Kilas Balik
Cerita Mbah Parno Akan Ditembak Ajudan Soeharto Gara-gara Pisang, Endingnya Pak Harto Minta Maaf
Suparno, pria yang bekerja sebagai penjaga Masjid Istiqlal sejak 66 tahun silam ini sempat menceritakan kisahnya dengan Soeharto
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
"Dia marah karena pisangnya rasanya sepat. Waktu beli di Pasar Baru kan saya beli saja pisang yang gede, pisang raja. Rupanya dia tidak suka," kata Parno.
Parno pun meminta maaf.
Namun, ternyata, Soeharto hanya bercanda.
Tak lama, Soeharto menghampiri dirinya untuk minta maaf.
Pernah Jadi Pelayan
Mbah Parno juga sempat menjadi pelayan Silaban dan insinyur-insinyur yang membangun Istiqlal.
Saat itu sang mandor mengumumkan tengah membutuhkan satu orang untuk menjadi pelayan Silaban dan insinyur-insinyur yang membangun Istiqlal.
Dari ribuan kuli, tak ada yang mau menjadi pelayan.
"Pas lagi itu, saya tiduran di pohon kan capek habis ngaduk semen. Semua teman-teman nunjuk-nunjuk ke saya," kata Mbah Parno.
Parno pun dipanggil oleh mandor. Ia diminta menjadi pelayan dengan pekerjaan lebih ringan, namun upah lebih kecil.
Upah kuli sehari mencapai Rp 15, sementara pelayan atau pekerja administratif hanya Rp 5.
"Ditanya 'Benar mau ya? Nanti setelah masjid jadi diangkat loh jadi PNS', saya percaya enggak percaya, tapi tetap saya jalanin," ujar Parno.
Tak cuma upah yang lebih rendah yang membuat para kuli tak ada yang mau bekerja jadi pelayan para insinyur dan arsitek.
Galaknya Frederich Silaban juga jadi salah satu sebab. Namun, Mbah Parno sudah terlanjur mengambil kesempatan itu.
"Pak Silaban itu... Wah galak banget, (orang) Batak kan dia," kata Mbah Parno.