Berita Viral

Alasan Wapres Gibran Tak Lagi Didampingi Kejagung Usai Diprotes Subhan di Kasus Ijazah SMA

Inilah alasan Kejagung tidak lagi menugaskan Jaksa Pengacara Negaramendampingi Wapres Gibran Rakabuming dalam kasus gugatan perdata.

Kompas.com
PENGACARA GIBRAN GANTI - Wapres Gibran Rakabuming. Terungkap Gibran Tak Lagi Didampingi Kejagung Usai Diprotes Subhan di Kasus Ijazah SMA. 

SURYA.co.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya memberikan penjelasan mengenai keputusan untuk tidak lagi menugaskan Jaksa Pengacara Negara (JPN) dalam mendampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam kasus gugatan perdata yang diajukan oleh seorang warga bernama Subhan Palal.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, pada tahap awal kejaksaan memang sempat hadir di pengadilan setelah menerima surat kuasa khusus dari Gibran.

Saat itu, gugatan dianggap berkaitan dengan kepentingan negara sehingga JPN hadir sebagai kuasa hukum.

“Pada mulanya ada permintaan agar diwakili JPN. Dengan dasar surat kuasa khusus itu, JPN hadir mendampingi di persidangan,” jelas Anang saat konferensi pers di kantor Kejagung, Jakarta, Kamis (18/9/2025), melansir dari Kompas.com.

Baca juga: Rencana Subhan Jika Gugatan Rp 125 Triliun ke Wapres Gibran Dikabulkan, Uangnya Dipakai Buat Apa?

Situasi berubah ketika Subhan, selaku penggugat, menolak kehadiran JPN di persidangan.

Ia menegaskan bahwa gugatan yang diajukan bukan kepada Gibran dalam kapasitasnya sebagai wakil presiden, melainkan sebagai individu.

Majelis hakim kemudian menyetujui keberatan tersebut.

Menurut hakim, karena gugatan bersifat pribadi, Jaksa Pengacara Negara tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk menjadi kuasa hukum dalam perkara ini.

“Karena sifatnya gugatan pribadi, JPN tidak dapat mewakili. Jadi, untuk sidang berikutnya, penasihat hukum Pak Gibran tidak lagi dari kejaksaan,” kata Anang menegaskan.

Dengan keputusan itu, Gibran harus menunjuk penasihat hukum dari luar kejaksaan untuk menghadapi proses persidangan.

Kejagung pun menegaskan pihaknya tidak lagi terlibat karena perkara ini murni menyangkut kapasitas pribadi Gibran, bukan jabatan resminya sebagai wakil presiden.

Diwakili Pensiunan Polisi

Setelah itu, Dadang Herli Saputra ditunjuk Wakil Presiden (Wapres) Gibran sebagai kuasa hukumnya.

Dadang Herli akan menangani gugatan perdata senilai Rp 125 triliun terkait dugaan ijazah palsu Wapres Gibran

Dengan penunjukkan Dadang Herli, Wapres Gibran tak lagi diwakili oeh jaksa pengacara negara dari Kejaksaan Agung (Kejagung), seperti sidang perdana, Senin (8/9/2025) lalu.

Penunjukkan jaksa pengacara negara juga menuai keberatan dari Subhan Palal sebagai pihak penggugat.

Subhan menolak keterlibatan pengacara negara dengan alasan perkara ini merupakan sengketa perdata pribadi, bukan terkait jabatan atau kepentingan negara.

Sementara Dadang Herli Saputra menegaskan, dirinya ditunjuk langsung oleh Gibran.

“Saya pengacara profesional yang ditunjuk Pak Gibran. Surat kuasa saya terima langsung dari beliau pada 9 September 2025,” ujar Dadang kepada wartawan usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025)

Dalam kesempatan tersebut, Dadang enggan memberikan komentar lebih jauh mengenai substansi gugatan.

Menurutnya, persidangan masih berada pada tahap awal dengan agenda pemeriksaan legal standing dari para pihak.

Ia juga menyebut Gibran tidak memberikan arahan khusus dalam menghadapi gugatan yang diajukan Subhan Palal itu.

Sosok Dadang Herli Saputra

Dadang Herli Saputra merupakan pensiunan polri dengan pangkat terakhir Komisaris Besar (Kombes), dengan jabatan terakhir Kepala Bagian Pengawasan Penyidikan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Banten. 

Saat masih aktif sebagai Polri, Dadang pernah menjabat sebagai Kapolsek Jawilan, Banten.

Saat ini, Dadang tercatat sebagai dosen aktif di Fakultas Hukum Universitas Ageng Tirtayasa (Untirta). 

Dia juga aktif sebagai anggota Perkumpulan Advokat dan Pengacara Nusantara (Peradan). 

Dadang memperoleh gelar sarjana hukum di Untirta pada 2002, kemudian melanjutkan studi hingga meraih gelar Magister Hukum di STIH Iblam pada 2005.

Terakhir, dia mengambil program Doktoral di Universitas Padjajaran tahun 2012. 

Mantan Ketua Ikatan Alumni Universitas Terbuka Serang itu pernah menulis jurnal berjudul Analisis Yuridis Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang pada Korporasi yang terbit tahun 2022, terbaru ia menulis buku Problematika Hukum Tata Negara (Konstitusi, Pemerintahan, dan Perundang-undangan) yang diterbitkan Untirta Press pada 2023. 

Kasus gugatan perdata yang menimpa Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ini memberikan gambaran menarik tentang batasan peran Jaksa Pengacara Negara (JPN). Pada awalnya, publik mungkin mengira setiap persoalan hukum yang melibatkan seorang pejabat negara otomatis ditangani kejaksaan. Namun, putusan hakim dalam sidang ini menegaskan hal penting: tidak semua perkara pejabat berkaitan dengan jabatan yang melekat pada dirinya.

Langkah Kejagung yang akhirnya mundur dari pendampingan memperlihatkan prinsip kehati-hatian lembaga negara dalam menegakkan hukum. Di satu sisi, ini menegaskan independensi proses perdata; di sisi lain, menjadi pengingat bahwa pejabat publik pun tetap bisa diperlakukan sebagai individu biasa di mata hukum ketika perkara yang dihadapi bersifat personal.

Bagi masyarakat, kasus ini dapat dilihat sebagai contoh praktik hukum yang transparan: negara tidak serta-merta menggunakan sumber daya lembaga publik untuk membela pejabat jika gugatan tidak terkait dengan tugas kenegaraannya. Hal ini penting untuk menjaga keadilan sekaligus menghindari tumpang tindih kepentingan.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved