Ramadan 2017
Menyusuri Jejak Islam di Ujung Situbondo, Ponpes Salafiyah Syafi'iyah yang Berusia 103 Tahun
Pondok yang berada 33 kilometer (km) dari pusat Kota Situbondo ini ternyata sudah berusia satu abad lebih.
Penulis: Galih Lintartika | Editor: Titis Jati Permata
Maklum saja, setiap Ramadan , para santri memang pulang kampung karena aktivitas di pesantren diliburkan.
Wakil Pengasuh Ponpes Salafiyah Syafi'iyah, KH Afifuddin Muhajir mengatakan, pondok ini memang sudah tergolong tua.
Perjalanan panjang sudah dilalui oleh ponpes ini, termasuk pasang surutnya dan perkembangan ponpes.
"Allhamdulillah semakin tua, jumlah santri di sini semakin banyak. Sekarang santri disini hampir 14.000. Per tahunnya hampir 3000 - 3500 santri baru yang masuk ke pondok ini," katanya saat ditemui Surya, Selasa (30/5/2017).
Dia mengatakan, mempertahankan ponpes agar bisa tetap bertahan sampai sekarang ini memang tidak mudah.
Namun, pihak pengurus ponpes komitmen untuk mempertahankan pondok yang sudah empat kali berganti pengasuh ini.
"Kami tetap berkomitmen mencetak dan melahirkan alumni yang berkarakter dan mewarisi sifat para ulama. Kami juga berjuang melawan perkembangan dan kemajuan teknologi yang kadang membawa dampak negatif bagi para santri," terangnya.
Menurutnya, perkembangan dan kemajuan teknologi ini tidak dipungkiri akan membawa dampak negatif dan positif bagi kehidupan di lingkungan santri.
Sebab, semua kejadian apapun yang terjadi di luar, cepat atau lambat pasti akan diketahui para santri.
"Kami selalu sampaikan kepada para santri untuk tetap berjalan pada jalan yang benar dan tidak menyimpang. Kami tidak memiliki metode dakwah khusus, tapi setiap kali ada kesempatan, kami para pengajar akan selalu mengingatkan para santri dengan cara yang lebih sederhana tapi mengena," tandasnya.
Ia menerangkan, nama Salafiyah yang digunakan sebagai nama pondok ini memiliki makna yang luar biasa.
Menurutnya, nama ini menggambarkan tentang obsesi yang tinggi dari pengasuh dan segenap jajarannya untuk melahirkan alumni-alumni yang mewarisi tradisi ilmiah, amaliah dan karakter para ulama yang hidup di tahun pertama , kedua, dan ketiga hijriah.
"Tapi kami tidak ingin santri kami ketinggalan perkembangan teknologi. Kami tetap ajarkan mereka dengan perkembangan teknologi seperti komputer, dan ilmu - ilmu lainnya. Intinya, kami gabung antara olmu salafiyah dan modern," jelasnya.
Menurut dia, pihaknya ingin menciptakan kader-kader yang menggunakan sarung dan baju taqwa namun berpikiran maju dan modern.
"Kan tidak apa-apa, akhlaknya baik dan salafiyah tapi secara pemikiran matang dengan kondisi yang sekarang. Kami memang menginginkan alumni-alumni yang berkualitas, baik dari segi agama dan pemikirannya," pungkasnya.