Upaya Pemkab Agar Batik Lumajang Bisa Bersaing di Pasaran

Kerajinan batik Lumajang di Jatim, menghadapi tantangan serius untuk bersaing dengan daerah lain. 

Penulis: Erwin Wicaksono | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Erwin Wicaksono
BATIK - Ketua TP PKK Kabupaten Lumajang bersama jajaran menunjukkan salah satu karya seni batik khas Lumajang saat peringatan hari batik nasional yang digelar di Pendopo Arya Wiraraja Lumajang, Jawa Timur, Kamis (2/10/2025). 

SURYA.CO.ID, LUMAJANG - Kerajinan batik Lumajang menghadapi tantangan serius untuk bersaing dengan daerah lain. 

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Lumajang, Jawa Timur (Jatim), Yuli Harismawati, secara tegas menyatakan bahwa pelaku batik lokal perlu naik kelas.

"Yang harus kami lakukan, mereka harus level up, karena batik kita masih hanya di Kabupaten Lumajang, masih belum mampu bersaing dengan batik-batik yang lain," ungkap Yuli ketika dikonfirmasi, Kamis (2/10/2025). 

Sebagai langkah awal, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang telah memberikan pelatihan kepada para pembatik yang sudah aktif menjalankan usaha. 

"Pelatihan sudah bagi 20 pembatik yang sudah berkecimpung usaha batik," tambahnya.

Yuli menekankan, bahwa peningkatan kualitas harus dibarengi dengan pengakuan legal, agar batik Lumajang memiliki identitas dan nilai pasar yang lebih kuat. 

"Selanjutnya kami akan menyampaikan kepada ibu bupati, agar bisa dipatenkan melalui SK dan kemudian dipatenkan melalui HAKI," ujarnya.

Di sisi lain, pengrajin batik asal Pasirian, Lumajang, sekaligus pelaku usaha, Agus, menilai perubahan pola konsumsi dan minat generasi muda semakin mempersempit ruang batik tulis tradisional.

Menurutnya, proses membatik tidak lagi menarik bagi banyak anak muda. 

"Membatik itu soal rasa. Jika dia tidak punya rasa, tidak akan mau menghabiskan waktu dengan canting. Kalau anak muda sekarang, sukanya ecoprint," kata Agus.

Ia juga mengungkapkan, bahwa pasar batik tulis semakin terdesak oleh produk printing. 

"Kalau menengah ke bawah, selain cari yang murah, mereka lebih nyaman dengan kaus yang santai. Kalaupun ada motifnya batik, itu bukan batik, karena melalui proses printing, bukan penggambaran alami," jelas Agus.

Kondisi ini membuat batik Lumajang bukan hanya kalah bersaing di luar daerah, tetapi juga tergerus di pasar sendiri, karena perubahan selera dan minimnya pengembangan produk.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved