Liputan Khusus Ancaman Gunung Berapi

Makelar Gentayangan di Kaki Ijen

Penetapan status waspada itu ternyata banyak dimanfaatkan para makelar ternak, khususnya ternak sapi.

zoom-inlihat foto Makelar Gentayangan di Kaki Ijen
antara
Beberapa wisatawan asing berjalan di bibir Kawah Gunung Ijen, Kecamatan Licin, Banyuwangi.

SURYA Online, BANYUWANGI - Gunung Ijen dan gunung Raung ikut-ikutan bergejolak. Kedua gunung di ujung timur Pulau Jawa ini pun dinyatakan masuk status waspada atau bahaya level II.

Status ini sama dengan gunung Bromo di Probolinggo dan  Semeru di Lumajang.

Gunung Ijen berada di Banyuwangi. Sedang gunung Raung menancap di tiga kabupaten, Banyuwangi, Jember, dan Bondowoso.

Ijen dinyatakan waspada sejak akhir 2013 lalu. Sedang Raung, statusnya sudah naik turun sejak 2012 lalu.

Malah pada November 2012, status Raung sempat dinaikkan menjadi siaga (bahaya level III).

Satu tingkat  lagi, masuk level awas, yang berarti warga wajib keluar dari radius 10 km dari kawah.

Beruntung raungan Raung saat itu pelan-pelan melemah sampai akhirnya Juli 2013 dinyatakan statusnya aman.

Namun 5 Januari lalu, Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) kembali melihat perut Raung bergolak. Status waspada kembali disematkan hingga kini.

Penetapan status waspada itu ternyata banyak dimanfaatkan para makelar ternak, khususnya ternak sapi. Mereka gentayangan keluar masuk  desa-desa di kaki gunung. 

Aksi licik mereka untuk meraup untung. Mereka mengembuskan kabar, status bahaya gunung terus meningkat dan pemerintah segera mewajibkan pengungsian.

“Warga kerap ditakut-takuti, sebentar lagi harus mengungsi. Artinya, semua ternak terpaksa ditinggal,” kata Herman S, petugas Koordinator Perlindungan Kawasan Ijen Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) wilayah III Jawa Timur.

Bagi warga, mengungsi itu berarti harus meninggalkan semua ternak tanpa tahu sampai kapan.

Risikonya, ternak tidak terurus, mati atau dicuri orang. Daripada rugi besar, warga akhirnya ramai-ramai menjual ternaknya.

Makelar pun datang membelinya. Tentu saja dengan harga musim bencana alias murah. Makelar lalu menjual lagi ke pedagang langganannya dengan harga normal.  “Ini kerap terjadi,” ucapnya.

Hendra mengatakan, aksi makelar itu paling gencar terjadi dua atau tiga tahun lalu.

Halaman
12
Sumber: Surya Cetak
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved