Eksklusif 40 Hari Musibah AirAsia
Ini Metode Yang Digunakan Tim DVI Untuk Kenali Jasad Korban AirAsia
Kalau sudah begitu, tim DVI biasanya mencari sidik jari dengan cara manual. Kerja tanpa alat ini yang membuat tim DVI asing terheran-heran.
Penulis: David Yohanes | Editor: Titis Jati Permata
SURYA.co.id | SURABAYA - Di bawah komando Kombes (Pol) Budiyono, Tim DVI untuk korban kecelakaan AirAsia QZ 8501 bekerja luar biasa.
Tim ante mortem bergerak cepat mengumpulkan berbagai data dan dokumen korban sebelum meninggal.
Lalu tim post mortem bekerja nonstop sejak jenazah tiba di RS Bhayangkara Polda Jatim.
Tim beranggokan para ahli dari berbagai disiplin. Ada ahli forensik, odontologi forensik, ahli finger print (sidik jari), ahli DNA, hingga antropolog.
Tugas mereka adalah menemukan sebanyak mungkin data post mortem (data setelah meninggal), yang melekat dalam diri jenazah.
Data post mortem inilah yang akan membuka identitas jenazah setelah dicocokkan dengan data ante mortem.
Ada sederet metode pemanfaatan data untuk membuka teka-teki jenazah.
Metode paling sederhana adalah sidik jari. Prosedur normalnya, tinggal ambil sidik jari korban dan mencocokan sampel sidik jari pembanding yang ada dalam dokumen seperti KTP, paspor, ijazah dan lain-lain.
“Sidik jari itu tinggal ditempel saja (pada alat), data korban sudah langsung keluar,” terang Budiyono.
Masalahnya, banyak korban, sidik jarinya sudah rusak, bahkan tanpa tangan. Akibatnya, alat pemindai tidak bisa digunakan.
Kalau sudah begitu, tim DVI biasanya mencari sidik jari dengan cara manual. Kerja tanpa alat ini yang membuat tim DVI asing terheran-heran.
Ada juga metode superimpose. Di sini objek pengkupan adalah tengkorak korban.
Kepala atau tengkorak korban dimasukkan alat foto scan. Hasil foto scan kemudian disandingkan dengan foto wajah semasa hidup.
Simulasi dilanjutkan dengan memasangkan foto wajah semasa hidup ke foto. Ini mirip menempelkan puzzle.
“Kalau dipasang gak match (tidak cocok), misalnya posisi mata, hidung, dan mulut tidak tepat, berarti tidak identik. Kalau identik, gambar foto pasti menyatu (dengan foto tengkorak itu),” ungkap Budiono.