, yakni dengan perhitungan masa kerja dibagi 12 dikalikan 1(satu) bulan gaji.
Pada 2016, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan merevisi peraturan mengenai THR tersebut.
Perubahan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 6/2016.
Peraturan terbaru itu menyebutkan bahwa pekerja yang memiliki masa kerja minimal satu bulan sudah berhak mendapatkan THR.
Selain itu, kewajiban pengusaha untuk memberi THR tidak hanya diperuntukan bagi karyawan tetap, melainkan juga untuk pegawai kontrak.
Termasuk yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu, (PKWT). (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Segera Cair, Ini Besaran THR PNS di Lebaran Tahun Ini" dan "Asal-usul THR, Awalnya Hanya untuk PNS hingga Picu Protes Buruh",