Ada 39 Kebakaran Di Tulungagung Sejak Januari 2025, Warga Diminta Mengawasi Proses Pembakaran Sampah
Dua dari kebakaran karena sampah ini nyaris mengancam sekolah. Pertama di SMPN 1 Ngantru karena pembakaran daun tebu kering
Penulis: David Yohanes | Editor: Deddy Humana
SURYA.CO.ID, TULUNGAGUNG - Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Damkarmat) Kabupaten Tulungagung telah menangani 39 kebakaran sejak Januari 2025. Jika dirata-rata, ada 5 kebakaran setiap bulannya.
Termasuk selama Agustus 2025 ini, sudah ada 5 kejadian kebakaran. “Kita masuk ke kemarau basah, tetapi belakangan panasnya lebih panjang. Ini yang ikut memicu kebakaran,” jelas Kasi Operasional Dinas Damkarmat Tulungagung, Bambang Pidekso, Juamat (22/8/2025).
Bambang melanjutkan, kondisi panas dan kering ternyata ikut mengubah perilaku masyarakat Tulungagung. Banyak warga yang melakukan pembakaran sampah selepas tengah hari sampai sore hari.
Pembakaran sampah ini setidaknya telah menyebabkan 4 kebakaran dari 5 kejadian yang ditangani. “Penyebab kebakaran di bulan Agustus ini mayoritas karena pembakaran sampah. Ini yang selalu kami peringatkan setiap kali sosialisasi,” sambung Bambang.
Dua dari kebakaran karena sampah ini nyaris mengancam sekolah. Pertama di SMPN 1 Ngantru karena pembakaran daun tebu kering, kedua di SMAN 1 Karangrejo karena pembakaran sampah daun bambu.
Dua kejadian lainnya di Desa/Kecamatan Ngunut karena pembakaran sampah sabut kelapa dan di Desa/Kecamatan Kauman pakibat embakaran sampah di dekat tumpukan kayu.
Untuk mencegah kebakaran, Bambang menyarankan agar warga mengawasi pembakaran sampah di saat cuaca kering dan panas. “Rata-rata kebakaran terjadi setelah bakar sampah, kemudian ditinggalkan. Kalau mau ditinggal, lebih baik apinya dimatikan,” tegas Bambang.
Jika cuaca terus panas, Bambang yakin kebakaran karena pembakaran sampah akan terus terjadi selama perilaku masyarakat tidak diubah.
Berbeda saat kemarau, di musim hujan kebakaran lebih disebabkan faktor teknis di rumah-rumah. Yang paling sering adalah korsleting listrik atau kebocoran gas elpiji.
Bambang menyebut, peralatan non-SNI sering memicu korsleting dan kebakaran. Salah satunya penggunaan kabel serabut untuk instalasi listrik.
Ada pula perilaku warga yang menggunakan sambungan T untuk sejumlah peralatan listrik di 1 titik secara bersamaan.
“Misalnya ada alat listrik dengan daya (watt) besar, kemudian dipasang dengan sambungan T. Nah, di titik T ini bisa meletup sampai muncul api,” paparnya.
Nyala api dari sambungan T yang kelebihan beban ini bisa menyambar benda di sekitarnya, kemudian memicu kebakaran. Selama ini kebakaran tidak pernah terjadi pada instalasi standar yang dibuat ahli listrik.
Kebakaran timbul pada jaringan tambahan yang dibuat pemilik rumah tanpa memperhatikan faktor keamanan. *****
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.