Kronologi Emak-emak Tanpa Busana Hadang Alat Berat dan Aparat, 'Leluhur Kami Sudah Tumpah Darah'
Kronologi Emak-emak Tanpa Busana Hadang Alat Berat dan Aparat, 'Leluhur Kami Sudah Tumpah Darah,' Katanya
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Kronologi emak-emak (ibu-ibu) nekat melepas busananya untuk menghadang alat berat dan aparat terjadi di Dusun Sileang-leang Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir
Kronologi aksi emak-emak tanpa busana ini berawal saat masyarakat Adat Raja Na Opat Sigapiton bertahan memperjuangkan lahan yang mereka yakini sebagai haknya
Dilansir dari Tribun Medan dalam artikel 'Bentrok Warga dan Aparat di Sigapiton, Kaum Ibu Nekat hingga Menghadang Alat Berat', alat berat yang dikirim BPODT dikawal aparat masuk dan membuka jalan dari The Nomadic Kaldera Toba Escape menuju Batu Silali sepanjang 1900 m dan lebar 18 meter.
Pembangunan jalan tersebut merupakan bagian dari pengembangan industri pariwisata di Kawasan Danau Toba.

Bersamaan dengan dioperasikannya alat berat, BPODT mengajak aparat keamanan.
Spontan emak-emak dari masyarakat Adat Raja Na Opat Sigapiton histeris dan membuka pakaiannya satu persatu.
Mereka menghalauaparat yang mengawal alat berat ke area Batu Silali.
Emak-emak tanpa busana tersebut bertahan di lahan kopi.
Mereka mengatakan lahan yang dijadikan Kaldera Toba Nomadic Escape BODT Tersebut tanah ulayat mereka.
"Jangan rampas lahan kami, leluhur kami sudah tumpah darah memperjuangkan ini dari Belanda," ujar seorang emak-emak, Kamis (12/9/2019)
Mangatas Togi Butar-butar, tokoh Masyarakat Adat Raja Na Opat Sigapiton mengatakan, persoalan lahan tersebut belum 'clean and clear'.
"Padahal kan saat pertemuan dengan pak Luhut Sabtu lalu, soal pembukaan jalan ini harus dirundingkan kembali dengan kami. Kenapa langsung dipaksakan," kata Togi.
Menurutnya, hingga saat ini masih terjadi konflik antara BPODT, Pemkab Tobasa dengan warga Masyarakat Adat marga Butarbutar dari Dusun Sileang-leang, Sigapiton.
Buntut panjang persoalan tersebut ditandai dengan tidak 'clean and clearnya' lahan 386, 5 Ha di lokasi yang saat ini difokuskan pembangunan resort, hotel dan lain-lain.
Sebelumnya, pembukaan jalan ini sempat menuai penolakan dari masyarakat karena jalan tersebut melewati daerah pekuburan dan juga perladangan masyarakat.