Berita Surabaya
Pakar Ingatkan Polisi terkait Tembak Kaki Pelaku Curanmor; Hati-hati Tidak Sah di Mata Hukum
"Kalau saya kok tidak setuju pelaku curanmor ditembak kakinya atau sampai meninggal dunia. Polisi seharusnya menegakkan asas praduga tak bersalah."
SURYA.co.id | SURABAYA – Tidak semua sependapat dengan sikap kepolisian yang memilih 810 atau istilah lain dari tembak kaki atau tembak mati terhadap pelaku curanmor.
"Kalau saya kok tidak setuju pelaku curanmor ditembak kakinya atau sampai meninggal dunia. Polisi seharusnya menegakkan asas praduga tak bersalah," kata Priyo Oetomo, Pengamat Kriminolog, saat dihubungi Surya.co.id, Jumat (5/8/2016).
Dalam konteks ini, kata dia, seharusnya polisi tidak gegabah mengambil sikap seperti itu. Sebab, yang ditembak itu belum tentu bersalah, karena belum ada proses pemeriksaan lebih lanjut.
"Secara kacamata hukum dan kriminologi, aksi itu jelas melanggar HAM," terangnya.
Sebab, kata alumnus Universitas Brawijaya ini, polisi hanya boleh menembak jika dalam kondisi terdesak atau terancam sesuai dengan aturan yang ada.
"Polisi kan bukan koboi, mereka aparat penegak hukum yang seharusnya bersikap adil dan tidak main hakim sendiri. Pengedar narkoba dieksekusi mati aja ada prosesnya, apalagi curanmor yang belum tentu bersalah sudah dieksekusi sendiri," lanjutnya.
Pria pernah menyelesaikan pendidikan S2 di Unmer Malang ini menjelaskan, sesuai aturannya, penangkapan itu berdasarkan laporan dari masyarakat.
Polisi mengembangkan informasi dan menangkap yang terduga bersalah. Setelah itu diperiksa, ditahan, dan diadili di Pengadilan.
"Yang berhak mengadili itu Pengadilan. Vonis dari hakim, yang menentukan bersalah atau tidaknya seseorang," imbuhnya.
Priyo mengungkapkan, tidak ada aturan yang melegalisasi aksi tembak mati atau tembak kaki terhadap pelaku curanmor. Karena itu, ia meminta jangan melanggar aturan itu.
"Tidak ada alasan apapun, kalau ingin pelakunya jera ya kan bisa dengan cara lain, bukan berarti harus ditembak mati atau tembak kaki," tandasnya.
Menurut Priyo, satu-satunya jalan agar para pelaku curanmor atau kejahatan lainnya jera dengan hukum, polisi harus meneggakkan hukum secara objektif, atau cari-cari bukti terkuat agar nantinya dalam persidangan, pelaku ini divonis dengan hukuman seberat-beratnya.
"Dihukum maksimallah, itu lebih baik dan sah di mata hukum. Kalau biasanya dihukum 5 tahun, diupayakan bisa lebih dari 10 tahun, karena ada fakta-fakta yang mendukung," paparnya.
Berperan Tekan Kriminalitas
Sedang Prof dr Hotman M Siahaan mengegaskan, ketegasan penegak hukum dalam proses menjalankan tugasnya sangat berperan dalam menekan angka kriminalitas.
Ketegasan itu dengan memberikan tindakan langsung, menembak pelaku kejahatan akan memengaruhi pelaku kriminal yang lain.
"Kalau belum ada data, saya belum bisa pastikan apakah tindakan itu (menembak pelaku) menjadi faktor berkurangnya tindakan kriminal. Yang pasti jika penegak hukum melakukan ketegasan, pasti akan berpengaruh pada angka kriminalitas," tutur Dosen Sosiologi Universitas Airlangga.
