SURYA Kampus

Ubaya Gelar Seminar Nasional Refleksi 26 Tahun Reformasi Konstitusi

Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya) menyelenggarakan Seminar Nasional Hukum Tata Negara

Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Titis Jati Permata
SURYA.co.id/Sulvi Sofiana
SEMINAR - Prof. Dr. Nimatul Huda, S.H., M.Hum., Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII), menyampaikan pandangannya tentang pentingnya menjaga semangat konstitusionalisme dalam setiap wacana amandemen UUD 1945 pada Seminar Nasional Hukum Tata Negara di Universitas Surabaya (Ubaya), Selasa (4/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Fakultas Hukum Universitas Surabaya menggelar Seminar Nasional Hukum Tata Negara dengan tema Refleksi 26 Tahun Reformasi Konstitusi di Indonesia di Gedung Perpustakaan Kampus Ubaya Tenggilis, Selasa (4/11/2025)
  • Pakar hukum tata negara Prof. Dr. Zaenal Arifin Muchtar, S.H., LL.M menjadi salah satu pembicara
  • Dari seminar ini, Fakultas Hukum Ubaya bersama para pakar dan peserta menyusun positioning paper yang berisi refleksi dan rekomendasi terhadap evaluasi UUD 1945 pasca-26 tahun reformasi.
 

 

SURYA.CO.ID, SURABAYA

Baca juga: Kekayaan Gubernur Riau Abdul Wahid yang Terjerat Kasus Dugaan Pemerasan, KPK Sita Uang Rp1,6 Miliar

dengan tema Refleksi 26 Tahun Reformasi Konstitusi di Indonesia untuk merumuskan positioning paper reflektif terhadap arah pembaruan konstitusi.

Kegiatan yang digelar di Gedung Perpustakaan lantai 5, Kampus Ubaya Tenggilis ini menghadirkan sejumlah pakar hukum tata negara terkemuka Indonesia, di antaranya Prof. Dr. Zaenal Arifin Muchtar, S.H., LL.M., Guru Besar Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. 

Kemudian Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum, Guru Besar Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta dan Prof. Dr. Hj. Hesti Armiwulan, S.H., M.Hum., Guru Besar Hukum Tata Negara Ubaya dan juga Kepala Laboratorium Hukum Tata Negara Ubaya.

Prof Hesti Armiwulan menekankan pentingnya peran masyarakat sipil dalam memberikan kontribusi terhadap evaluasi pelaksanaan Undang-Undang Dasar. 

Masyarakat Tak Boleh Pasif

Menurutnya, mekanisme formal memang berada di tangan MPR, namun rakyat sebagai pemegang kedaulatan utama tidak boleh pasif.

“Sekarang mekanisme untuk evaluasi terhadap implementasi Undang-Undang Dasar itu memang di tangan MPR. Tapi kita sebagai masyarakat sipil harus memberikan kontribusi untuk kepentingan bangsa dan negara,” ujarnya.

Hesti menegaskan bahwa substansi konstitusi semestinya berfungsi sebagai pembatas kekuasaan sekaligus pelindung hak warga negara. 

Baca juga: Fakultas Teknik Ubaya Buka Peminatan Baru Renewable Energy di Prodi Teknik Elektro

Ia mengingatkan agar wacana amandemen tidak justru menjadi alat memperkuat kepentingan politik kelompok tertentu.

“Kalau niat melakukan amandemen itu bukan untuk pembatasan kekuasaan, malah memperkuat posisi masing-masing tanpa melibatkan rakyat, itu yang kita khawatirkan,” tambahnya.

Empat Pertanyaan Dasar

Sementara itu, Prof Zainal Arifin Mochtar menyoroti bahwa wacana amandemen konstitusi sudah muncul berulang sejak 2012, namun sering kali hanya berputar di ranah elitis dan tidak menyentuh substansi persoalan.

Baca juga: 5 Mahasiswa Ubaya Lolos P2MW Berkat Parfum Ramah Lingkungan Dauroma

Ia menilai pentingnya empat pertanyaan dasar sebelum amandemen dilakukan,yaitu apakah waktunya tepat, demi kepentingan siapa, bagaimana partisipasi publiknya, dan apa substansinya.

“Kalau empat-empatnya terjawab dengan menarik, menurut saya amandemen bisa menjadi pembuka kotak Pandora. Saya bilang tadi, kotak Pandora itu dalam mitologi Yunani adalah kotak yang dibuka dengan sekejap semua setannya keluar. Jadi kalau ditanya ada banyak yang kurang, banyak yang harus diperbaiki. Tapi selama ini seringkali bukan itu yang disasar oleh para politisi. Yang disasar itu adalah penyalahgunaan dan intimidasi,” ujarnya.

Butuh Partisipasi Publik

Ia menegaskan, perbaikan terhadap konstitusi memang perlu, namun harus dijalankan dengan prinsip partisipasi publik yang kuat agar tidak terjebak dalam kepentingan politik jangka pendek.

Dari seminar ini, Fakultas Hukum Ubaya bersama para pakar dan peserta menyusun positioning paper yang berisi refleksi dan rekomendasi terhadap evaluasi UUD 1945 pasca-26 tahun reformasi.

Beberapa poin penting dalam positioning paper antara lain:

1. Pentingnya membangun mekanisme partisipasi publik dalam setiap wacana perubahan konstitusi.

2. Amandemen harus berorientasi pada pembatasan kekuasaan, bukan perluasan kewenangan.

3. Reformasi kelembagaan perlu memperkuat sistem checks and balances.

4. Peningkatan literasi konstitusi bagi masyarakat dan generasi muda untuk memperkuat kesadaran bernegara.

BACA BERITA SURYA.CO.ID LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved