PPDB SMA dan SMP 2019 Banjir Protes, Mendikbud Muhadjir Effendy: Sistem Zonasi Lebih Adil
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA dan SMP banjir protes, namun Mendikbud Muhadjir Effendy tetap meyakini sistem zonasi lebih adil.
SURYA.CO.ID, JAKARTA - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA dan SMP banjir protes, namun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy tetap meyakini sistem zonasi lebih adil.
Ratusan orangtua menggelar demo di Surabaya, memprotes sistem zonasi dalam PPDB SMA dan SMP di Surabaya, Jawa Timur (Jatim).
Protes juga dilakukan para orangtua di provinisi lain seperti, Jateng, Jabar dan DKI Jakarta.
Menanggapi aksi protes sistem zonasi PPDB , Muhadjir Effendy mengatakan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru memberikan akses yang lebih setara dan berkeadilan kepada peserta didik tanpa melihat latar belakang kemampuan atau perbedaan status sosial ekonomi.
"Kewajiban pemerintah dan sekolah adalah memastikan semua anak mendapat pendidikan dengan memperhatikan anak harus masuk ke sekolah terdekat dari rumahnya," ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
• PPDB SMA dan SMP 2019 Banjir Protes, Mendikbud Muhadjir Effendy: Sistem Zonasi Lebih Adil
• PPDB Sistem Zonasi Tuai Protes, Banyak Anak Sidoarjo Terancam Tidak Bisa Sekolah
• Ratusan Wali Murid Demo PPDB SMP Sistem Zonasi, Hentikan Mobil Plat Merah & Tuntut Ketemu Gubernur

Mendikbud Effendy menyebut pada dasarnya anak bangsa memiliki hak yang sama dalam pendidikan.
Oleh karena itu, katanya, tidak boleh ada diskriminasi, hak ekslusif, kompetisi yang berlebihan untuk mendapatkan layanan pemerintah.
Dia menambahkan apabila seorang anak yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu tidak mendapat sekolah di dalam zonanya, mereka akan berpotensi putus sekolah karena kendala biaya.
Ia bercerita tentang seorang peserta didik dengan latar belakang keluarga tidak mampu yang terpaksa harus bersekolah di tempat yang jaraknya mencapai 15 kilometer dari rumah.
Anak itu harus berangkat pukul 05.30 dan baru sampai ke rumah pukul 18.30 setiap harinya.
"Kapan waktunya untuk belajar? Kapan waktunya untuk beristirahat? Belum biayanya untuk transportasi.
Padahal di dekat rumahnya ada sekolah negeri, tapi karena nilainya tidak mencukupi, dia tidak bisa sekolah di sana. Ini 'kan tidak benar," tuturnya.
Masyarakat yang mampu diminta ikut berpartisipasi dengan membantu sekolah yang ada di sekitarnya sehingga pada saatnya semua sekolah kualitasnya menjadi baik.

Selain itu, dalam jangka panjang, pemerintah juga harus menanggung risiko urbanisasi dari penduduk yang tidak memiliki kecakapan kerja dan wawasan hidup, serta hilangnya penduduk yang diharapkan dapat membangun wilayah asalnya.
Oleh karena itu, Kemendikbud meminta ketegasan Dinas Pendidikan menindak sekolah swasta yang tidak memberikan layanan baik kepada siswa, khususnya yang terindikasi hanya beroperasi demi mendapat Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah.