DPRD dan Pemkot Surabaya Sepakat Anggarkan Rp 30 Miliar untuk Pengolahan Sampah Berbasis RDF

Kota Surabaya, Jatim, akan mengembangkan sampah yang diolah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) atau bahan bakar. Dana Rp 30 miliar dianggarkan

Penulis: Nuraini Faiq | Editor: Cak Sur
Istimewa/Dokumentasi Aning Rahmawati
BANK SAMPAH - Warga di Gunung Anyar, Kota Surabaya, Jawa Timur, saat beraktivitas dalam kegiatan bank sampah. Tahun ini melalui APBD Perubahan, Surabaya disuntik anggaran Rp 30 miliar untuk kembangkan pengolahan sampah berbasis RDF (Refuse Derived Fuel) menjadi bahan bakar alternatif. 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Mulai akhir tahun 2025 ini, 1.600 ton sampah yang dibuang warga Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim), setiap harinya sudah bisa diolah secara optimal. 

Disebutkan, Surabaya akan mengembangkan sampah yang diolah itu menjadi Refuse Derived Fuel (RDF).

DPRD dan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), sepakat telah menganggarkan dana Rp 30 miliar untuk pengembangan pengolahan sampah ini. 

Setiap hari, paling tidak ada 1.600 ton sampah dibuang warga Surabaya. Baik sampah rumah tangga, rumah makan, hotel, perkantoran hingga skala industri. 

Makin banyaknya penduduk, sampah akan makin menumpuk. 

"Sistem RDF akan dikembangkan di Surabaya mulai tahun ini," kata Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Aning Rahmawati, Jumat (15/8/2025).

Aning yang juga anggota Badan Anggaran dari Fraksi PKS ini, menyebut bahwa pengolahan sampah berbasis RDF itu, sudah akan beroperasi awal 2026. Tahun ini, semua sudah siap.

Tidak hanya mesin dan teknologi yang sudah ada, tapi sumber daya manusia (SDM) dan sejumlah TPS juga sudah disiapkan untuk mengolah sampah jadi bahan bakar. Terutama sampah yang tidak bisa diurai seperti plastik, kain dan sejenisnya bisa diatasi.

Bappeda Litbang Kota Surabaya bersama DLH juga sudah menyiapkan TPS (Tempat Penampungan Sementara) khusus untuk RDF itu.

Namun, tantangannya adalah ada yang resisten dengan pembukaan TPS baru.

Nantinya semua sampah akan lebih dulu dipilah. Proses pemisahan, penghancuran dan pengeringan sampah akan dilakukan. Dengan mesin dan teknologi RDF akan menjadi solusi.

Aning menyoroti, bahwa pengolahan sampah di Surabaya saat ini masih belum optimal. Biaya pengangkutan menjadi beban karena open dumping. Diangkut begitu saja.

Bahkan, sampah organik yang komposisinya mencapai 80 persen dari total buangan sampah, juga belum dioptimalkan jadi pupuk. Tidak diolah. Sisanya 20 persen sampah anorganik juga harus diolah.

"Dengan paling tidak lima TPS khusus dalam pengolahan RDF, akan mengurangi beban buangan ke TPA Benowo. Kalau setiap TPS ini bisa mengolah 160 ton sampah, akan ada 800 ton sampah diolah," urai Aning.

Lebih jauh, tinggal separuh total sampah lainnya. TPA Benowo tidak makin menjulang. Tidak hanya bau, efek rumah kaca juga timbul jika sampah makin menumpuk.

Kepala DLH Surabaya, Dedik Irianto, sebelumnya menyebut bahwa sampah organik sudah diolah. 

"Kami bahkan ada 27 rumah kompos dan 12 TPS 3R (Reduce, Reuse, Recycle)," kata Dedik.

Sedangkan terkait rencana pengolahan sampah dengan sistem RDF, masih belum dijelaskan.

Aning sendiri menimpali, bahwa 27 rumah kompos itu bukan untuk sampah organik. Tapi sampah daun dan ranting.

Sumber: Surya
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved