Kilas Balik
Benny Moerdani 'Menyusup' Dalam Operasi Pembebasan Pesawat Woyla, Cuma Pakai Jaket Hitam & Pistol
Meski jabatannya adalah sebagai Kepala Pusat Intelijen Strategis, Letjen Benny Moerdani malah 'menyusup' dalam Operasi Pembebasan Pesawat Woyla
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
Sebelumnya, Benny Moerdani sempat mendamaikan RPKAD (sekarang Kopassus) & KKO (sekarang marinir) yang saat itu nyaris bentrook senjata
Dengan hanya memakai baju olahraga, Benny Moerdani langsung meredam pertikaian antar kedua pasukan elite Indonesia itu
Peristiwa itu terjadi pada 1964, saat anggota RPKAD (Sekarang bernama Kopassus) bersitegang dengan anggota KKO (Sekarang bernama Marinir).
Seperti dikutip dari buku 'Benny: Tragedi Seorang Loyalis' yang ditulis Julius Pour, KATAKITA (2007)
Pour menceritakan, peristiwa baku hantam antara RPKAD dan KKO itu terjadi gara-gara saling ejek ketika sama-sama latihan di Lapangan Banteng.
Entah siapa yang memulai lebih dulu, saling ejek terjadi antara kedua pasukan.
Bentrok tak terhindarkan, masyarakat ketakutan, suasana ibu kota jadi mencekam.
Baku hantam pun juga terjadi di dekat markas KKO.
Baca: Kakek Berusia 70 Tahun yang Nikahi Gadis 25 Tahun Akhirnya Resmi Cerai, Ternyata Ini Alasannya
Baca: Sosok Asli The Sacred Riana Difilmkan - Para Pemain Ungkap Kisah Unik & Seram Saat Syuting
RPKAD yang kalah jumlah lalu mengontak teman-teman mereka di Cijantung.
Tak lama kemudian bala bantuan datang, pasukan RPKAD yang menumpang truk melakukan konvoi menuju lokasi perkelahian untuk mebantu rekan-rekannya.
Bisa dibayangkan kondisi saat itu, pasukan khusus dalam jumlah banyak menyusur jalan ibukota menumpangi truk.
Tak cukup hanya saling pukul, kedua pasukan bahkan mempersiapkan senjata masing-masing.
Mulai dari sangkur, senapan serbu, bahkan bazooka siap digunakan dalam perkelahian itu.
Julius Pour juga menggambarkan kawasan Kwini hingga Senen, Jakarta Pusat, berubah mencekam.
Masyarakat merasa was-was bentrok antar pasukan TNI tersebut pecah dan terjadi kontak senjata.
Dikisahkan, saat itu Komandan Batalyon I RPKAD, Mayor Benny Moerdani, baru pulang main tenis dari Senayan.
Benny yang masih mengenakan seragam olahraga, menduga ada yang tak beres saat melihat iring-iringan truk RPKAD penuh sesak oleh pasukan.
Konvoi RPKAD dari Batalyon II tersebut meninggalkan markas dengan tergesa-gesa.
Benny berusaha mengejar konvoi truk itu.
Di sepanjang jalan, masyarakat terlihat panik.
Benny berhenti dan menanyakan apa yang terjadi kepada warga. Warga yang terlihat ketakutan itu menjawab bahwa telah terjadi baku hantam antara RPKAD dan KKO.
Melihat hal itu, Benny langsung pergi ke asrama KKO di Kwini untuk melerai pertikaian itu
Tanpa membawa senjata dan hanya menggunakan pakaian olahraga, Komandan RPKAD itu masuk ke asrama KKO.
Sampai di pos jaga, Benny melihat puluhan Tjakrabirawa eks-KKO siap tempur dengan senjata terkokang.
Seorang serdadu KKO memberi hormat kepada Benny. Rupanya, serdadu tersebut bekas anak buahnya saat Operasi Trikora di Irian Barat.

Akhirnya prajurit tersebut diminta untuk memanggil komandan mereka.
Ternyata sang komandan merupakan teman akrab Benny waktu di Solo. Dia adalah Mayor Saminu, Komandan Batalyon II Resimen Tjakrabirawa.
Akhirnya, terjadi perbincangan antara dua komandan tersebut.
Benny meminta kepada Saminu agar pasukan KKO tidak keluar asrama, sementara Benny akan menguru pasukan RPKAD yang ada di luar.
"Sudahlah. Jaga pasukanmu, jangan keluar asrama. Saya akan tertibkan anak-anak yang di sana. Kalau kamu diserang silakan saja, mau nembak atau apa, terserah. Tapi saya minta jangan ada anggotamu yang keluar asrama," ujar Benny.
Setelah sepakat, Benny bergegas keluar asrama.
RPKAD yang telah siap tempur telah menduduki asrama perawat putri.
Mereka terlihat telah siap melakukan serangan. Apalagi, saat mendengar kabar kalau Benny, komandan RPKAD, tengah berada di asrama KKO.
Namun, para anggota RPKAD kaget sekaligus bingung.
Bukannya anggota KKO yang keluar, malah Benny yang muncul dan memarahi mereka.
"Sudah, sudah. Pulang kalian semua," teriak Benny.
Benny juga berteriak, meminta RPKAD pulang ke markas, sampai mendorong para tentara tersebut untuk masuk kembali ke dalam truk.
Dalam tulisannya, Julius Pour menggambarkan warga yang melihat kejadian itu kebingungan.
Bingung melihat ada pria berseragam olahraga bersikap garang dan melerai perkelahian antar pasukan elite TNI.
Pria bercelana pendek dan berkaus itu omongannya langsung dituruti pasukan RPKAD.
Mereka tidak tahu, bahwa pria itu adalah Benny Moerdani.