Berita Viral

Cerita Pilu Abdul Muis Guru SMA yang Dipecat Delapan Bulan Sebelum Pensiun, Dipicu Dana Sumbangan

Abdul Muis tiba-tiba diberhentikan dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA). Begini kisahnya

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
Kolase Kompas.com Muh Amran Amir/Dokumentasi PGRI Luwu Utara
(kiri ke kanan) Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SMA Negeri 2 Luwu Utara, Sulawesi Selatan menyerahkan donasi kepada Abdul Muis. Abdul Muis (59), guru mata pelajaran Sosiologi di SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan saat dikonfirmasi kompas.com, Senin (10/11/2025) 
Ringkasan Berita:
  • Abdul Muis diberhentikan dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA).
  • Pemecatan itu imbas kasus yang menjerat Abdul Muis pada 2021, saat masih menjabat sebagai Bendahara Komite Sekolah SMA Negeri 1 Luwu Utara.

 

SURYA.CO.ID - Kisah memilukan dialami Abdul Muis, guru Sosiologi di SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan. 

Abdul Muis tiba-tiba diberhentikan dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA).

Dalam Putusan MA Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023 tanggal 26 September 2023, dan ditindaklanjutin dengan Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.4/4771/BKD tentang pemberhentian dirinya sebagai guru ASN.

Pemecatan ini bermula pada 2018 lalu, saat Abdul Muis menjabat sebagai Bendahara Komite SMAN 1 Luwu Utara.  

Ia ditunjuk oleh rapat orang tua siswa dan pengurus komite untuk mengelola dana sumbangan sukarela.

“Saya didaulat jadi bendahara komite melalui hasil rapat orang tua siswa dengan pengurus. Jadi posisi saya itu hanya menjalankan amanah,” kata Abdul Muis saat ditemui di sekretariat PGRI Luwu Utara, Senin (10/11/2025), dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.

Muis menjelaskan, dana yang dikelola merupakan hasil kesepakatan rapat bersama orang tua siswa, bukan pungutan sepihak.

“Dana komite itu hasil kesepakatan orang tua. Disepakati Rp 20.000 per bulan. Yang tidak mampu, gratis. Yang bersaudara, satu saja yang bayar,” ujarnya.

Dana itu digunakan untuk mendukung kegiatan sekolah dan memberikan tunjangan kecil bagi guru dengan tugas tambahan, seperti wali kelas, pengelola laboratorium, dan wakil kepala sekolah.

Sekolah Kekurangan Guru

Baca juga: Sosok Irjen Djuhandhani Kapolda Sulsel yang Tuntaskan Kasus Penculikan Bilqis, Baru Jabat 7 Hari

Menurut Muis, saat itu sekolah menghadapi kekurangan tenaga pendidik karena banyak guru yang pensiun, mutasi, atau meninggal dunia.

“Tenaga pengajar itu kan dinamis. Ada yang meninggal, ada yang mutasi, ada yang pensiun. Jadi itu bisa terjadi setiap tahun,” ucapnya.

Sekolah pun harus mencari guru honor baru. Namun, proses administrasi agar mereka masuk sistem Dapodik butuh waktu hingga dua tahun.

“Kalau guru honor baru itu, butuh dua tahun untuk bisa masuk ke Dapodik. Nah, sementara itu, kegiatan belajar tetap harus jalan,” tambahnya.

Jumlah guru honor di sekolah itu mencapai 22 orang, banyak di antaranya bekerja dengan penghasilan minim.

“Ada guru honor namanya Armand, tinggal di Bakka."

"Kadang saya kasih Rp150 ribu sampai Rp200 ribu karena dia sering tidak hadir, tidak punya uang bensin,” kenangnya.

Didatangi Pria Mengaku LSM

Masalah muncul pada 2021, ketika seorang pemuda yang mengaku aktivis LSM datang ke rumahnya menanyakan soal dana sumbangan.

“Anak itu datang, langsung bilang: ‘Benarkah sekolah menarik sumbangan?’ Saya jawab benar, itu hasil keputusan rapat. Tapi saya kaget, dia mau periksa buku keuangan,” tutur Muis.

Tak lama kemudian, ia mendapat panggilan dari pihak kepolisian. Kasus berkembang hingga ia dakwa melakukan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan kepada siswa.

Baca juga: Rekam Jejak 10 Pahlawan Nasional yang Baru Diumumkan Presiden Prabowo, Termasuk Soeharto dan Gus Dur

Pengadilan menjatuhkan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan.

“Total saya jalani enam bulan 29 hari karena ada potongan masa tahanan. Denda saya bayar,” ujarnya.

Menurut Muis, proses hukum berjalan panjang. Setelah berkas dilimpahkan ke kejaksaan, sempat dinyatakan belum lengkap (P19) karena belum ditemukan bukti kerugian negara.

“Lalu entah bagaimana, polisi bekerja sama dengan Inspektorat. Maka lahirlah testimoni dari Inspektorat yang menyatakan bahwa Komite SMA 1 itu merugikan keuangan negara,” kata Muis.

Ia menyebut Inspektorat Kabupaten Luwu Utara hadir sebagai saksi dalam sidang Tipikor tingkat pertama.

Meski menerima putusan, Muis tetap yakin tidak bersalah. Ia menilai kasus itu terjadi karena salah tafsir terhadap peran komite sekolah.

“Kalau itu disebut pungli, berarti memalak secara sepihak dan sembunyi-sembunyi. Padahal, semua keputusan kami terbuka, ada rapatnya, ada notulen, dan dana itu digunakan untuk kepentingan sekolah,” ucapnya.

“Kalau dipaksa, mestinya semua siswa harus lunas. Tapi faktanya banyak yang tidak membayar dan mereka tetap ikut ujian, tetap dilayani,” tambahnya.

Setelah diberhentikan dari status PNS, Muis mengaku pasrah namun tetap tegar.

“Rezeki itu urusan Allah. Masing-masing orang sudah ditentukan jatahnya. Saya tidak mau larut. Cuma sedih saja, niat baik membantu sekolah malah berujung seperti ini,” ujarnya pelan.

Selama menjadi bendahara, ia hanya menerima uang transportasi Rp125.000 per bulan dan tambahan Rp200.000 sebagai wakil kepala sekolah. Sebagian ia gunakan membantu guru honor.

Aksi Solidaritas Guru dan Permohonan Grasi

Kasus Abdul Muis memantik aksi solidaritas dari PGRI Luwu Utara di halaman DPRD Luwu Utara, Selasa (4/11/2025).

Aksi itu juga mendukung Drs. Rasnal, M.Pd, guru dari UPT SMAN 3 Luwu Utara yang mengalami nasib serupa.

“Guru hari ini berada di posisi yang rentan. Tanpa perlindungan hukum yang jelas, kebijakan sekolah bisa berujung pada kriminalisasi,” ujar Ismaruddin, Ketua PGRI Luwu Utara.

PGRI kemudian mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto untuk dua guru tersebut.

Keduanya diberhentikan tidak hormat berdasarkan keputusan Gubernur Sulsel:

  1. Drs. Rasnal, M.Pd, Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.2/3973/BKD
  2. Drs. Abdul Muis, Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.4/4771/BKD

Kasus Abdul Muis menjadi cerminan batas kabur antara sumbangan sukarela dan pungutan liar di sekolah negeri.

Komite sekolah sejatinya adalah mitra lembaga pendidikan, bukan penanggung jawab utama pendanaan. Namun di banyak daerah, keterbatasan anggaran memaksa mereka berperan lebih.

“Saya ini hadir dengan niat ikhlas untuk membantu sekolah. Tapi mungkin ini jalan yang harus saya lalui. Saya hanya ingin orang tahu, saya bukan koruptor,” tutur Muis.

Siswa Beri Bantuan

Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SMAN 1 Luwu Utara, mereka menyerahkan donasi kepada Abdul Muis.

Penyerahan donasi berlangsung di Sekretariat PGRI Kabupaten Luwu Utara, Jalan Jenderal Sudirman, Kelurahan Bone, Kecamatan Masamba, Senin (10/11/2025).

Bantuan diterima langsung oleh Ketua PGRI Luwu Utara, Ismaruddin.

Wakil Ketua OSIS SMAN 2 Luwu Utara, Sayu Alicya Maharani, mengatakan penggalangan dana dilakukan sebagai bentuk simpati dan dukungan moral kepada dua guru yang selama ini dikenal berdedikasi.

“Kami sangat sedih atas pemecatan guru kami. Ini bentuk kepedulian kami kepada Pak Rasnal dan Pak Abdul Muis."

"Semoga mereka mendapatkan keadilan kemanusiaan dan bisa kembali menjadi ASN serta mengajar di kelas seperti dulu,” kata Sayu saat dikonfirmasi, Senin.

Menurut Sayu, dana dikumpulkan secara sukarela oleh para siswa.

Meski jumlahnya tidak besar, mereka berharap bantuan ini dapat menjadi simbol kasih dan penghormatan.

“Terima kasih kepada semua pihak yang sudah ikut berdonasi. Semoga bantuan ini sedikit meringankan beban dan menjadi penyemangat bagi kedua guru kami,” ucapnya.

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved