Berita Viral

Sosok Pejabat OJK yang Beber Fakta Baru Dwi Hartono Cs, Ternyata Bukan Bobol Rekening Dormant

Inilah sosok pejabat OJK yang ungkap akta terbaru kasus pembobolan rekening senilai Rp 204 miliar dilakukan sindikat Dwi Hartono Cs.

Kolase Kompas TV dan Kompas.com
PEMBOBOLAN REKENING - (kiri) Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae.yang bongkar fakta baru pembobolan rekening dormant. 

SURYA.co.id - Inilah sosok pejabat OJK yang ungkap akta terbaru kasus pembobolan rekening senilai Rp 204 miliar dilakukan sindikat Dwi Hartono Cs.

Dia adalah Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae.

Dian menegaskan bahwa kasus pembobolan rekening nasabah yang belakangan mencuat tidak terjadi pada rekening pasif (dormant), melainkan rekening yang masih aktif digunakan.

Pernyataan ini disampaikan setelah OJK menerima hasil investigasi internal dari pihak bank, yang kemudian dilanjutkan ke Aparat Penegak Hukum (APH).

Menurut Dian, OJK sudah meminta perbankan untuk meningkatkan keamanan, khususnya dalam mendeteksi transaksi mencurigakan.

Penguatan sistem ini mencakup pemeriksaan potensi keterlibatan baik pihak internal maupun eksternal.

"Mengingat modus operandi fraud tersebut mengarah pada sindikat yang terstruktur dan berpotensi melibatkan lebih banyak pihak," jelasnya dalam keterangan tertulis, Selasa (30/9/2025), dikutip dari Kompas.com.

Lebih lanjut, OJK juga sedang memfinalisasi Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) mengenai rekening dormant atau rekening pasif.

Baca juga: Kejahatan Lain Sindikat Pembobol Rekening Dormant Dwi Hartono Cs Dibongkar Pengacara Ilham Pradipta

Aturan ini dirancang untuk menyeragamkan kebijakan antarbank, meningkatkan perlindungan konsumen, sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.

Sejauh ini, bank telah melakukan proses recovery dana nasabah yang terkena dampak pembobolan.

Dian menegaskan bahwa OJK menghormati proses hukum yang berjalan, namun tetap meminta bank aktif menindaklanjuti setiap temuan bersama APH serta memastikan hak nasabah dipulihkan sesuai regulasi.

Selain aturan baru, OJK juga menginstruksikan agar bank terus meningkatkan kontrol terhadap aktivitas perbankan yang berisiko.

Teknologi fraud detection system wajib dioptimalkan agar potensi kejahatan bisa ditekan sedini mungkin.

"Dan melakukan mitigasi risiko yang memadai untuk melindungi industri jasa keuangan dari tindak kejahatan.," ujar Dian menegaskan.

Sosok Dian Ediana Rae

Dian Ediana Rae adalah seorang ekonom dan regulator senior Indonesia yang saat ini menjabat sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Ia dikenal luas sebagai figur berpengalaman di bidang moneter, perbankan, dan stabilitas keuangan nasional.

Lahir di Garut, Jawa Barat, pada 10 Januari 1960, Dian menempuh pendidikan tinggi di bidang ekonomi. Ia memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran (Unpad), kemudian melanjutkan studi magister dan doktoral di bidang ekonomi pada University of Illinois at Urbana-Champaign, Amerika Serikat.

Kariernya dimulai di Bank Indonesia (BI), tempat ia meniti berbagai jabatan penting.

Ia pernah menjadi Kepala Perwakilan BI di New York dan Deputi Direktur di Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI.

Dian juga aktif dalam perumusan kebijakan moneter serta penguatan sistem keuangan nasional.

Pada 2017, ia ditunjuk sebagai Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sebelum kemudian dipercaya menjadi Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK pada 2020 menggantikan Heru Kristiyana.

Di OJK, Dian memimpin pengawasan sektor perbankan dengan fokus pada stabilitas sistem keuangan, digitalisasi perbankan, serta penguatan tata kelola industri jasa keuangan.

Selain tugasnya di lembaga regulator, Dian juga aktif sebagai akademisi dan penulis. Beberapa tulisannya mengenai ekonomi, stabilitas keuangan, serta kebijakan perbankan banyak dijadikan rujukan.

Dengan pengalaman panjang di sektor keuangan, ia dikenal sebagai sosok yang tegas, visioner, dan konsisten dalam menjaga kepercayaan publik terhadap industri perbankan Indonesia.

Modus Pelaku

Sebelumnya, dalam konferensi pers, Kamis (25/9/2025), Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf menjelaskan bahwa korban pembobolan rekening Rp 204 miliar itu, adalah pengusaha berinisial S. 

Rekening milik S ada di salah satu bank plat merah di Jawa Barat. 

“Pemilik rekening tersebut inisialnya S. Pengusaha tanah,” ungkap Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf dalam konferensi pers di Bareskrim, Kamis (25/9/2025).

Helfi Assegaf mengungkapkan, sindikat ini mengaku sebagai "Satgas Perampasan Aset" ketika melakukan pertemuan dengan kepala cabang pembantu salah satu Bank BNI di Jawa Barat pada awal Juni 2025.

“Dalam pertemuan itu, mereka merencanakan pemindahan dana pada rekening dorman. Jaringan sindikat menjelaskan cara kerja serta peran masing-masing, mulai dari persiapan, pelaksanaan eksekusi, sampai tahap timbal balik hasil,” ucap Helfi.

Kata Helfi, sindikat ini kemudian memaksa kepala cabang menyerahkan user ID aplikasi Core Banking System milik teller dan kepala cabang.

Dia bilang, ancaman keselamatan terhadap keluarga kepala cabang juga dilontarkan bila tidak menuruti permintaan.

Di akhir Juni 2025, sindikat bersama kepala cabang sepakat melakukan eksekusi pemindahan dana pada Jumat pukul 18.00, setelah jam operasional.

Waktu itu dipilih untuk menghindari sistem deteksi bank.

“Para eksekutor, termasuk mantan teller bank, melakukan akses ilegal terhadap aplikasi Core Banking System. Dana sebesar Rp 204 miliar dipindahkan ke lima rekening penampungan dalam 42 kali transaksi yang hanya berlangsung 17 menit,” ungkap Helfi.

Pihak bank mendeteksi adanya transaksi mencurigakan lalu melaporkannya ke Bareskrim Polri.

“Atas adanya laporan tersebut, penyidik Subdit II Perbankan Dittipideksus Bareskrim Polri langsung berkomunikasi dengan rekan kami di PPATK untuk melakukan penelusuran dan pemblokiran terhadap harta kekayaan hasil kejahatan maupun transaksi aliran dana tersebut,” kata Helfi.

Dari proses penyidikan tersebut, penyidik telah menetapkan sembilan orang tersangka. 

“Dari sembilan pelaku di atas terdapat dua orang tersangka berinisial C alias Ken serta DH (Dwi Hartono) sebagai sindikat jaringan pembobolan dana nasabah yang menargetkan rekening dorman,” kata Helfi.

“(Mereka) juga terlibat dalam kasus penculikan terhadap kepala cabang yang saat ini ditangani oleh Ditreskrimum Polda Metro,” imbuh dia.

Kasus ini menjadi pengingat penting bagi nasabah dan industri perbankan bahwa keamanan rekening bukan hanya soal teknologi, tetapi juga kepercayaan. Meski bank telah menjamin pemulihan dana, kejadian seperti ini dapat mengikis rasa aman masyarakat terhadap sistem keuangan.

Dari sisi regulator, langkah OJK menyusun aturan terkait rekening dormant bisa menjadi fondasi baru untuk mencegah modus serupa terulang.

Namun, menurut saya, penguatan keamanan digital perlu dibarengi dengan edukasi publik. Banyak nasabah yang masih belum memahami cara menjaga kerahasiaan data pribadi maupun mengenali pola transaksi mencurigakan.

Jika nasabah aktif diberdayakan dengan literasi keuangan digital, kolaborasi antara bank, regulator, dan masyarakat akan semakin solid. Pada akhirnya, perlindungan konsumen bukan hanya tanggung jawab bank atau OJK, tetapi ekosistem perbankan secara menyeluruh.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved