Ribuan warga memadati jalan-jalan desa, menyaksikan kirab dengan penuh antusias. Anak-anak berlari mengikuti arak-arakan, para ibu membawa dulang berisi makanan, dan para sesepuh duduk tersenyum menyaksikan tradisi yang terus hidup dari generasi ke generasi.
Acara ditutup dengan lantunan sholawat bersama Majelis Asy Syafa’at pada malam harinya. Sebuah penutup yang khidmat dan menggetarkan jiwa, menyatukan keramaian dan spiritualitas dalam satu tarikan nafas.
"Di Banjaragung, Suro bukan hanya pergantian kalender Hijriyah. Ia momen perenungan, perayaan, dan pengikat erat jalinan sosial. Dalam gulungan lepet dan gunungan ketupat, tersimpan doa-doa sunyi dan cita-cita bersama, agar hidup terus diberkahi, dan desa terus lestari," pungkasUsman. *****