Pertalite Jatim Diduga Bermasalah

Pakar Otomotif PCU Surabaya : Motor Brebet Bukan Semata Karena Etanol

Menurut Prof. Willyanto, persoalan tersebut tidak bisa langsung dikaitkan dengan kandungan etanol pada bahan bakar

Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Titis Jati Permata
Foto Istimewa PCU Surabaya
MOTOR BREBET - Pakar otomotif Prof. Dr. Willyanto Anggono, S.T., M.Sc., dosen Automotive Petra Christian University (PCU) Surabaya. 

SURYA.CO.ID, SURABAYA – Ramainya laporan motor yang brebet dan mogok usai mengisi bahan bakar Pertalite di sejumlah daerah di Jawa Timur mendapat tanggapan dari pakar otomotif Prof. Dr. Willyanto Anggono, S.T., M.Sc., dosen Automotive Petra Christian University (PCU) Surabaya.

Menurut Prof. Willyanto, persoalan tersebut tidak bisa langsung dikaitkan dengan kandungan etanol pada bahan bakar.

Baca juga: Banyak Mesin Motor Brebet Usai Isi Pertalite, Wawali Surabaya Minta Pertamina Ganti Biaya Bengkel

Ia menegaskan perlunya pemeriksaan menyeluruh terhadap rantai distribusi bahan bakar.

“Harus dicek dulu apakah bahan bakar yang keluar dari SPBU itu sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan pemerintah atau tidak,” ujarnya.

Prof. Willyanto menjelaskan, gangguan pada mesin seperti brebet, tarikan berat, atau mati mendadak bisa dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari sistem penyimpanan di SPBU, proses transportasi bahan bakar dari depo, hingga kemungkinan kontaminasi air. 

“Kadang hujan atau kondisi lingkungan bisa membuat bahan bakar tercampur air. Itu juga bisa berpengaruh besar,” tambahnya.

Ia menegaskan, setiap SPBU seharusnya melakukan pemeriksaan rutin terhadap kualitas bahan bakar yang dijual. 

Baca juga: Banyak Keluhan Motor Brebet Usai Diisi Pertalite, Dirut Pertamina Patra Niaga Datangi SPBU di Jatim

Pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Dirjen Migas), telah menetapkan spesifikasi yang jelas untuk setiap jenis BBM seperti Pertamax dan Pertalite.

“Kalau yang dijual tidak sesuai dengan spesifikasi itu, tentu bisa menimbulkan masalah pada mesin konsumen,” jelasnya.

Lebih lanjut, Prof. Willyanto menjelaskan bahwa penambahan etanol ke dalam bahan bakar sebenarnya memiliki sisi baik dan buruk. 

Dari sisi positif, etanol memiliki angka oktan tinggi dan bersifat renewable energy karena berasal dari bioetanol. 

Namun, etanol juga memiliki nilai kalor yang lebih rendah dibandingkan bensin biasa dan bersifat higroskopik, sehingga mudah menyerap air serta dapat bersifat korosif terhadap komponen logam atau karet dalam mesin.

“Etanol itu seperti alkohol, jadi bisa melarutkan karet atau bereaksi dengan bahan tertentu dalam sistem bahan bakar. Karena itu, tidak semua mesin cocok menggunakan bahan bakar campuran etanol,” terangnya.

Baca juga: Petugas Gabungan Sidak SPBU Lamongan, Sebut Pertalite Aman Sesuai Standar

Mengenai kebijakan pemerintah yang berencana menerapkan campuran etanol 10 persen (E10), Prof. Willyanto menilai langkah itu baik selama disesuaikan dengan kemampuan mesin yang beredar di pasaran.

"Secara prinsip, etanol baik dan ramah lingkungan. Tapi bahan bakar itu ibarat makanan bagi mesin. Jadi harus sesuai dengan kebutuhan mesinnya,” katanya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved