Berita Viral

Gelar Pahlawan untuk Soeharto Dipersoalkan, Ini Sosok Adian Napitupulu yang Ikut Menolak

Inilah sosok Adian Napitupulu, yang ikut menolak rencana pemerintah memberikan gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto. 

Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: Musahadah
Konten.co.id
TOLAK SOEHARTO - Inilah sosok Adian Napitupulu, yang ikut menolak rencana pemerintah memberikan gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto.  
Ringkasan Berita:
  • Adian Napitupulu menolak gelar pahlawan untuk Soeharto karena menilai kepemimpinannya otoriter dan tidak pantas dijadikan teladan.
  • Kritik Adian soal HAM dan lingkungan, termasuk pelanggaran kebebasan pers, pembatasan organisasi, serta penebangan hutan besar-besaran.
  • Kemerintah bersikukuh, Fadli Zon menyebut Soeharto memenuhi syarat, meski pro-kontra terus berlanjut.

 

SURYA.CO.ID - Inilah sosok Adian Napitupulu, yang ikut menolak rencana pemerintah memberikan gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto. 

Rencana pemberian gelar pahlawan tersebut memicu pro-kontra di berbagai kalangan. 

Penolakan datang dari aktivis reformasi, akademisi, hingga sebagian masyarakat. 

Adian Napitupulu, salah satu tokoh reformasi yang ikut memperjuangkan jatuhnya Orde Baru pada 1998 juga menolaknya. 

Adian menilai Soeharto tidak layak dijadikan teladan. 

Menurutnya, kepemimpinan Soeharto yang otoriter selama 32 tahun tidak pantas dihargai dengan gelar pahlawan. 

“Gelar itu kan karena ada hal-hal yang memang menjadi keteladanan, kemudian ada banyak alat ukur ya segala macam. Nah, Soeharto apa ya?” ujar Adian saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (5/11/2025).

Baca juga: 40 Tokoh Diusulkan Mendapat Gelar Pahlawan Nasional: Ada Soeharto, Gus Dur, hingga Marsinah

Sosok Adian Napitupulu 

Adian Napitupulu dikenal sebagai aktivis yang vokal menyoroti isu demokrasi dan hak asasi manusia. 

Adian aktif dalam gerakan reformasi 1998 yang menuntut berhentinya rezim Orde Baru. 

Selain itu, Adian juga menekankan pentingnya kesadaran sejarah bagi generasi muda dan kerap menyoroti isu kebijakan publik, HAM, serta lingkungan.  

Adian menolak klaim bahwa pembangunan era Soeharto menjadi alasan pemberian gelar. 

“Kalau gua pikir, siapapun bisa melakukan itu. Tapi kalau misalnya kemudian kita bilang apakah itu luar biasa, gua tidak lihat,” ujarnya. 

Ia menyoroti pelanggaran kebebasan pers dan hak petani selama Orde Baru. 

Banyak media dibredel, kebebasan organisasi dibatasi, dan sistem partai politik hanya diizinkan dua partai ditambah Golongan Karya. 

“Artinya, kebebasan berorganisasi sebagai syarat demokrasi juga tidak tumbuh tuh di masa Soeharto,” kata Adian. 

Selain itu, catatan pelanggaran HAM meliputi peristiwa 1965, Petrus, Tanjung Priok, hingga Talangsari. 

Pembatasan lain, termasuk pelarangan jilbab. 

Dampak lingkungan dan ekonomi 

Adian menyoroti dampak kebijakan Soeharto terhadap lingkungan. 

Lahan pertanian di Bogor, Jawa Barat, dan Jawa Tengah diambil tanpa ganti rugi memadai. 

“Sampai tahun ’95 atau tiga tahun sebelum jatuhnya Soeharto, ada sekitar 57 juta hektar hutan yang dijadikan HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Kalau kita asumsikan setiap hektar ada 200 pohon besar yang ditebang, maka paling tidak ada sekitar 11 miliar pohon lebih yang ditebang. Itu atas nama negara yang diberikan kewenangannya oleh Soeharto sebagai kepala negara,” jelasnya. 

Ia menekankan bahwa dampak dari kebijakan ini masih dirasakan masyarakat hingga kini. 

“Pohonnya ditebang tahun ’95, dampaknya terhadap kualitas udara kita sampai sekarang dong. Bahwa mereka tidak tahu terjadi penebangan pohon itu benar, tapi bahwa dampaknya mereka rasakan,” katanya. 

Adian juga menyoroti penguasaan lahan oleh keluarga Cendana, yang mencapai 3,6 juta hektar, lebih besar dari Provinsi Jawa Tengah. 

Ia menilai pengusaha yang muncul pada masa itu lebih mengandalkan proteksi negara daripada kemampuan usaha mandiri. 

“Kalau menurut gua yang paling penting itu, ya jangan berikan gelar pahlawanlah pada Soeharto. Masih banyak tokoh-tokoh bangsa ini yang berkorban dalam seluruh keterbatasannya tanpa merusak lingkungan, tanpa banyak hal yang lain yang memang tidak berdampak baik buat apa, buat bangsa dan negara, yang lebih patutlah jadi gelar, mendapatkan gelar pahlawan,” ujarnya. 

Adian mendorong negara lebih fokus pada program kerakyatan daripada mempertimbangkan gelar pahlawan untuk Soeharto. 

“Sudahlah, Soeharto itu ya sudahlah. Enggak usah diberikan gelar pahlawan, dan sebagainya, dan sebagainya. Lebih baik negara ini tidak usah dibikin gaduh lagi dengan gelar pahlawan buat Soeharto,” katanya. 

Pemerintah mempertahankan keputusan 

Sementara itu, Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon, menyatakan Soeharto memenuhi syarat pahlawan nasional. 

“Tentu dari kami, dari tim GTK ini, telah melakukan juga kajian, penelitian, rapat ya, sidang terkait hal ini. Jadi telah diseleksi tentu berdasarkan, kalau semuanya memenuhi syarat ya, jadi tidak ada yang tidak memenuhi syarat. Semua yang telah disampaikan ini memenuhi syarat,” kata Fadli. 

Ia menegaskan bahwa Soeharto telah melewati seluruh tahapan seleksi, mulai dari usulan masyarakat tingkat kabupaten/kota hingga provinsi. 

“Dari TP2GP yang di dalamnya juga, di dalam TP2GP juga akan ada sejarawan, ada macam-macam tuh orang-orangnya di dalam itu, ada sejarawan, ada tokoh agama, ada akademisi, ada aktivis, ya, kemudian di Kementerian Sosial dibawa ke kami. Jadi memenuhi syarat dari bawah,” ujar Fadli. 

Menurut Fadli, nama Soeharto sudah diusulkan tiga kali dan dinilai memiliki jasa penting, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 dan pembebasan Irian Barat. 

“Serangan Umum 1 Maret itu salah satu yang menjadi tonggak Republik Indonesia itu bisa diakui oleh dunia, masih ada. Karena Belanda waktu itu mengatakan Republik Indonesia sudah cease to exist, sudah tidak ada lagi,” tandasnya. 

“Pembebasan Irian Barat dan lain-lain. Jadi ada, ada rinciannya. Nanti rinciannya kalau mau lebih panjang nanti saya berikan,” tambahnya.  

Pemerintah tengah menggodok 40 nama calon pahlawan nasional, termasuk Soeharto, Gus Dur, dan Marsinah. 

Namun, wacana pemberian gelar kepada Soeharto menimbulkan penolakan dari 500 aktivis dan akademisi, sementara dukungan datang dari Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia. 

“Kami juga tadi melaporkan kepada Bapak Presiden selaku Ketua Umum DPP Partai Golkar. Saya bilang, Bapak Presiden, dengan penuh harapan, lewat mekanisme rapat DPP Partai Golkar kami sudah mengajukan Pak Harto sebagai Pahlawan Nasional,” kata Bahlil. 

Bahlil menilai Soeharto berperan penting dalam kebangkitan ekonomi Indonesia dan dikenal sebagai “Macan Asia” pada era Orde Baru. 

Sumber: Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved