Berita Viral

Rekam Jejak 12 Tokoh yang Ajukan Amicus Curiae untuk Nadiem Makarim di PN, Ada Eks Jaksa Agung

12 tokoh yang mengajukan amicus curae atau sahabat pengadilan di sidang gugatan praperadilan Nadiem Makarim.

Editor: Musahadah
kolase tribunnews/kompas.com/kompas TV
AMICUS CURIAE - Marzuki Darusman dan Goenawan Mohamad, termasuk dua daru 12 tokoh yang mengajukan amicus curiae di sidang praperadilan Nadiem Makarim. 

SURYA.co.id - Ini lah rekam jejak 12 tokoh yang mengajukan amicus curae atau sahabat pengadilan di sidang gugatan praperadilan yang diajukan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendiktiristek) Nadiem Makarim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

Sebelumnya, Nadiem Makarim mengajukan gugatan praperadilan setelah ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan chromebook oleh Kejaksaan Agung. 

Di sidang perdana, 12 tokoh ini mengajukan amicus curiae yakni pihak yang tidak terlibat langsung dalam perkara, tetapi merasa berkepentingan memberikan pendapat hukum.

12 tokoh itu adalah Amien Sunaryadi, Erry Riyana Hardjapamekas, Marzuki Darusman, Todung Mulya Lubis, Goenawan Mohamad, Betti Alisjahbana, Arief T Surowidjojo, Natalia Soebagjo, Hilmar Farid, Arsil, Rahayu Ningsih Hoed, dan Nur Pamudji. 

Arsil, salah satu tokoh mengatkaan, amicus curiae ini dimaksudkan untuk memberikan masukan kepada hakim ketua perihal hal-hal penting yang seharusnya diperiksa dalam proses praperadilan mengenai sah tidaknya penetapan seseorang sebagai tersangka.

Baca juga: Sosok Hakim I Ketut Darpawan yang Sidangkan Gugatan Nadiem Makarim, Tolak Intervensi Apapun

Menurutnya, pendapat ini bukan hanya untuk gugatan praperadilan Nadiem Makarim terkait pengadaan laptop Chromebook, tetapi juga untuk mengingatkan pentingnya prosedur yang benar dalam semua kasus.

"Pendapat hukum ini tidak secara khusus hanya kami tujukan untuk perkara ini semata, namun juga untuk pemeriksaan praperadilan penetapan tersangka secara umum demi tegaknya prinsip fair trial dalam penegakan hukum di Indonesia," kata peneliti senior Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), Arsil, dikutip dari Kompas.com, Jumat (3/10/2025).

Kehadiran tokoh-tokoh ini memperlihatkan dimensi yang lebih luas dari praperadilan Nadiem, bukan hanya persoalan individu, melainkan juga standar hukum nasional.

Sebelumnya, tim hukum Nadiem Makarim menilai penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) cacat prosedur.

Mereka menyebut sprindik dan surat penetapan tersangka keluar di hari yang sama, bahkan tanpa audit resmi kerugian negara oleh BPK atau BPKP.

"Penetapan tersangkanya karena tidak ada dua alat bukti permulaan yang cukup, salah satunya bukti audit kerugian negara dari instansi yang berwenang," ujar Hana, tim kuasa hukum, dilansir dari Kompas.com, Sabtu (4/10/2025).  

"Instansi yang berwenang itu kan BPK atau BPKP, dan penahanannya kan otomatis kalau penetapan tersangka tidak sah, penahanan juga tidak sah," tambahnya.

Berikut rekam jejak 12 tokoh tersebut: 

  1. Amien Sunaryadi

Amien Sunaryadi lahir di Malang, 23 Januari 1960.

Dia menyelesaikan pendidikan di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) jenjang Diploma III (DIII) pada tahun 1982 dan jenjang Diploma IV (DIV) pada tahun 1988.

Lalu, melanjutkan studi di Georgia State University, Amerika Serikat, meraih gelar Master of Professional Accountancy pada tahun 1993.

Dia juga menyelesaikan program Certified Information System Auditor (CISA) System Audit and Control Foundation pada tahun 1996 dan program The Corruption and Anti-Corruption Training National Centre of Development Studies (NCDS) di Australian National University  pada tahun 1998.

Awal karier Amien sebagai PNS di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.

Tahun 1996 ia bergabung menjadi anggota Ikatan Akuntan Indonesia.

Amien Sunaryadi kemudian menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2003 s.d. 2007.

Selama menjadi anggota KPK, Amien Sunaryadi memperkenalkan pemberantasan korupsi yang progresif dan menjadi konseptor dari tindakan penggeledahan dan korupsi high profile.

Ia juga menjadi pendobrak tradisi pemberantasan korupsi yang sebelumnya tidak menyentuh perbuatan suap-menyuap, sehingga seperti yang kita lihat di berbagai media masa berbagai korupsi high profile bisa diungkapkan oleh KPK.

Pada 21 November 2014, Amien secara resmi dilantik sebagai Kepala SKK Migas oleh Menteri ESDM Sudirman Said.

Setelah empat tahun menjabat, Amien resmi pensiun sebagai kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) pada 20 November 2018.

Amien kemudian melanjutkan karier profesionalnya dengan menjadi wakil komisaris PT Freeport Indonesia.

Pada 23 Desember 2019, Amien ditunjuk oleh Menteri BUMN Erick Thohir sebagai sebagai Komisaris utama PT PLN,

Amien ditunjuk secara resmi yang ditandai oleh penyerahan surat keputusan (SK) yang diberikan langsung oleh Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin, dan Amien melepas jabatan nya sebagai Wakil Komisaris di PT Freeport Indonesia.[4]

Pada tanggal 20 September 2023 Kemeterian BUMN melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT PLN (Persero) memutuskan mengubah susunan Komisaris dan Direksi perseroan, pemegang saham menyepakati pemberhentian dengan hormat Amien Sunaryadi sebagai Komisaris Utama dan pengangkatan Agus Martowardojo sebagai Komisaris Utama.

2. Erry Riyana Hardjapamekas

Erry Riyana Hardjapamekas lahir di Bandung pada 5 September 1949. 

Dia putra dari Rd. Mohammad Sobri Hardjapamekas, seorang tokoh pendidikan di Jawa Barat.

Ia merupakan lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran.

Pada tanggal 31 Maret 1994, dia menjabat sebagai direktur utama PT Timah Tbk, kemudian diangkat kembali pada jabatan tersebut dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) luar biasa dan diberhentikan kembali dengan hormat dalam RUPS luar biasa tanggal 14 Maret 2002.

Sebelumnya ia menjabat sebagai Direktur Keuangan PT Timah, Tbk dari tahun 1991 hingga 1994.

Selain itu, dia juga menjabat sebagai komisaris PT Pembangunan Jaya Ancol dan penasehat atau anggota komite Audit PT Unilever Indonesia, Tbk., sejak tahun 2001.

Komisaris Utama PT Agrakom, sejak 15 April 2002 menjadi komisaris dan Ketua Komite Audit PT Semen Cibinong Tbk., Komite Audit PT Kabelindo Murni Tbk., Komisaris dan Ketua Komite Audit PT Hero Supermarket Group Tbk., dan mulai Maret 2003 menjadi komisaris PT Kaltim Prima Coal.

Sebelumnya, ayah dari 2 putera dan 2 puteri ini pernah menjabat Komisaris Utama PT Bursa Efek Jakarta (1998-2001).

Ia juga aktif dalam berbagai organisasi profesi serta Wakil Ketua Yayasan Kebudayaan Rancage yang diketuai Bapak Prof. Ajip Rosidi.

Erry terpilih menjadi pimpinan KPK bersama Taufiequrachman Ruki dan Sjahruddin Rasul Mereka terpilih melalui voting yang dilakukan dua kali oleh 44 dari 61 anggota Komisi II.

3. Marzuki Darusman

Marzuki Darusman lahir di Bogor, Jawa Barat pada 26 Januari 1945.

Di dunia politik ia bergabung dengan Partai Golkar.

Lewat partai berlambang pohon beringin itu, Marzuki Darusman terpilih sebagai anggota DPR dan menduduki posisi tersebut selama 15 tahun atau tiga periode sejak 1982 hingga 1997.

Setelah itu, ia ditunjuk sebagai Jaksa Agung sejak 29 Oktober 1999 hingga 1 Juni 2001, menggantikan Andi Muhammad Ghalib.

Usai tak menjabat sebagai Jaksa Agung, ia ditunjuk Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai Sekretaris Kabinet.

Namun di posisi itu, ia hanya menjabat sejak 5 Juli hingga 23 Juli 2001 saja.

Kemudian pada pemilihan umum (Pemilu) 2004, ia terpilih kembali menjadi anggota DPR untuk daerah pemilihan (Dapil) Nusa Tenggara Barat.

Selain di kancah politik, Marzuki Darusman juga malang-melintang di beberapa komisi hak asasi manusia nasional dan internasional.

Ia diketahui menjadi direktur pendiri Pusat Sumber Daya Hak Asasi Manusia (HAM) untuk ASEAN.

Nama Marzuki Darusman juga pernah ditunjuk oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menjadi tiga anggota Komisi Penyelidikan PBB untuk menyelidiki pembunuhan mantan Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto.

4. Todung Mulya Lubis

Todung Mulya Lubis TPN Ganjar-Mahfud ungkap Nasib Kapolda yang Mau Bersaksi untuk Ganjar-Mahfud di Sidang MK.
Todung Mulya Lubis TPN Ganjar-Mahfud ungkap Nasib Kapolda yang Mau Bersaksi untuk Ganjar-Mahfud di Sidang MK. (Kompas.com)

Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, S.H., LL.M. adalah seorang diplomat, ahli hukum penyelesaian sengketa, penulis asal Indonesia. 

Ia juga merupakan tokoh gerakan hak asasi manusia (HAM).

Todung Mulya Lubis lahir di Tapanuli Selatan pada 4 Juli 1949.

Todung Mulya Lubis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Jambi pada tahun 1963, melanjutkan ke SMP di Pekanbaru pada tahun 1966, dan menyelesaikan jenjang SMA di Medan pada tahun 1968.

Ia juga berhasil meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Indonesia pada 1974 dan kemudian mengikuti kursus hukum di Institute of American and International Law di Dallas (1977).

Todung Mulya Lubis memperoleh gelar master (LL.M) dari University of California di Berkeley pada tahun 1978 dan Harvard University pada tahun 1987. 

Tahun 1990, ia menerima gelar Doctor of Juridical Science (SJD) dari University of California di Berkeley dengan disertasi berjudul In Search of Human Rights: Legal-Political Dilemmas of Indonesia's New Order 1966-1990. 

Tahun 2017, ia menerima penghargaan Elise and Walter A. Haas International Award dari University of California di Berkeley.

Todung Mulya Lubis memulai kariernya di bidang hukum dengan mendirikan The Law Office of Mulya Lubis and Partners pada tahun 1991.

Ia juga meniti karier di bidang akademik dengan mengajar sebagai Honorary Professor di University of Melbourne, Australia pada 2014.

Tak hanya itu, ia juga mengajar di Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, Yogyakarta dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada 2018, Todung Mulya Lubis ditunjuk sebagai sebagai Duta Besar Indonesia untuk Norwegia oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Todung Mulya Lubis juga telah menghasilkan karya tulis dalam bentuk fiksi dan non-fiksi, termasuk sebuah novel berjudul Menunda Kekalahan (2021), tiga buku kumpulan puisi (Pada Sebuah Lorong, 1988; Sudah Waktunya Kita Membaca Puisi, 1999; Jam-Jam Gelisah, 2006), tiga jilid catatan harian, serta sebuah buku referensi akademik yang diadaptasi dari disertasinya berjudul Mencari Hak Asasi Manusia (2021).

Pada tahun 2019, delapan puisi karya Todung Mulya Lubis diabadikan dalam bentuk musikalisasi oleh duo Ari Malibu dan Reda Gaudiamo melalui album bertajuk Perjalanan (AriReda, 2019).

5. Goenawan Mohamad

Goenawan Mohamad, sastrawan yang juga aktivis media hadir di acara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bersama politisi PDI Perjuangan, Andi Budiman di Surabaya, Sabtu (6/4/2019).
Goenawan Mohamad, sastrawan yang juga aktivis media hadir di acara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bersama politisi PDI Perjuangan, Andi Budiman di Surabaya, Sabtu (6/4/2019). (surabaya.tribunnews.com/bobby constantine koloway)

Goenawan Mohamad memiliki nama lengkap Goenawan Susatyo Mohamad lahir Batang, Jawa Tengah pada 29 Juli 1941.

Goenawan merupakan anak bungsu dari delapan bersaudara.

Ayahnya adalah tokoh pergerakan di kotanya.

Goenawan merupakan alumni Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.

Pada 1965/1966, Goenawan mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan di College d'Europe, Brugge, Belgia.

Setelah itu, dia berkuliah di Universitas Oslo, Norwegia, pada 1966.

Goenawan juga pernah mengenyam pendidikan di Universitas Harvard dalam bidang pengetahuan pada 1989/1990.

Namun, karena perhatiannya lebih tertarik pada masalah masyarakat, kebudayaan, dan sastra, ia tidak pernah memperoleh gelar dari pendidikan tingginya itu.

Dia kemudian menikah dengan Widarti Djajadisastra dan memperoleh dua orang anak, yaitu Hidayat Jati dan Paramitha.

Selain menulis puisi dan esai, Goenawan juga merintisi karier di dunia jurnalistik dengan menjadi wartawan Harian Kami pada 1966.

Dia kemudian ikut mendirikan dan memimpin redaksi majalah Ekspres pada 1970—1971.

Gonawan juga tercatat pernah menjadi pemimpin redaksi Tempo sejak 1971—1998 dan majalah Zaman pada 1979—1985.

6. Betti Alisjahbana, pegiat antikorupsi, juri Bung Hatta Anti Corruption Award.

7. Arief T Surowidjojo, pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia. 

8. Natalia Soebagjo, Transparency International. 

9. Hilmar Farid, aktivis dan akademisi.

10. Arsil, peneliti senior LeIP.  

11. Rahayu Ningsih Hoed, advokat. 

12. Nur Pamudji, eks Direktur Utama PLN 2011–2014.  

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sidang Praperadilan Nadiem Makarim, Siapa 12 Tokoh yang Ajukan Amicus Curiae?"

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved