Jual Rp 500 Untuk Secangkir Kopi, Warung di Jombang Ini Ajarkan Pentingnya Jaga Silaturahim

Bagi mereka, warung kopi bukan sekadar tempat mencari uang, melainkan ruang untuk menjaga silaturahim

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Deddy Humana
surya/Anggit Puji Widodo (anggitkecap)
TERMURAH DI DUNIA - Senawi mengaduk kopi murah meriah di warung miliknya di Desa Sumberagung, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang, Minggu (21/9/2025). Masih bertahan dengan menjual secangkit kopi seharga Rp 500. 

SURYA.CO.ID, JOMBANG - Saat masa kecil, harga secangkir kopi Rp 500 sudah wajar karena inflasi belum meroket seperti sekarang.

Tetapi sebuah warung di Peterongan, Kabupaten Jombang bak berhenti pada titik waktu lampau dengan tetap mematok harga recehan itu.

Ini bukan sensasi, tetapi memang bisa dibuktikan saat memasuki sebuah warung kecil di tepi jalan Desa Sumberagung, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang.

Tidak ada papan nama mencolok, hanya deretan kursi kayu sederhana dan tikar untuk lesehan. Beberapa pengunjung menyesap kopi hangat sembari mengobrol akrab tanpa jarak.

Namun dari tempat yang tampak biasa ini lahir sebuah kisah luar biasa. Secangkir kopi murni seharga Rp 500 masih bertahan hingga sekarang. Dengan harga itu, kopi di Peterongan itu bisa disebut termurah di kolong jagat. 

Warung yang kini dikelola oleh Sundana (68) pada tahun 1992 itu, memang dikenal karena harganya yang 'unik. Sundana membuka usaha itu dibantu suaminya, Senawi. Sejak pagi hingga larut malam, keduanya dengan sabar melayani pembeli. 

“Kalau kopi dibuat mahal, orang kecil jadi susah. Saya ingin semua bisa minum kopi di sini,” ucap Sundana ketika ditemui di warungnya, Minggu (21/9/2025). 

Harga murah itu membuat banyak orang tercengang. Di saat banyak kafe modern menjual kopi dengan harga belasan ribu, warung sederhana Sundana konsisten dengan tarif Rp 500 per gelas kecil dan Rp 1.000 untuk gelas sedang. 

Tidak hanya kopi, Sundana juga menyediakan es cincau Rp 1.000 dan rujak petis Rp 3.000, menu yang menjadi teman ngobrol para pelanggan.

Meski murah, kopi Sundana tidak murahan. Buktinya, pengunjungnya pun beragam. Ada petani yang mampir usai pulang dari sawah, ada tukang becak yang singgah untuk melepas lelah, hingga mahasiswa dan peziarah dari luar kota yang penasaran dengan cerita kopi murah ini. 

Dari Mojokerto, Sidoarjo, hingga Gresik, orang rela datang hanya untuk mencicipi kesederhanaan yang nyaris hilang di era modern.

Meski keuntungan yang didapat rata-rata hanya sekitar Rp 30.000 per hari, Sundana dan Senawi tidak pernah mengeluh.

Bagi mereka, warung kopi bukan sekadar tempat mencari uang, melainkan ruang untuk menjaga silaturahim. “Yang penting pembeli senang, warung tetap hidup,” ujar Senawi. 

Lebih dari sekadar minuman, kopi Rp 500 ini menjadi simbol perlawanan terhadap logika komersial.

Warung kecil itu seolah menjadi oase inklusif bagi orang-orang dari berbagai latar belakang untuk duduk sejajar, berbagi cerita, dan meneguk kehangatan yang tidak ternilai.

Halaman
12
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved