Berita Viral

Kejanggalan Alasan Sopir Rantis Brimob Soal Lindas Affan Kurniawan Driver Ojol, Kini Dipecat

Bripka Rohmat akui lindas ojol demi selamatkan anggota, tapi praktisi hukum menilai alasannya janggal. Kini pelaku dipecat.

Kolase IST/Tribunnews
KEJANGGALAN - Tangkap layar video rantis brimob lindas driver ojol Affan Kurniawan. Praktisi hukum ungkap kejanggalan. 

SURYA.co.id - Kasus meninggalnya pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang terlindas kendaraan taktis Brimob pada Kamis (28/8/2025) malam masih memicu perdebatan.

Peristiwa itu terjadi usai demonstrasi di depan gedung DPR berakhir ricuh.

Rekaman video memperlihatkan rantis Brimob Polda Metro Jaya melaju di tengah kerumunan, menabrak Affan dari belakang hingga terjatuh.

Kendaraan sempat berhenti sejenak, namun kemudian kembali melaju hingga melindas korban yang akhirnya meninggal dunia di lokasi.

Penjelasan Sopir Rantis

Bripka Rohmat, sopir rantis tersebut, mengaku tindakannya tidak terelakkan.

Menurutnya, kala itu kondisi jalan penuh massa yang menyerang dengan berbagai benda berbahaya.

"Jadi itu di jalan kan pertigaan, di kiri ada massa, di kanan massa, di depan massa dekat pom bensin. Itu mobil kalau saya berhentikan, habis pak. Pasti habis karena mereka sudah nyerang pakai batu, pakai cone block, pakai bom molotov," ujarnya dikutip dari YouTube Kompas TV.

Ia menambahkan, keselamatan anggota Brimob di dalam kendaraan menjadi prioritasnya.

"Saya harus berjuang terus, pokoknya harus selamat ini. Lima menit telat, habis kita pak. Soalnya massa sudah banyak gitu," tambahnya.

Rohmat juga menegaskan bahwa keputusan tetap melaju merupakan perintah dari atasannya yang berada di dalam kendaraan tersebut.

Baca juga: Nasib Bripka Rohmat Sopir Rantis Brimob Pelindas Affan Driver Ojol Tak Cuma Terancam Pecat, Ini Juga

Kritik dari Ahli Hukum

Meski demikian, penjelasan Bripka Rohmat tidak sejalan dengan pandangan praktisi hukum sekaligus pengajar, Sigit Nugroho Sudibyanto.

Ia menilai alasan tersebut tidak logis.

"Kalau alasan yang dipakai itu merasa terancam, kemudian situasi tidak kondusif, ya kan itu tidak logis. Karena memang mobil itu (Rantis Brimob) digunakan ketika memang situasi sudah tidak kondusif, sehingga diturunkan di situ untuk membubarkan massa, selain dengan gas air mata untuk memecah kerumunan,” tegas Sigit dalam wawancara eksklusif bersama Tribunnews pada program Kacamata Hukum, Senin (1/9/2025).

Menurut Sigit, rantis sudah dirancang tahan terhadap berbagai bentuk serangan, termasuk senjata api maupun benda mudah terbakar.

"Selain itu, karena didesain sangat kuat bahkan anti peluru, itu mungkin ya tahan api juga, tahan air, artinya kalau orang yang berada di situ kan sebenarnya dia sudah merasa aman dari amukan massa, dari senjata," jelasnya.

Proses Hukum Berlanjut

Penyelidikan kasus ini masih berjalan. Polisi menyebut telah menemukan unsur pidana dalam peristiwa yang menewaskan Affan dan segera menggelar perkara.

Sebelumnya, video kejadian sempat viral di media sosial. Dalam rekaman terlihat Affan terjatuh di tengah massa yang berlarian, namun rantis tetap melaju hingga melindas pria berjaket ojol tersebut.

Aksi itu memicu kemarahan warga dan ratusan orang mencoba mengejar serta melempari kendaraan Brimob.

Pasca kejadian, sejumlah driver ojol langsung mendatangi Mako Brimob Polda Metro Jaya untuk menuntut penjelasan atas meninggalnya rekan mereka.

Kini Dipecat

Atas kasus ini, Komandan Batalyon (Danyon) Resimen IV Korps Brimob Polri, Kompol Cosmas Kaju Gae atau Kompol K, dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). 

Putusan tersebut dibacakan dalam sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP) di Gedung Transnational Crime Coordinating Center (TNCC) Polri, Rabu (3/9/2025). 

“Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai anggota Polri,” kata Ketua Majelis KKEP. 

Kompol K dinilai terbukti melanggar Kode Etik Profesi Polri karena berada di dalam rantis saat kecelakaan yang menewaskan Affan terjadi. 

Mendengar putusan itu, Kompol K menangis di ruang sidang. 

Dalam persidangan, Divpropam Polri menghadirkan pengawas eksternal, termasuk dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). 

Saat kejadian, Kompol K duduk di kursi penumpang depan, tepat di sebelah Bripka Rohmat (R), sopir rantis yang menabrak Affan hingga meninggal dunia.

Sidang etik untuk Bripka R dijadwalkan berlangsung Kamis (4/9/2025). Baik Kompol K maupun Bripka R digolongkan melakukan pelanggaran berat. 

Adapun lima anggota Brimob lain yang duduk di kursi belakang kendaraan, yakni Aipda MR, Briptu D, Bripda M, Bharaka J, dan Bharaka YD, juga akan menjalani sidang etik terpisah atas pelanggaran sedang.

Kasus meninggalnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, dalam insiden dengan kendaraan taktis (rantis) Brimob masih menyisakan polemik.

Peristiwa yang terjadi pascademonstrasi ricuh di depan Gedung DPR itu memperlihatkan adanya perbedaan pandangan antara pihak kepolisian, ahli hukum, dan masyarakat luas.

Dari sisi sopir rantis, Bripka Rohmat, tindakannya dianggap sebagai upaya menyelamatkan diri dan anggota Brimob lain dari ancaman massa.

Namun, pandangan tersebut ditanggapi kritis oleh kalangan hukum yang menilai alasan tersebut tidak sejalan dengan fungsi rantis sebagai kendaraan taktis berlapis baja yang memang dirancang menghadapi kondisi darurat.

Proses hukum masih bergulir, dengan aparat kepolisian menemukan unsur pidana dalam kejadian tersebut.

Sanksi etik pun sudah dijatuhkan kepada Komandan Batalyon Brimob yang turut berada di dalam kendaraan. Hal ini menunjukkan adanya akuntabilitas internal yang sedang diupayakan.

Objektifnya, peristiwa ini perlu dilihat dari dua sisi: pertama, konteks kericuhan yang menimbulkan tekanan psikologis dan risiko bagi aparat di lapangan; kedua, hak warga sipil untuk memperoleh perlindungan hukum dan keadilan ketika menjadi korban tindakan aparat negara.

Ke depan, penanganan kasus ini tidak hanya penting untuk memastikan pertanggungjawaban individu yang terlibat, tetapi juga untuk memperbaiki mekanisme pengendalian massa dan penggunaan kendaraan taktis agar kejadian serupa tidak terulang.

Transparansi, keadilan bagi korban, dan evaluasi menyeluruh atas prosedur di lapangan akan menjadi kunci agar peristiwa ini tidak semakin memperlebar jarak kepercayaan antara aparat dan masyarakat.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved