Situs Biting kian Genting
Penulis: Tri Hatma Ningsih |
Imam Nugroho ST
Karyawan swasta di Surabaya
imanu75@gmail.com
Sebagai salah satu kota di Jawa Timur, Kota Lumajang seperti halnya daerah lain hingga saat ini sedang giat dalam melaksanakan pembangunan di berbagai bidang. Perlahan namun pasti makin pesatnya aktivitas di Kota Pisang ini mengisyaratkan bahwa Lumajang sedang mengarah pada modernisasi peradaban zaman.
Lumajang bagi penulis bukan hanya sekadar tanah kelahiran semata, melainkan juga merupakan oase atas nilai-nilai sejarah yang terkandung di dalamnya. Artinya, penulis sebagai warga Kota Lumajang tidak selalu memaknai proses dan hasil dari pembangunan yang saat ini berlangsung, melainkan bagaimana pula penulis juga harus memaknai serta peduli terhadap peninggalan sejarah yang melatarbelakanginya.
Menutup mata atas kondisi cagar budaya di Kota Lumajang, sepertinya ada kesan bahwa kita memang sudah tidak lagi membutuhkan sebuah tetengger (tanda) semacam situs atau candi sebagai pengejawajantahan dari hierarki sejarah lokal. Nilai-nilai edukasi yang sedang dibangun pun hanya sekadar ada di dalam buku-buku pelajaran sejarah, sementara bukti autentik dari sejarah itu sendiri kini tinggal menunggu waktu untuk hilang dari peredaran (sejarah) peradaban zaman.
Sulit dibayangkan ketika di setiap sudut kota, alun-alun dengan sekumpulan taman dan hutan kota (urban forest), maupun bangunan lainnya dibuat begitu rapi dan indah. Tetapi, siapa yang bisa menyangka jika di balik pesatnya kota ini ada suatu tempat yang jauh dari kesan yang digambarkan seperti di atas.
Mungkin tidak banyak orang yang mengetahui atau hanya mendengar sebuah nama Situs Biting. Bagi masyarakat Kota Lumajang pada umumnya, nama Situs Biting bukanlah nama yang asing. Mengingat, daerah di mana situs itu berdiri konon dulunya merupakan pusat pemerintahan (kota praja) di masa kejayaan Kerajaan Majapahit.
Sebagai salah satu kota tertua di Jawa Timur selain Kota Tuban, dalam area situs tersebut memang tidak banyak tanda-tanda yang menunjukkan bahwa situs yang berlokasi di Dusun Biting, Desa Kutorenon, Kecamatan Sukodono tersebut adalah daerah yang menaungi wilayah Pasuruan hingga Banyuwangi.
Pasalnya, area Situs Biting yang menyatu dengan lahan perkebunan tebu tersebut sepertinya jauh dari usaha untuk dilindungi oleh pemerintah daerah (pemda) maupun warga setempat.
Indikatornya adalah kontekstual dari situs sejarah Nira Nagara Lamajang tersebut semakin terpuruk karena harus bersaing dengan bangunan permukiman rumah penduduk yang lambat laun akan menggeser keberadaannya. Tidak jelas pula entah sampai kapan sudut-sudut bangunan kuno peninggalan Arya Wiraraja seperti keraton, jeding, maupun randu itu akan segera diselamatkan.
Saat ini kita tidak perlu lagi memperdebatkan siapa yang nantinya akan bertanggungjawab terhadap kelangsungan 'hidup' dari Situs Biting tersebut. Menurut penulis, setidaknya ada dua hal yang harus diperhatikan dari pihak Pemerintah daerah Lumajang.
Pertama, fungsi manifes, artinya pemerintah daerah Lumajang harus menciptakan program layaknya corporate social responsibility (CSR) yang melindungi aset sejarah daerah agar bisa terkoneksi oleh masyarakat luas.
Dan Kedua, fungsi kausalitas, yaitu dengan terlindunginya situs tersebut, maka bisa dijadikan sebagai salah satu tempat kunjungan wisata yang mempunyai nilai tinggi. Terakhir, kedewasaan dan kearifan pemerintah setempat-lah yang harus dibuktikan perannya dan bukannya malah mencari pihak lain yang harus menanganinya. Semoga.