Kilas Balik

Sosok Danjen Kopassus Witarmin yang Sukses Tumpas PKI di Blitar, Berjuang Sejak Perang Kemerdekaan

Sosok salah satu danjen Kopassus, Letnan Jenderal TNI (Purn) Witarmin cukup melegenda terutama saat penumpasan PKI di Blitar

kopassus.mil.id
Sosok Danjen Kopassus Witarmin yang Sukses Tumpas PKI di Blitar 

SURYA.co.id - Sosok salah satu danjen Kopassus, Letnan Jenderal TNI (Purn) Witarmin cukup melegenda terutama saat penumpasan PKI di Blitar

Dilansir dari Tribun Jabar dalam artikel 'Profil Witarmin, Berhasil Pimpin Pasukan Tumpas Para Pemberontak, Dia Mantan Komandan Kopassus', operasi penumpasan PKI di Blitar yang dilakukan oleh danjen kopassus Witarmin dikenal dengan Operasi Trisula

Operasi Trisula dipimpin oleh Letnan Jenderal Witarmin yang kala itu masih berpangkat kolonel.

Keberhasilan Witarmin pada Operasi Trisula membuatnya naik menjadi komandan Kopassus.

Hal ini tak lepas dari sepak terjangnya sebagai komandan Brigif Linud/18 Trisula.

Nyaris Kena Peluru KKB Papua, Jenderal TNI Jebolan Kopassus ini Balas dengan Tembakan Lebih Gencar

Letnan Jenderal Witarmin, mantan Komandan Kopassus yang menjadi kunci keberhasilan operasi bersejarah, yakni Operasi Trisula.
Letnan Jenderal Witarmin, mantan Komandan Kopassus yang menjadi kunci keberhasilan operasi bersejarah, yakni Operasi Trisula. (Wikipedia via Tribun Jabar)

Setelah pemberontakan G30S/PKI meletus, Witarmin pun ditugaskan memimpin Operasi Trisula itu di Blitar Selatan.

Ia memimpin pasukan untuk menumpas sisa-sisa pemberontak G30S/PKI yang bersembunyi ke kawasan Blitar Selatan.

Dilansir dari Kompas, ada tempat bersejarah yang menjadi pelarian para pemberontak G30S/PKI.

Tempat itu adalah sebuah goa yang berada di Desa Tumpak Kepah, Bakung, Blitar Selatan.

Goa tersebut dikenal warga setempat bernama Mbultuk.

Goa itu menjadi tempat terkenal di Blitar Selatan karena menjadi tempat persembunyian orang-orang yang diincar pasukan Witarmin.

Penumpasan pasukan Witarmin terhadap para pemberontak pun membuat sosoknya dikenang warga Blitar Selatan.

Di sana dibuatkan patung Kolonel Inf Witarmin.

Tak hanya itu, untuk mengenang Operasi Trisula yang bersejarah itu dibangun pula Monumen Trisula.

Dilansir dari Wikipedia, Witarmin lahir di Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur pada tahun 1929 dan meninggal pada 9 Juli 1987 pada usia 58 tahun

Witarmin sempat menjabat sebagai kapten Pembela Tanah Air (PETA) pada 1942.

Riwayat Pendidikan

- SMA Gajah Madha Kertosono
- Peta (1942)

Riwayat Jabatan

- Komandan Brigif Linud 18/Trisula (1966-1969)
- Komandan RPKAD (1970-1975)
- Pangdam VIII/Brawijaya (1975-1981)

Tokoh lain yang tak kalah berperan dalam penumpasan G30S/PKI adalah Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo, yang merupakan ayah Ani Yudhoyono

Gerakan 30 September atau G30S/PKI terjadi saat Sarwo Edhie menjadi Komandan RPKAD

Pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, enam jenderal, termasuk Ahmad Yani diculik dari rumah mereka dan dibawa ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.

Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo Ayah Ani Yudhoyono
Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo Ayah Ani Yudhoyono (kopassus.mil.id)

Hari itu dimulai seperti biasanya bagi Sarwo Edhie dan pasukan RPKAD yang sedang menghabiskan pagi mereka di markas RPKAD di Cijantung, Jakarta.

Kemudian Kolonel Herman Sarens Sudiro tiba. Sudiro mengumumkan bahwa ia membawa pesan dari markas Kostrad dan menginformasikan kepada Sarwo Edhie tentang situasi di Jakarta.

Sarwo Edhie juga diberitahu oleh Sudiro bahwa Mayor Jenderal Soeharto yang menjabat sebagai Panglima Kostrad diasumsikan akan menjadi pimpinan Angkatan Darat.

Setelah memberikan banyak pemikirannya, Sarwo Edhie mengirim Sudiro kembali dengan pesan bahwa ia akan berpihak dengan Soeharto.

Setelah Sudiro pergi, Sarwo Edhie dikunjungi oleh Brigjen Sabur, Komandan Cakrabirawa. S

abur meminta Sarwo Edhie untuk bergabung dengan Gerakan G30S/PKI.

Sarwo Edhie mengatakan kepada Sabur dengan datar bahwa ia akan memihak Soeharto.

Pada pukul 11:00 siang hari itu, Sarwo Edhie tiba di markas Kostrad dan menerima perintah untuk merebut kembali gedung RRI dan telekomunikasi pada pukul 06:00 petang.

Komandan RPKAD Sarwo Edhie
Komandan RPKAD Sarwo Edhie (Wikipedia)

Ketika pukul 06:00 petang tiba, Sarwo Edhie memerintahkan pasukannya untuk merebut kembali bangunan yang ditunjuk.

Hal ini dicapai tanpa banyak perlawanan, karena pasukan itu mundur ke Halim dan bangunan diambil alih pada pukul 06:30 petang.

Dengan situasi di Jakarta yang aman, mata Soeharto ternyata tertuju ke Pangkalan Udara Halim.

Pangkalan Udara adalah tempat para Jenderal yang diculik dan dibawa ke basis Angkatan Udara yang telah mendapat dukungan dari gerakan G30S.

Soeharto kemudian memerintahkan Sarwo Edhie untuk merebut kembali Pangkalan Udara.

Memulai serangan mereka pada pukul 2 dinihari pada 2 Oktober, Sarwo Edhie dan RPKAD mengambil alih Pangkalan Udara pada pukul 06:00 pagi.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved