Kilas Balik
Soekarno Pernah 'Semprot' Menlu AS Soal Papua Setelah Sidang PBB, ini yang Bung Karno Ucapkan
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Christian Herter pernah kena 'semprot' presiden pretama RI, Soekarno. Ini kisahnya
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Christian Herter pernah kena 'semprot' presiden pretama RI, Soekarno
Hal ini lantaran Soekarno merasa geram karena masalah Irian Barat (sekarang Papua) beberapa kali tak dibahas dalam sidang PBB
Dilansir dari SOSOK.grid.id dalam artikel 'Lontarkan Ancaman yang Buat Menlu Amerika Ketar-Ketir, Soekarno : Kami Terpaksa Melakukan Politik Memakai Senjata', masalah ini berawal saat 70 figur politikPapua sembrono mengibarkan bendera Bintang Kejora di Irian Barat pada 1 Desember 1961
Mereka mencoba menyandingkan pengibaran Bintang Kejora dengan bendera Merah-Putih-Biru milik Belanda.

Hari itu para elite Papua pengikut Belanda juga menyepakati untuk memberi nama Papua Barat dan meresmikan lagu kebangsaan 'Hai Tanahku Papua' dengan lambang negara 'Burung Mambruk' serta semboyan 'Satu Rakyat, Satu Jiwa.'
Aksi 'teatrikal' ini mendapat respon keras dari pemerintah Indonesia.
Mengutip Asvi Warman Adam : Determinasi Soekarno Memilih Hari Proklamasi yang diterbitkan oleh Majalah Intisari No.635 Agustus 2015, 18 hari kemudian untuk merespon aksi teatrikal itu, Soekarno langsung mengumandangkan Tri Komando Rakyat (Trikora) di Yogyakarta.
Sengaja Soekarno mengumandangkan Trikora pada 19 Desember 1961 untuk mengingat Agresi Militer Belanda pada 19 Desember 1948 di Yogyakarta.
Menindaklanjuti seruan ini, maka Angkatan Perang Indonesia membentuk Komando Mandala yang dikomandani oleh Soeharto.
Beralihnya diplomasi Indonesia yang semakin agresif ini karena sikap Belanda dan Amerika Serikat yang sebelumnya keras kepala kukuh agar Irian Barat jadi negara sendiri.
Awalnya Indonesia ingin masalah Irian Barat diselesaikan di meja perundingan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Namun pada Sidang PBB tahun 1960, masalah Irian Barat tak menjadi tema utama sidang.
Soekarno geram bukan main, ia lantas menumpahkan kekesalannya dan berkata dengan nada mengancam ke Menteri Luar Negeri (Menlu) AS saat itu Christian Herter seusai sidang.
"Kami meminta Sekjen PBB memasukkan masalah ini dalam agenda PBB tahun 1954. Kami ulangi lagi tahun 1955, 1956, 1957... setiap tahun. Harap dijelaskan kepada pemerintah Anda, kami tidak berniat menaklukan satu bagian dunia yang bukan milik kami. Kami bukan ekspansionis. Tetapi kini kami terpaksa melakukan politik memakai senjata," semprot Soekarno kepada Herter.

Herter langsung menyampaikan hal ini kepada Presiden Amerika Serikat dan tak butuh waktu lama AS pun mulai lunak agar Irian Barat diserahkan kepada Indonesia.
Akan tetapi Belanda masih ngotot bercokol di Irian.
Hal ini membuat Indonesia semangat mempersiapkan segala sesuatunya untuk merebut Irian Barat secepat mungkin.
Menlu Indonesia Soebandrio langsung berpidato di PBB menyoal Irian Barat, Soekarno terbang ke Amerika Serikat untuk berunding dengan JF Kennedy dan A.H.Nasution ditugaskan ke Soviet untuk memborong persenjataan yang dijual oleh Beruang Merah.
Diplomasi bersenjata Indonesia membuahkan hasil dimana pada tanggal 1 Mei 1963 Irian Barat kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Soekarno Pernah Jadi Target Penembakan
Soekarno juga pernah menjadi target penembakan saat melaksanakan salat Idul Adha.
Dikisahkan dalam buku 'Soekarno Poenja Tjerita' terbitan Bentang tahun 2016 disebutkan bahwa kejadian itu terjadi pada 14 Mei 1962.
Ketika itu Sanusi yang menjadi suruhan dari anak buah Kartosoewiryo, Mardjuk, diperintah untuk membunuh Soekarno.
Kartosoewiryo sendiri merupakan pimpinan Negara Islam Indonesia ( NII).
Selain itu, Kartosoewiryo sebenarnya juga salah satu teman Soekarno saat masih kos milik HOS Cokroaminoto, di Gang Peneleh, Surabaya.
Mendapatkan perintah itu, Sanusi berusaha menjalankannya.
Ia pun menunggu momentum saat Soekarno salat Idul Adha di Istana.
Sanusi lantas menembakkan pistol miliknya ke arah Soekarno, tepatnya ketika sang presiden sedang salat.
Beruntung, peluru tersebut gagal meluncur ke arah Soekarno.
Kendati demikian, sejumlah jamaah salat Idul Adha mengalami luka akibat tertembak di bahu dan punggung.
"Penembakan yang dilakukan dari jarak sekitar 7 meter (penembak berada di saf ketujuh), meleset," begitu penjelasan dalam buku itu.
Hal ini terlihat mustahil lantaran Sanusi merupakan penembak jitu alias sniper andalan DI/NII.
"Jalan kematian memang bukan kuasa manusia," tulis buku itu.
Namun, berdasarkan pengakuan Sanusi, pandangannya mendadak kabur saat akan menembak.
Yang dilihatnya adalah bayang-bayang sosok Soekarno yang bergeser-geser, dari satu posisi ke posisi lain.
"Karena itulah, tembakannya pun menjadi ngawur," tambah buku tersebut.
Dalam sidang, Sanusi Firkat alias Usfik, Kamil alias Harun, Djajapermana alias Hidajat, Napdi alias Hamdan, Abudin alias Hambali, dan Mardjuk bin Ahmad Dijatuhi hukuman mati.
Selain menangkap mereka, pemerintah saat itu juga berhasil menangkap Kartosoewiryo.
Kartosoewiryo ditangkap tentara Siliwangi saat bersembunyi di dalam gubuk yang ada di Gunung Rakutak, Jawa Bara,4 Juni 1962.
Vonis mati dijatuhkan kepada Kartosoewiryo.
Soekarno menolak grasi mantan sahabatnya itu, sehingga Kartosoewiryo pun tetap dieksekusi mati.
Meski begitu, Soekarno bertanya kepada regu tembak pasca eksekusi itu dilakukan.
"Bagaimana sorot matanya? Bagaimana sorot mata Kartosoewiryo? Bagaimana sorot matanya?" tanya Soekarno.
Mendapatkan pertanyaan itu mereka pun menjadi bingung.
Meski demikian, seorang ajudan spontan menjawabnya.
"Sorot mata Kartosoewiryo tajam. Setajam tatapan harimau pak," jawabnya.
Mendapatkan jawaban seperti itu, Soekarno lantas bernafas lega, dan melempar tubuh ke sandaran kursi,
Tak lama setelah itu, Soekarno pun mendoakan keselamatan arwah Kartosoewiryo.