Bea Cukai Jatim dan Satpol Jatim Musnahkan 17 Juta Batang Rokok Ilegal Tanpa Pita Cukai

Kanwil Bea Cukai Jatim I dan Satpol PP Provinsi Jatim memusnahkan 17 juta batang rokok ilegal tanpa pita cukai

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Titis Jati Permata
Tribun Jatim/Luhur Pambudi
DIMUSNAHKAN - Kanwil Bea Cukai Jatim I dan Satpol PP Provinsi Jatim memusnahkan 17 juta batang rokok ilegal tanpa pita cukai yang berhasil disita selama operasi penindakan selama empat bulan di halaman Gedung Graha Pena, Jalan A Yani, Surabaya, pada Rabu (29/10/2025). 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Kanwil Bea Cukai Jatim I dan Satpol PP Provinsi Jatim memusnahkan 17 juta batang rokok ilegal tanpa pita cukai yang berhasil disita selama operasi penindakan selama empat bulan di halaman Gedung Graha Pena, Jalan A Yani, Surabaya, Rabu (29/10/2025). 

Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan, Kanwil Bea Cukai Jatim I, Achmad Fatoni menyebutkan, penindakan yang berlangsung sejak April Juli 2025 berhasil menyita sekitar 17,1 juta batang rokok yang ilegal tanpa dilengkapi pita bea cukai

Perkiraan nilainya sekitar Rp25,5 miliar dan kerugian negara ditaksir potensi negara yang hilang dari penerimaan Rp16,8 miliar.

Semua rokok ilegal yang disita tersebut akan dimusnahkan secara tuntas tak bersisa. 

"Wilayah Surabaya, sekitaran Mojokerto juga dan juga dari wilayah Madura juga. (Wilayah penjualan) umumnya ini sebagai transit point ya. Jadi bisa ke seluruh Indonesia dan terbanyak ke arah Sumatera," ujarnya seusai prosesi pemusnahan. 

Baca juga: 2 Terdakwa Rokok Ilegal di Kabupaten Mojokerto Dituntut 3 Tahun Penjara dan Denda Rp1,5 Miliar

Jutaan batang rokok tersebut disita dari proses penindakan di jalanan hingga operasi yang menargetkan gudang jasa antar atau titipan barang yang tersebar di wilayah Jatim seperti Surabaya, Mojokerto dan Pulau Madura. 

Fatoni menyebutkan, beberapa perusahaan yang diketahui memproduksi rokok ilegal juga telah ditindak. 

Namun ia tak menampik, masih ada perusahaan yang belum terdeteksi karena pada wadah kemasan rokok ilegal tanpa cukai itu, tidak menyantumkan nama perusahaan produksi rokok tersebut. 

Baca juga: Menkeu Purbaya Janji Tindak Tegas Mafia Penyelundupan Rokok Ilegal: Tak Peduli Di Belakangnya Siapa

"Jadi kalau ditanya perusahaan bagaimana dia tidak mencantumkan PT mana produksinya. Jadi benar-benar rokok ilegal," pungkasnya. 

Sementara itu, Kasatpol PP Provinsi Jatim, Andik Fajar Cahyono mengatakan, pemusnahan rokok ilegal ini adalah langkah serius dari Dirjen Bea dan Cukai serta Pemprov Jatim dalam menegakkan hukum dan melindungi masyarakat dari barang yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Karena, bukan cuma merugikan negara dari segi penerimaan negara, tapi juga menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat dan ekonomi di daerah.

Oleh karena itu, pihaknya sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah bekerja keras dalam mengidentifikasi, menyita dan mengamankan barang kena cukai ilegal. 

"Karena ini menjadi komitmen serta sinergitas kita bersama dalam melawan kegiatan ilegal yang merugikan banyak pihak," ujarnya. 

Baca juga: Pengakuan Kakek Tarman ke Keluarga Sheila: Dekat dengan Bos Rokok dan Bawa Mahar Cek Rp3 Miliar

Sejak awal hingga pertengahan tahun 2025, medio antara Bulan April hingga Juli, Satuan Polisi Pamong Praja Pemprov Jatim, bersama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jatim, berhasil menyita 17.166.200 batang rokok ilegal tanpa cukai, bernilai barang Rp25.507.807.000 (Rp25 miliar). 

Dari jumlah penyitaan tersebut, potensi kerugian negara dari cukai sekitar Rp12.815.585.200 (Rp12,8 miliar). 

Kemudian kerugian negara dari pajak rokok sebesar Rp1.281.558.520 (Rp1, 28 miliar), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hasil tembakau Rp2.729.335.349 (Rp2,72 miliar) 

"Sehingga total kerugian negara sebesar Rp16.826.479.826.479 atau (Rp16,8 miliar). Dari hasil ini kami dapat memahami dampak kerugian dari rokok ilegal," jelasnya

Menurut Andik, peredaran rokok ilegal merupakan masalah serius yang merugikan banyak pihak bagi negara, rokok ilegal menyebabkan hilangnya potensi penerimaan negara dari sektor cukai. 

Menghadapi tantangan ini tidak ada satupun pihak yang dapat bekerja sendiri. 

Menurutnya, pemberantasan rokok ilegal membutuhkan partisipasi aktif dan sinergi dari berbagai pihak. 

"Kehadiran kita semua di sini adalah bukti nyata komitmen kita untuk bekerja sama. Sinergitas antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum dan masyarakat adalah kunci utama untuk menekan peredaran rokok ilegal secara efektif," terangnya. 

Andik menerangkan, sebagai community protector pihak bea cukai memiliki peran untuk melindungi masyarakat dari peredaran barang ilegal.

Guna melaksanakan peran tersebut, bea cukai bekerja sama dengan pemerintah daerah dan instansi penegak hukum lainnya untuk memberantas peredaran rokok ilegal dengan memanfaatkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DPH CHT) 

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 tentang cukai, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2007 gubernur mengelola dan menggunakan dana bagi hasil cukai hasil tembakau dan mengatur pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau kepada bupati walikota di daerahnya masing-masing berdasarkan besaran kontribusi penerimaan cukai hasil tembakaunya.

Pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau dilakukan dengan persetujuan menteri dengan komposisi 30 persen untuk provinsi penghasil, 40 persen untuk kabupaten kota daerah penghasil dan 30 persen untuk kabupaten kota lainnya. 

Andik menjelaskan cukai adalah salah satu sumber pendapatan negara yang mempunyai kontribusi penting dalam memperkuat kapasitas fiskal khususnya dalam kelompok penerimaan dalam negeri. 

Cukai tembakau sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran dan kemiskinan terutama di daerah-daerah penghasil seperti Provinsi Jatim.

Industri rokok di Jatim tergolong industri yang sangat padat karya. Industri rokok juga mempunyai keterkaitan yang sangat kuat dengan sektor hulu, khususnya perkebunan tembakau dan cengkeh. 

Serta sektor hilir yaitu sektor usaha mikro, kecil, dan menengah yang menjadi outlet pasar produknya.

"Ribuan tenaga kerja terserap dalam industri rokok sejak dari hulu sampai hilir. Memburuknya kinerja industri rokok tentunya akan berdampak signifikan bagi perekonomian khususnya di Jatim," ungkapnya. 

Perlu diketahui, lanjut Andik, dana bagi hasil adalah dana yang dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Sementara, dana bagi hasil cukai adalah bagian dari transfer ke daerah yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai atau provinsi penghasil tembakau.

Dana bagi hasil cukai hasil tembakau merupakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan persentase tertentu yang dialokasikan kepada daerah penghasil cukai dan tembakau untuk mendukung jaminan kesehatan nasional, meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan kesehatan, serta mendorong pemulihan perekonomian daerah.

Penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 72 tahun 2024 tentang penggunaan dana bagi hasil cukai, hasil tembakau. 

Nah, pada tahun anggaran 2025, Provinsi Jatim memperoleh Rp3.577.993.386.000 atau (Rp3,57 triliun).

"Ini merupakan penerimaan terbesar nasional," tegasnya. 

Dari jumlah tersebut, alokasi khusus untuk pemerintah provinsi adalah sekitar Rp 954.131.569.000 atau (Rp954 milliar) sisanya dibagikan ke-38 kabupaten kota.

Pada peraturan Menteri Keuangan tersebut menyebutkan bahwa pemanfaatan DPH CHT 50 persen untuk bidang kesejahteraan masyarakat, 10 persen untuk bidang penegakan hukum dan 40 persen untuk bidang kesehatan.

BACA BERITA SURYA.CO.ID LAINNYA DI GOOGLE NEWS

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved