Berita Madiun
Berawal Dari Kasus Anak Hilang di Lumajang, Polisi Ungkap 'Money Game' Direksi PT Amoeba
Tak disangka. Kasus anak hilang di Lumajang justru mengungkap sebuah sindikat kejahatan money game Q-Net.
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Eben Haezer Panca
SURYA.co.id | LUMAJANG - Berawal dari pengungkapan laporan anak hilang, Polres Lumajang mengungkap kasus 'money game' yang menggunakan skema piramida.
Tersangka dalam kasus ini adalah MK (48), direksi PT Amoeba International yang berasal dari Kebonsari, Madiun.
Sesuai pengakuan MK, PT ini berafiliasi dengan PT Q-Net sebagai induk perusahaan yang menjalankan perdagangan sistem piramida.
Kapolres Lumajang, AKBP M Arsal Sahban mengatakan, para member baru diwajibkan untuk mencari dua anggota.
Setiap anggota baru tersebut ditugaskan hal yang sama yakni merekrut anggota baru sehingga membentuk sistem binari (piramida), yaitu masing masing kaki kanan dan kirinya akan bercabang terus.
Mereka dijanjikan, setiap kelipatan tiga masing-masing kaki kiri dan kanan, mereka akan mendapatkan 250 dolar AS. Mereka bahkan dijanjikan akan mendapatkan Rp 11 miliar dalam setahun jika bekerja secara tekun.
Arsal menuturkan, pengungkapan kasus ini bermula dari laporan anak hilang ke Mapolres Lumajang.
"Awal pengungkapan kasus ini adanya laporan anak hilang, yang setelah kami telusuri ternyata anak tersebut bergabung dengan bisnis Q-Net di Kota Madiun.
Korban diharuskan membayar uang sebesar 10 juta. Kami kembangkan kasus tersebut untuk mendalami money game ini serta untuk menetapkan tersangka," ujar Arsal, Rabu (4/9/2019).
Para member selalu dijanjikan untuk bekerja sebagai pendata barang dengan gaji perbulan mencapai Rp 3 juta.
Tapi setelah mereka bergabung, kerja yang diinginkan tak pernah ada.
Selanjutnya mereka diperintahkan oleh atasan mereka untuk mencari member baru dengan cara yang sama, yaitu menawarkan pekerjaan sebagai pendataan barang dan mendapat gaji Rp 3 juta.
Member baru yang datang akan langsung dicuci otak dan disuruh membayar dengan nominal yang sama seperti pendahulunya. Dari pengakuan beberapa korban, ada yang menjual sawah, ada yg menjual sapi bahkan ada yang berutang ke rentenir maupun menggadaikan motor untuk mendapatkan uang Rp 10 juta itu.
"Para korban mengaku sewaktu di kota Madiun, ditempatkan di satu rumah dan dijaga oleh para seniornya serta tidak diizinkan kemana-mana.
Beberapa dari mereka terpaksa memberanikan diri keluar dengan cara melarikan diri melalui jendela pada saat malam hari.