Kilas Balik
Cerita Mbah Parno Akan Ditembak Ajudan Soeharto Gara-gara Pisang, Endingnya Pak Harto Minta Maaf
Suparno, pria yang bekerja sebagai penjaga Masjid Istiqlal sejak 66 tahun silam ini sempat menceritakan kisahnya dengan Soeharto
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
Namun menurut Mbah Parno, hanya dirinya yang bisa dipercaya sang arsitek.
Mbah Parno lah yang hafal kegemaran Frederich, mulai dari kopi, makan siang, bir, hingga martabak khas timur tengah di bilangan Harmoni.
Keduanya pun menjadi akrab. Keluarga Silaban bahkan pernah mencari Mbah Parno untuk mengucapkan terima kasih beberapa tahun lalu.
"Pernah sekali waktu saya bilang kalau saya mendoakan Pak Silaban masuk Islam. Dia tidak marah," kata Mbah Parno.
Pernah jadi pengantar surat
Setelah menjadi kuli dan pelayan, Mbah Parno ditawari tetap bekerja di Istiqlal sebagai pengantar surat.
Setiap pagi, ia berjalan kaki dari kontrakan mungilnya di Gang Mangga, Kemayoran ke Masjid Istiqlal.
Untuk mengantar surat di Gedung Pos di Lapangan Banteng pun ia kerap berjalan kaki.
"Saya enggak mau naik angkutan umum. Sering diajak bareng sama orang Kemenag dan orang Setneg pun saya tidak mau. Lebih suka jalan kaki," kata Parno.
Seiring bertambahnya usia, pekerjaan Mbah Parno semakin mudah.
Di hari tuanya, ia bekerja sesukanya mengatur saf shalat.
Ia bahkan tak perlu absen. Tak ada dorongan lain yang membuat Mbah Parno betah bekerja puluhan tahun di Istiqlal selain ibadah.
Penghargaan berupa rumah yang diterimanya dari Kemenag pada Jumat (4/1/2019) lalu pun tak pernah diharapkannya.
"Kerja itu yang penting mental kuat. Jangan mencuri, jangan menipu. Selamat keluarga sehat, selamat, hidup cukup, itu sudah sangat bersyukur," kata Mbah Parno.