Berita Viral

Keikhlasan 3 Korban Runtuhnya Ponpes Al Khoziny yang Tubuhnya Diamputasi, Kondisi Haikal Tak Terduga

Keikhlasan ditunjukkan tiga korban runtuhan musala Ponpes Al Khoziny yang anggota tubuhnya diamputasi. Ada yang ingin balik ke pondok.

Editor: Musahadah
kolase kompas TV
IKHLAS - Dari kiri ke kanan: Rosi, Haikal dan Nur Ahmad, tiga santri korban runtuhan musala ponpes Al Khoziny yang diamputasi bagian tubuhnya. Keikhlasan ditunjukkan mereka. 

SURYA.CO.ID - Keikhlasan ditunjukkan tiga korban runtuhan musala Ponpes Al Khoziny yang anggota tubuhnya diamputasi.

Ketiganya adalah Syechlendra Haikal (13), Nur Ahmad  dan Saiful Rosi Abdillah (14). 

Saat dikeluarkan dari retuntuhan bangunan, kondisi Haikal tak tampak mengkhawatirkan.

Bahkan hasil pemeriksaan CC Scan dan rontgen, Haikal dinyatakan sehat dan tidak mengalami luka serius sama sekali.

Ia hanya menderita memar di kaki dan wajah akibat tertimpa puing bangunan.

Baca juga: Meski Keluarga Santri Tewas di Ponpes Al Khoziny Ikhlas dan Tolak Santunan, Polisi Tetap Selidiki

Namun setelah 4 hari dirawat, tim dokter RSUD Sidoarjo menemukan kerusakan jaringan syaraf dan pembuluh darah di kaki kiri Haikal.

Dr Larona Hydravianto, Dokter Ortopedi RSUD Sidoarjo mengakui saat ini Haikal menjadi perhatian tim dokter karena kondisinya sedang tidak baik. 

"Jadi memang di tungkai kakinya itu memang sudah mengalami iskemik. Bahkan hari ini kelihatannya juga semakin memburuk . Termasuk dari hasil lab-nya pun sudah tanda-tanda sepsis. Jadi leokositnya sudah sampai 21.000. Terus kemudian ada peningkatan function tes yang juga sangat tinggi. Dan pasiennya sudah mulai gelisah, panas dan sebagainya," ungkap dr Larona dikutip dari tayangan Kompas TV pada Selasa (7/10/2025). 

Dengan kondisi itu, menurutnya sangat memungkinkan untuk dilakukan amputasi. 

Diakui Larona, pihaknya sudah melakukan segala macam pengobatan, termasuk perawatan bersama dokter anak dan dokter bedah vaskuler. 

Bahkan sudah dilakukan USG Doppler.

"Memang hasilnya untuk flow atau aliran darah ke kaki itu sudah tidak ada. Jadi memang jaringannya sangat sulit untuk dipertahankan," katanya. 

Amputasi dilakukan di sepanjang batasan jaringan yang masih sehat. 

"Jadi prinsip kita kalau melakukan amputasi itu adalah sepanjang mungkin yang masih bisa dipertahankan, Pokoknya sampai bagian yang sehat," katanya. 

Abdul Hawi, ayah Haikal mengatakan meskipun kondisi anaknya masih lemas, namun Haikal masih semangat. 

"Kuat semangatnya itu kepengin sembuh," katanya. 

Diakui Hawi, sebelum Haikal ditemukan tiga hari setelah tragedi terjadi, pihak keluarga tak henti-hentikan berdoa, mulai dari istighotsah yasin, salawat hingga kataman.

Saat ini pun keluarganya terus berdoa agar Haikal sembuh seperti semula. 

Diakui Hawi, Haikal baru sekira 4  bulan mondok di Al Khoziny, usai lulus Sekolah Dasar. 

Tim SAR yang menolong Haikal mengaku tubuh bocah 13 tahun itu terlindungi oleh tubuh korban lain yang meninggal dalam posisi sujud. 

Keajaiban ini pun membuat sejumlah orang bertanya amalan apa yang diperbuat sang bocah. 

Dwi Ajeng Tyasusanti mengakui sang anak rajin berpuasa sejak TK. 

"Puasanya full. Kalau Ramadan tuh puasanya (penuh). Kadang puasa Senin, puasa Kamis gitu, tapi enggak tiap hari. Pokoknya 1 minggu sekali puasa," kata Dwi dikutip dari tayangan youtube CNN Indonesia pada Jumat (3/10/2025). 

Dwi juga mengungkapkan momen unik yang diceritakan Haikal kepadanya setelah berhasil keluar dari reruntuhan. 

Haikal cerita, saat masih berjuang hidup di celah sempit dia merasa sangat haus. 

Tiba-tiba ada anak kecil yang memberikannya air untuk diminum. 

Setelah meminum air itu, bocah berusia 13 tahun ini langsung tertidur pulas. 

Ia baru terbangun kembali setelah mendengar petugas yang memanggil-manggil namanya.

"Katanya anaknya waktu itu kakak kan haus sekali ceritanya. Haus sekali terus ada anak kecil ngasih minum.  Terus minum. Habis gitu dia tidur," ungkap Dwi.

Sebelumnya, dalam video yang viral di media sosial, sempat memperlihatkan saat tim SAR berkomunikasi dengan Haikal dan Yusuf. 

Dalam video itu, anggota Tim Rescue Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Surabaya, Aziz sempat menanyakan kondisi Haikal dan satu temannya bernama Yusuf yang masih terjepit di antara beton dan puing-puing, secara bergantian.
 
 "Yusuf, umurmu berapa?" tanya Aziz.
 
 "16 tahun," jawab Yusuf.

"Apa yang luka?" tanyanya lagi.

"Tidak ada," ucap Yusuf.

"Tidak ada ya, cuma perut kejepit ya," kata Aziz.

"Iya," jawab Yusuf.

Selanjutnya, Aziz menanyakan kondisi korban lainnya bernama Haikal yang tak jauh dari posisi korban Yusuf.

"Haikal, kamu yang sakit apa, nak?" tanya Aziz.
 
 "Semuanya sakit," jawab Haikal.

"Oke, semangat ya, sabar ya nak ya. Aku Aziz dari Rescue Surabaya. Sabar ya, ini usaha," ucap Aziz.

Setelah itu, Aziz berkomunikasi dengan tim rescue DPKP Surabaya melalui handy talkie.

Ia melaporkan kondisi kedua korban yang masih terjepit kepada petugas lainnya.

"Butuh beberapa waktu ya. Ini saya berjalan merayap saja kesulitan," ujarnya.

"Untuk Haikal di arah jam 1 ya. Kurang lebih 2 meter dari jarak saya. Untuk saudara Yusuf arah jam 12 dari saya kurang lebih 4 meter," ujar Aziz.

Rosi Ingin Kaki Palsu

KAKI PALSU - Rosi, santri yang diamputasi kakinya karena tertimpa reruntuhan musala ponpes Al Khoziny, cuma ingin kaki palsu.
KAKI PALSU - Rosi, santri yang diamputasi kakinya karena tertimpa reruntuhan musala ponpes Al Khoziny, cuma ingin kaki palsu. (kolase Liputan 6/istimewa)

Korban lain yang diamputasi adalah Saiful Rosi Abdillah (14).

Rosi yang tertimbun 3 hari bertahan hidup dalam celah reruntuhan bangunan musala ponpes Al Khoziny itu mengakui kaki kanannya tertimpa reruntuhan bangunan saat dia mau menyelamatkan diri. 

Baca juga: Sosok Abdul Aziz Penolong Korban Runtuhnya Musala Ponpes Al Khoziny, Menangis Dengar Banyak Rintihan

Diceritakan, saat itu dia tengah salat Ashar berjamaah di musala. 

Di rakaat pertama, ada serpihak-serpihak kecil dan kayu yang terjatuh dari atas. 

"Kayak gak ada apa-apa," katanya. 

Kemudian, masuk rakaat kedua lantai atas langsung runtuh menghujam ke bawah. 

"Saya ditarik sama saudara saya. saudara saya lari, saya ikut lari, jatuh. kaki ketimpa reruntuhan," ungkapnya Rosi yang mengaku masih sadar saat itu. 

Setelah tubuhnya terjepit reruntuhan, Rosi mengaku sudah pasrah. 

Awalnya dia berteriak meminta tolong, namun oleh anak-anak lainnya diminta diam sambil menunggu regu bantuan.

"Udah diem aja, tunggu bantuan. Hemat oksigen," katanya. 

Selama tiga hari, Rosi hanya bisa baca salawat dan istighfar bersama anak-anak lainnya. 

"Pikiran sudah mati. mati, mati. Pasrah," akunya dengan suara lirih. 

Setelah tiga hari, datang seseorang berteriak menanyakan apakah ada orang di dalamnya. 

Rosi pun langsung berteriak menjawabnya. 

"Ada pak, sini pak, tolong-tolong. Iya, tunggu tunggu. Ditanyaian namanya siapa," katanya. 

Akhirnya, tim SAR berusaha mengevakuasi Rosi dengan mengebor beton yang menutupinya.

Saat itu, dia terpaksa menepis tangan temannya yang sudah tak berdaya di sampingnya karena harus ditarik ke luar oleh tim SAR. 

"Saya disuruh duluan. Timnya masuk ngebor cor-coran yang ada di kaki, diangkat," ungkapnya. 

Meski insiden itu hampir merenggut nyawanya, Rosi mengaku tidak trauma mondok. 

Dia bahkan bertekat akan melanjutkan belajar di Ponpes Al Khoziny. 

"Kalau udah sembuh, mau melanjutkan mondok," pungkasnya. 

Nur Ahmad Ikhlas Kehilangan Lengan

AMPUTASI - Nur Ahmad, santri korban reruntuhan ponpes Al Khoziny yang harus diamputasi lengannya karena tertimpa beton.
AMPUTASI - Nur Ahmad, santri korban reruntuhan ponpes Al Khoziny yang harus diamputasi lengannya karena tertimpa beton. (kolase kompas.com/surya.co.id/m taufik)

Kisah tak kalah memilukan dialami Nur Ahmad, santri lainnya. 

Nur Ahmad harus rela kehilangan lengannya setelah diamputasi akibat tertimpa beton runtuhan bangunan ponpes. 

Keputusan amputasi di tempat kejadian itu dilakukan untuk menyelamatkan nyawa Nur Ahmad agar tidak banyak kehilangan darah kalau harus menunggu runtuhan beton diangkat dahulu. 

Nur Ahmad mengaku tidak mampu melarikan diri setelah sejumlah batu dan beton menimpa tubuhnya.

Diceritakan, awalnya dia tidak merasakan tanda-tanda kejanggalan sebelum bangunan tiga lantai itu ambruk saat salat Asar pada Senin (29/9/2025).

Namun, tiba-tiba musala Ponpes Al Khoziny yang tengah dibangun itu runtuh dan menimpa para santri. 

"Rakaat kedua kejadiannya. Langsung jatuh betonnya,” kata Ahmad saat dirawat di RSUD RT Notopuro Sidoarjo, Jumat (3/10/2025).

Lengan kirinya tertimpa beton dan tidak lagi bisa digerakkan.

“Enggak bisa (menyelamatkan diri), langsung kena tangan. Enggak (tahu sebelah ada siapa), enggak melihat mukanya. Jadi waktu ruku, langsung tiarap setelah ada reruntuhan,” ujarnya.

Saat terjebak, Ahmad berusaha bertahan hingga akhirnya mendengar suara petugas evakuasi. 

Ia langsung berteriak meminta tolong.

“Iya saya teriak minta tolong, ada (petugas) yang mendengar. Bertahannya dari sore sampai malam. Ya sakit (ketika disuntik bius), katanya harus tenang,” ucapnya.

 

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved