Eksklusif Permukiman di Bibir Bencana

Sembilan Tahun Berlalu, Masih Belum Bisa Pulihkan Trauma Saat Hujan

Ny Rahmi masih bertahan di Desa Kemiri, Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, meski desanya masuk peta rawan bencana.

antara/idhad zakaria
Tim SAR gabungan melakukan evakuasi jenazah ibu dan anak yang ditemukan dalam kondisi berpelukan, di area longsor Dusun Jemblung, Desa Sampang, Karangkobar, Banjarnegara, Jateng, Jumat (19/12/2014). 

SURYA Online, SURABAYA - Ny Rahmi (50) tak bisa menahan air mata saat menyaksikan tayangan evakuasi jenazah korban tanah longsor di Banjarnegara, Jateng, beberapa hari lalu.

Tayangan televisi itu mengingatkannya pada tragedi yang pernah menimpa kampungnya sembilan tahun silam.

Ny Rahmi masih bertahan di Desa Kemiri, Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, meski desanya masuk peta rawan bencana.

Malah pada 2006, kampung ini pernah porak-poranda. Banjir bandang dan tanah longsor menyapu rumah-rumah warga.

Sebanyak 91 warga meninggal. Sebagian terseret arus dan hanyut di sungai. Sebagian lagi ditemukan tertimbun lumpur yang meluncur dari perbukitan.

Almarhum Siman, suami Ny Rahmi termasuk yang menjadi korban.

“Makanya, begitu lihat televisi (yang menayangkan evakuasi korban longsor di Banjarnegara) kemarin, saya nangis lagi. Ingat bapak. Juga ingat musibah di sini dulu," kata Rahmi kepada Surya, Rabu (17/12/2014).

Tragedi di Desa Kemiri terjadi saat warga sedang bergembira menyambut tahun baru, 1 Januari 2006.

Ketika suaminya, Siman bersama sejumlah tetangga asyik melihat rumah, yang sempat ditinggal mengungsi akibat banjir. Hari itu banjir sudah surut.

Tapi nahas, banjir bandang tiba-tiba datang. Air meluncur dari puncak perbukitan.

Ada tebing dan tanah yang ikut longsor terbawa arus. Lumpur tebal menerjang deras.

Siman dan para tetangga tidak sempat lari. Air bah datang hanya dalam hitungan menit.

Ny Rahmi dan ketiga anaknya selamat. Ketika mereka tidak ikut turun.

Mereka bertahan di pengungsian, sebuah pondok pesantren tak jauh dari rumahnya. Pesantren ini aman karena berada di dataran lebih tinggi.

Kini, setelah 9 tahun berlalu, kenangan buruk di tahun baru itu masih kerap muncul. Utamanya saat musim hujan tiba.

“Rumah dan semua yang kami miliki lenyap. Tinggal pakaian yang melekat badan, yang kami miliki. Sendok saja kami tidak sempat bawa ke pengungsian” tuturnya.

Ia baru pulang dari pengungsian, setelah rumah bantuan untuk korban bencana siap. Rumah inilah yang ditempati Rahmi dan anak-anaknya hingga kini.

Menurut Rahmi, banyak ibu-ibu di kampungnya yang belum bisa lepas dari trauma. (uni)

Baca selengkapnya di Harian Surya edisi besok
LIKE Facebook Surya - http://facebook.com/SURYAonline
FOLLOW Twitter Surya - http://twitter.com/portalSURYA

Sumber: Surya Cetak
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved