Meski begitu, informasi tentang adanya rekaman voice call yang beredar di media sosial, dan klaim bahwa beberapa kecamatan telah bersedia menandatangani MoU, masih memerlukan klarifikasi lebih lanjut dari pihak-pihak terkait. Penting bagi kedua belah pihak, baik LSM maupun para kepala desa, untuk membuka ruang dialog yang sehat dan transparan, agar tidak muncul persepsi negatif di masyarakat.
Dari sudut pandang penulis, persoalan ini menyoroti pentingnya komunikasi yang jelas antara lembaga nonpemerintah dan pemerintahan desa. Jika sinergi dilakukan dengan dasar saling memahami fungsi dan batas kewenangan, maka kolaborasi semacam ini justru bisa mendukung pembangunan desa yang lebih partisipatif. Sebaliknya, bila tidak ada kejelasan, potensi konflik dan kesalahpahaman tentu sulit dihindari.
Dengan demikian, sikap para kepala desa di Lamongan dapat dipahami sebagai bentuk kehati-hatian administratif, bukan semata-mata penolakan terhadap peran LSM. Situasi ini sebaiknya menjadi momentum bagi semua pihak untuk memperkuat prinsip keterbukaan dan akuntabilitas dalam tata kelola desa di masa mendatang.(Hanif Manshuri/Putra Dewangga/SURYA.co.id)
>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.