SURYA.co.id, Surabaya - Elok Dwi Kadja bukan sekadar pengacara. Ia adalah sosok perempuan tangguh yang dikenal luas di dunia hukum Surabaya
Wanita kelahiran 26 April 1987 ini merupakan pendiri Kadja Law Firm dan telah menangani berbagai perkara besar yang menyita perhatian publik.
Sebelum terjun ke dunia hukum, Elok sempat menempuh pendidikan di jurusan Broadcasting Universitas Airlangga. Namun, ia kemudian memilih jalur hukum dan menyelesaikan S1 Ilmu Hukum di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Ia melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Pelita Harapan Surabaya dan kini menjabat sebagai Wakil Sekretaris DPC Peradi Surabaya. Elok juga merupakan Auditor Hukum tersertifikasi, Certified Legal Auditor (CLA), dan Kurator.
Spesialisasinya di bidang litigasi membuatnya kerap tampil di persidangan yang penuh tekanan. Salah satu kasus besar yang pernah ia tangani adalah pembelaan terhadap 877 kreditur dalam perkara kepailitan PT Bahtera Sungai Jedine atau Sipoa Group.
Di luar dunia hukum, Elok memiliki minat pada desain batik dan broadcasting. Ia dikenal sebagai sosok multitalenta yang mampu menggabungkan ketegasan hukum dengan sentuhan kreatif.
Baca juga: Sosok Elok Dwi Kadja yang Tak Pernah Lelah Bela 877 Korban Sipoa di Surabaya
Namun pada Rabu, 6 Agustus 2025, Elok menjadi sorotan bukan karena prestasi, melainkan karena momen emosional yang terjadi seusai sidang di Pengadilan Negeri Surabaya.
Advokat Jadi Sasaran Emosi Massa
Hari itu, Elok mendampingi kliennya, Jan Hwa Diana, dalam sidang perkara perusakan mobil. Diana, pemilik UD Sentoso Seal, disidangkan bersama suaminya, Handy Soenaryo.
Sidang berlangsung dengan agenda pemeriksaan saksi. Majelis hakim yang dipimpin Syarifudin menghadirkan pelapor Paul Stevanus, serta dua rekannya, Yanto dan Hironimus Tuqu.
Paul menjelaskan bahwa konflik bermula dari proyek pemasangan kanopi senilai Rp 400 juta. Ia mengaku ditekan karena desain proyek yang rumit dan progres yang lambat. Proyek itu akhirnya dibatalkan sepihak.
Saat Paul datang ke lokasi untuk mengambil alat kerja, ia diteriaki maling dan dilaporkan ke Polsek Dukuh Pakis. Dua ban mobil pikap yang disewa dari Hironimus dicopot, begitu pula ban mobil Yanto.
Baca juga: Hakim PN Surabaya Anjurkan Kasus Perusakan Mobil Jan Hwa Diana DIselesaikan secara Damai
Yanto mengaku saat turun dari lantai dua, ia melihat ban mobilnya sudah digerinda. Kerugian yang dialami Paul ditaksir sekitar Rp 3 juta. Namun Hironimus menuntut ganti rugi hingga Rp 150 juta.
Menurut Hironimus, mobilnya tidak bisa disewakan selama 10 bulan karena dijadikan barang bukti. Ia menyebut sudah tiga kali mencoba jalur restorative justice, namun gagal.
Di tengah persidangan, Elok berdiri dan memohon kepada majelis hakim agar kliennya diberi kesempatan bersalaman dengan Paul dan Hironimus sebagai bentuk permintaan maaf. Permintaan itu justru memancing reaksi dari pengunjung sidang.