Kilas Balik
Persahabatan Soeharto dengan Sultan Hassanal Bolkiah, Masih Sempat Menjenguk Pak Harto Saat Sakit
Persahabatan Soeharto dengan Sultan Hassanal Bolkiah tampaknya lebih dari sekedar hubungan diplomatis antar dua kepala negara. Simak kisahnya
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Persahabatan Soeharto dengan Sultan Hassanal Bolkiah tampaknya lebih dari sekedar hubungan diplomatis antar dua kepala negara, Sang Sultan tetap mau berkunjung meski Soeharto tak lagi jadi presiden
Selama menjabat sebagai presiden, Soeharto tampaknya berhubungan baik dengan pemegang kekuasaan tertinggi di Brunei Darussalam itu
Hubungan baik Soeharto dan Sultan Hassanal Bolkiah Brunei Darussalam sempat diperlihatkan oleh Mbak Tutut beberapa waktu lalu
Melalui akun instagram pribadinya, @tututsoeharto, Mbak Tutut mengunggah foto kebersamaan Soeharto dengan Sultan Hassanal Bolkiah Brunei Darussalam, Selasa 25 September 2018
Baca: Ingin Berziarah ke Makam Soeharto? 10 Aturan Ini Tak Boleh Dilanggar Oleh Para Pengunjung
Baca: Soekarno dan Soeharto Ternyata Juga Pernah Termakan Kabar Hoax, Begini Modus Si Pelaku
Mbak Tutut menceritakan, Sultan Hassanal Bolkiah Brunei Darussalam masih mau mengunjungi Soeharto meski sudah tak menjabat sebagai presiden RI
Bahkan, Sultan Hassanal Bolkiah Brunei Darussalam juga menyempatkan untuk menjenguk Soeharto saat dirawat di RS Pertamina.
"Setelah bapak tidak menjabat Presiden, Sultan Hassanal Bolkiah Brunei Darussalam berkenan menjenguk bapak.
Foto di atas, Sultan beserta keluarga, berkenan makan malam di kediaman bapak di jalan Cendana 8. Momen tersebut di atas tahun 2000.
Pada saat bapak sakit di rumah sakitpun, Sultan Hasanal Bolkiah, juga berkenan menjenguk bapak di RS Pertamina." tulis Mbak Tutut dalam captionnya
Perjuangan Soeharto Saat Jatuh Sakit
Soeharto memang dikenal sebagai sosok yang tegas karena latar belakang militer yang dimilikinya
Ketegasan itu bahkan kerap menjadikan Soeharto dianggap sebagai sosok yang disegani.
Hal inilah yang dirasakan oleh Satyanegara, dokter ahli bedah saraf yang juga anggota Tim Dokter Kepresidenan.
Bagi Satya, Soeharto dikenal sebagai orang yang sangat disiplin.
Satya mengaku kagum dengan kegigihan Soeharto yang ketika itu berjuang melawan stroke.
"Ketika Pak Harto terkena stroke, setiap hari saya menyaksikan beliau berusaha mengatasinya dengan keuletan dan disiplin yang tinggi," tutur Satya, dilansir dari buku Pak Harto, The Untold Stories terbitan Gramedia Pustaka Utama (2011).
Soeharto terus berusaha sekuat tenaga untuk kembali menggerakkan tangannya secara normal.
"Pak Harto berusaha sekuatnya untuk segera bisa lagi menorehkan tanda tangannya, seutuh dan setegas saat ia belum stroke," tulis Satya.
Selama menjalani perawatan pada usia senja, Soeharto juga dikenang Satya sebagai pasien yang istimewa.
Soeharto dinilai mampu mengimbangi berbagai bentuk tindakan medis.
"Seberapa pun berat dan menyakitkan, dengan kontrol diri dan mental yang hebat," kenang Satya.
"Di usianya yang 80-an tahun, kekuatan fisik Pak Harto bagaikan mobil berkekuatan empat mesin turbo," tutur mantan Direktur Utama Rumah Sakit Pusat Pertamina pada 1979-1998.
Namun, keluarga atau Tim Dokter Kepresidenan juga mengaku kesulitan untuk membujuk Soeharto agar dirawat di rumah sakit.
Soeharto kerap menolak, kecuali sangat terpaksa.
"Pak Harto tidak ingin merepotkan karena setiap kali semua kerabat yang datang menjenguk beliau akan disorot kamera media massa dan diberitakan. Pak Harto merasa jauh lebih tenang di rumah," ujar Satya.
Baca: Uniknya Medali Asian Para Games 2018 Bisa Keluarkan Suara Gemerincing, Ternyata Inilah Tujuannya
Baca: Cara Ganti Tema WhatsApp (WA) Menggunakan Aplikasi WhatsApp Plus, Bikin Tampilannya Makin Keren
Detik-detik Terakhir Soeharto Wafat
Hampir 10 tahun Mantan Presiden Soeharto wafat, tak banyak yang tahu bagaimana hari-hari terakhirnya.
Baru hari ini (27/9/2018), putri sulung Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana atau yang biasa disapa Mbak Tutut mengungkap detik-detik presiden yang berkuasa selama 32 tahun itu mengembuskan nafas terakhir.
Dalam tulisan yang diunggah website pribadinya, Mbak Tutut bercerita mulai dua hari sebelum ayahnya wafat.
"Malam itu, tanggal 25 Januari 2008, bapak menghendaki dhahar (makan) Pizza. Kami mencari… Titiek dan Mamiek sibuk minta batuan temannya untuk mencarikan pizza sampai dapat," tulis mbak Tutut di awal tulisannya.
Beruntung saat itu masih ada yang buka.
Setelah itu Soeharto meminta anak-anaknya untuk berkumpul makan pizza bersama.
Bukan tanpa sebab Soeharto meminta pizza. Ternyata pizza itu sebagai simbol perayaan ulang tahun putra-putrinya.
"Tiba-tiba bapak menyanyikan lagu “Panjang Umurnya”. Rupanya bapak ingat, bahwa pada bulan Januari ada anaknya yang ulang tahun, yaitu saya, pada tanggal 23 Januari. Kami menemani bapak makan Pizza. Bapak dhahar satu potong pizza dengan lahap," tulis Tutut.
Momen kebersamaan Soeharto dan anak-anaknya itu diabadikan melalui kamera di ponsel Titiek.
"Kami tidak pernah mengira, bahwa itu foto kami berenam terakhir dengan bapak. Bila malam itu Titiek tidak membawa HP-nya, mungkin kami tidak punya kenangan terakhir dengan bapak yang dapat kami abadikan".
Setelah itu, Soeharto pamit untuk sholat Tahajud yang memang rutin dilakukan selama ini.
Tak seperti biasa, Soeharto meminta tempat tidurnya diputar menghadap kiblat.
"Ada salah satu dokter menyampaikan kepada bapak, “Kalau sedang sakit, boleh tidak menghadap kiblat bapak.”
Bapak menjawab pelan tapi tegas: “Saya mau menghadap kiblat.”
Akhirnya, kami ikuti keinginan bapak. Suweden, salah seorang yang selalu setia menemani bapak, dibantu Sigit memutar tempat tidur menghadap kiblat. Dan bapak melakukan ibadah sholat tahajud. Subhannalloh".
Kesokan harinya (satu hari sebelum beliau wafat), tim dokter seperti biasanya, memeriksa kesehatan bapak. Selesai diperiksa, bapak memanggil saya.
Saat itulah Soeharto memberikan wasiat terakhir untuk Tutut.
“Kamu dengarkan wuk. Kamu anak bapak yang paling besar, sepeninggal bapak nanti, tetap jaga kerukunan kamu dengan adik-adikmu, cucu-cucu bapak dan saudara-saudara semua. Kerukunan itu akan membawa ketenangan dalam hubungan persaudaraan, dan akan memperkuat kehidupan keluarga. Selain itu Allah menyukai kerukunan. Ingat pesan bapak…, tetap sabar, dan jangan dendam. Allah tidak sare (tidur),” bapak memberi nasehat dengan lirih".
Mendengar hal itu Mbak Tutut tak kuasa menahan air matanya.
Dia mencoba menenangkan ayahnya untuk tidak membicarakan hal itu.
Setelah itu, Soeharto kembali berpesan padanya.
“Jangan sedih, semua manusia pasti akan kembali kepada-Nya. Tinggal waktunya berbeda. Bapak tidak akan hidup selamanya. Kamu harus ikhlas, Insya Allah kita akan bertemu suatu saat nanti, di alam lain. Dekatlah, dan bersenderlah (bersandar) selalu kalian semua hanya kepada ALLAH. Karena hanya Dia yang pasti bisa membawa kita ke sorga. Doakan bapak dan ibumu”
“Bapak bangga pada kalian semua anak-anak bapak. Selama ini menemani bapak terus. Bapak menyayangi kalian semua, tapi bapak harus kembali menghadap ILLAHI,” bapak berhenti sebentar terlihat capek, tapi saya tidak berani memotongnya, lalu bapak meneruskan lagi bicaranya".
“Teruskan apa yang sudah bapak lakukan, membantu masyarakat yang membutuhkan uluran tangan kita. Jaga baik-baik yayasan yang bapak bentuk. Manfaatkan sebanyak-banyaknya untuk membantu masyarakat,” berhenti sejenak. “Jangan kalian pakai untuk keperluan keluarga.”
Setelah itu Soeharto pamit untuk istirahat.
Tutut lalu memeluk erat dan mencium tangan Soeharto lalu membetulkan selimutnya.
Sore harinya, kondisi Soeharto drop hingga malam.
Sampai pagi akhirnya Soeharto tertidur dengan tenang.
"Subuh saya dan Mamiek mencoba tidur sebentar. Namun baru sekejap kami tidur sudah dibangunkan suster bahwa bapak kritis.
Kami berdua ke kamar bapak. Bapak, ditemani Sigit, nampak tertidur dengan tenang tapi sudah tidak membuka mata. Kami putuskan memanggil semua keluarga.
Sesampainya semua di rumah sakit, satu persatu saya minta semua cium tangan bapak, sambil saya dan adik-adik membimbing bapak, membisikkan di telinga bapak, untuk istighfar dan bertasbih.
Salah seorang dari perawat bapak, ikut membisikkan terus khalam ILLAHI, sampai terhenti nafas bapak.
Bapak tampak tenang sekali, tidak sedikitpun raut kesakitan di wajah bapak. Saya rasa semua keluarga, sudah hadir semua, bapak semakin tenang helaan nafasnya, hanya tidak membuka mata.
Kami berdoa semoga keajaiban terjadi, sehingga bapak diberi kesehatan.
Saat menjelang siang, datang adik bapak, ibu Bries Soehardjo, yang baru saja menjalani operasi by passjantung di Singapore, dan bu Bries tidak pernah diberi tahu bahwa bapak dalam keadaan kritis.
Kami ajak masuk ke bapak, kami bisikkan, bahwa bu Bries sudah datang. Rupanya bapak menunggu semua keluarga berkumpul.
Siang itu jam 13.10 , 27 Januari 2008, bertepatan dengan tanggal 18 Muharram dalam kalender hijriyah, bapak kami tercinta kembali menghadap Sang Pencipta, sesuai keinginan bapak, dan takdir Illahi.
Saya tidak pernah mengira, bahwa kemarin adalah, petuah terakhir yang bapak berikan pada saya. Sesungguhnya apa yang Allah kehendaki, itulah yang akan terjadi. Tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan kehendak-NYA" tulis Tutut.