Penembakan di Papua
Ayah Korban Trans Papua Mohon Jokowi dan Luhut Temukan Jasad Anaknya, 5 Korban Lain Ditemukan
Ayah korban pekerja Trans Papua, Edison Simanjuntak (69 tahun) berharap Rikki Cardo Simanjuntak alias Rikardo, putranya, segera ditemukan.
SURYA.co.id | BALIGE - Ayah korban pekerja Trans Papua, Edison Simanjuntak (69 tahun) berharap Rikki Cardo Simanjuntak alias Rikardo, putranya, segera ditemukan.
Edison cemas sebab sang anak belum diketahui keberadaanya hingga Jumat (7/12), sepekan setelah penembakan mati 19 orang oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Puncak Kabo, Kali Yigi-Kali Aurak, Distrik Yigi Kabupaten Nduga, Papua.
Menurut TNI, jasad lima orang lainnya masih hilang.
"Mohon kepada Bapak Presiden Jokowi, atau pun Bapak Luhut (Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, red), temukan anak saya. Saya orang Batak yang susah," kata Edison saat ditemui di kediamannya di Desa Napitupulu Bagasan Sosor Dolok, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, kemarin.
• Muncul Spanduk #JKWBersamaPKI, Pria Ini Laporkan BPP Prabowo-Sandi ke Bawaslu
• 5 Fakta Kegigihan TNI dan Polri Evakuasi Korban Trans Papua meski KKB Bombardir Helikopter Aparat
• Ini Sosok Egianus Kogoya Pembantai 19 Pekerja di Trans Papua Menurut Pengamat Terorisme Sidney Jones
"Sesudah datang berita ini, tensi saya pun sudah menurun. Makan pun tidak bisa, mohon kepada Bapak Luhut," ujar Edison.
Edison duduk termenung di atas kursi plastik di rumahnya ketika ditemui, Jumat (7/12), tengah hari.
Wajahnya tampak cemas penuh harap akan kehadiran anaknya.
Edison menyebut Rikki sudah setahun menjadi karyawan PT Istaka Karya (Persero) dan mengerjakan proyek jembatan Trans Papua.
PT Istaka Karya (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia bergerak di bidang konstruksi.
• Ditanya Ngotot Jadi RI 1, Prabowo : Saya Dapat Mandat dan Itu Adalah Amanah yang Harus Dijaga
• Egianus Kogoya Enggan Lawan Helikopter TNI, Inilah 3 Alutsista TNI yang Ampuh Tumpas KKSB

Saat ditemui, Edison didampingi anak ketiganya Aldo Simanjuntak, mengatakan, mereka terakhir berkomunikasi dengan putranya pada Rabu, 28 November 2018 lalu.
Hingga kemarin mereka juga belum mendapatkan informasi dari pemerintah pusat, baik Pemkab Tobasa terkait keberadaan Rikki di Papua.
"Sampai saat ini, kami hanya masih berkomunikasi dan mencari informasi dari orang-orang terdekat, keluarga dan sanak saudara untuk mengetahui kabar saudara kami)," timpal Aldo.
Menurut Edison, beberapa waktu lalu setelah Rikki bekerja di Nduga, memang pernah diberhentikan penduduk dan diminta untuk pulang.
Namun, tidak diketahui pasti pihak darimana yang mengusir mereka dari lokasi pengerjaan jembatan.
Pada Rabu 28 November, Edison berkomuikasi dengan Rikki melalui sambungan telepon.
Ketika itu, Rikki meminta sang ayah agar memperbaiki telepon genggamnya supaya dapat berkomunikasi lebih lancar.
Setelah itu menurut informasi yang didapat Edison, Rikki dan korban lainnya diminta lagi untuk kembali ke lokasi pada 1 Desember dan bekerja.

Padahal, pada akhir pekan biasanya mereka tidak bekerja.
"Ternyata pada tanggal 1 Desember saya tidak jadi ditelepon dan seharusnya tidak bekerja pada akhir pekan," tutur Edison.
Pada hari yang sama ia mendapat kabar dari Wamena, Rikki ikut menjadi korban kelompok bersenjata di Papua.
Saat mendapat kabar tersebut, sempat disebut nama Rikki msuk dalam fatr korban meninggal, tercantum pada nomor urut 23 di daftar-daftar yang meninggal.
Namun ternyata, hingga saat ini, fisik Rikky baik hidup maupun jasadnya belum ditemukan.
Rikki sempat pulang ke kampung selama dua tahun untuk merawat Tiurlan Siahaan, ibunya yang sakit.
Namun, sejak ibunya meninggal pada Februari 2018 lalu, dia pun kembali merantau ke Bumi Cendrawasih pada April 2018 demi menghidupi keluarganya di Balige.
Sebelumnya, informasi menyebut terdapat 31 orang korban meninggal dalam insiden tersebut.
Belakan Polri melansir data menyebut 19 orang korban tewas, dan 16 di antaranya telah teridentifiksi.
Mereka terdiri atas dua orang berasal dari Sumatra Utara, yakni Jepri Simaremare dan Efrandi Hutagaol (27), keduanya dari Kota Tebing Tinggi.

Sebanyak 12 korban berasal dari Sulawesi Selatan sebagai berikut :
1. M Agus (25) asal Gowa,
2. Alpianus (25) asal Toraja Utara,
3. Yosafat asal Tana Toraja,
4. M Fais asal Makassar,
5. Carly Vatrino (23) asal Toraja Utara,
6. Yusran asal Tana Totaja,
7. Aris Usi asal Tana Toraja,
8. Agustinus T (41) asal Toraja Utara,
9. Anugrah (17) asal Tana Toraja,
10. Daniel Karre (41) asal Toraja Utara,
11. Markus Allo asal Tana Toraja,
12. Dino Kondo asal Toraja.
Lainnya, Emanuel Beli Naikteas Bano asal Timor Tengah, Nusa Tenggara Timur dan Samuel Pakiding asal Tenggarong, Kalimantan Timur.
Ke-16 orang korban adalah pekerja PT Istaka Karya (Persero) yang sedang merampungkan pembangunan Jembatan Kalik Aorak dan Jembatan Kali Yigi.
Aparat menuding Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya sebagai otak di balik insiden tersebut.
Kepala Penerangan Kodam XVII/Cendrawasih Kolonel Infanteri Muhamad Aidi mengungkapkan, 16 jenazah yang sudah dievakuasi ke Timika berhasil dikenali identitasnya.
"Sebanyak 16 jenazah yang sudah diidentifikasi, sebanyak 15 orang karyawan PT Istaka Karya dan 1 orang pegawai PUPR, yang dibunuh oleh kelompok separatis," tutur Aidi.
Tim ahli forensik kembali berhasil mengenali identitas tujuh jenazah korban pembunuhan kelompok kriminal bersenjata ( KKB) di Puncak Kabo, yang tak jauh dari proyek pembangunan jembatan Jalan Trans-Papua di Kali Yigi-Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua.
Dengan berhasil diidentifikasinya tujuh jenazah ini, seluruh jenazah yang berjumlah 16 orang yang terlah dievakuasi berhasil diidentifikasi.
Aidi menambahkan, dari data yang diterima ada 28 karyawan yang bekerja untuk pembangunan jembatan di Kali Yigi.
"Ada 7 orang selamat, 16 jenazah ditemukan, dan 3 orang meninggal masih dalam pencarian, serta 2 orang masih belum ditemukan,” kata dia.
Militan Muda
Seorang pengamat Terorisme Sidney Jones menyebut kelompok Egianus Kogoya merupakan sempalan dari kelompok pimpinan Kelly Kwalik, komandan sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Kelly Kwalik tewas dalam penyergapan polisi pada 2009.
Egianus Kogoya dan anak buahnya, dikenal lebih militan dan mayoritas berusia muda.
Egianus Kogoya pernah membuat keributan saat Pilkada serentak Juli lalu, dalam upaya mencegah pelaksanaan pemilu.
"Biasanya OPM ini terdiri dari faksi-faksi. Di Nduga, satu faksi yang berkuasa dan sempalan dari Kelly Kwalik yang dulu bergerak di Timika. Tapi orang-orang ini muda dan lebih militan," ujar Sidney Jones kepada BBC News Indonesia.
Adapun identitas 16 jenazah tersebut adalah:
1. Efrandi Hutagaol (Pegawai PUPR)
2. Samuel Pakiding (Pegawai PT Istaka Karya)
3. Markus Allo (Pegawai PT Istaka Karya)
4. Dono Kondo (Pegawai PT Istaka Karya)
5. Anugrah (Pegawai PT Istaka Karya)
6. Emanuel (Pegawai PT Istaka Karya)
7. Danel Karre (Pegawai PT Istaka Karya)
8. Agustinus (Karyawan PT Astika Karya)
9. K Jepry Simaremare (Karyawan PT Astika Karya)
10. Carly Fatrini (Karyawan PT Astika Karya)
11. Alpianus M (Karyawan PT Astika Karya)
12. Muhamad Agus (Karyawan PT Astika Karya)
13. Fais Syaputra (Karyawan PT Astika Karya)
14. Yosafat (Karyawan PT Astika Karya)
15. Aris Usi (Karyawan PT Astika Karya)
16. Yusron (Karyawan PT Astika Karya)